Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adu Strategi Johan Budi dan Boy Amar

31 Januari 2015   22:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:02 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sehingga tidak salah Johan Budi lebih dikenal daripada Komisioner KPK lainnya dan Boy lebih dikenal dari Kapolri.

Dikembalikannya Johan Budi dan ditariknya Boy dari Kapolda Banten (sementara) tentu hasil dan pengakuan atas sumbangan keduanya dalam soal pemberitaan. Keduanya dianggap “mampu” membawa persoalan KPK dan Polri kembali kepada persoalan sebenarnya. Persoalan hukum.

Dengan mengembalikan corong mick Johan Budi dan ditariknya Boy maka kita akan melihat bagaimana cara “keduanya” membawa kemudi KPK dan Polri sehingga bisa diterima publik.

Kita berharap agar gelanggang hiruk pikuk mulai “adem”. Dengan mengembalikan corong mick kepada Johan Budi dan Boy Rafli Amar setidak-tidaknya bukanlah peristiwa yang tidak sederhana. Dan itu menarik untuk kita ikuti.

Kedepan sebaiknya penetapan tersangka di KPK “cukup” disampaikan oleh Johan Budi. Tidak “perlu” para komisioner KPK yang mengumumkan. Selain “menghindarkan” daya serang kepada Komisioner KPK, cara ini lebih mudah diterima oleh publik.

Begitu juga, jurubicara Mabes haruslah dicari orang yang mempunyai kemampuan seperti Boy Amar. Jangan meremehkan “persoalan” kehumasan”. Pengalaman buruk cara penyampaian dari Mabes dalam kasus penangkapan BW memberikan pesan. Jurubicara adalah jabatan yang cukup diperhitungkan. Tidak semua orang yang bisa memainkannya.

Kita menunggu bagaimana keduanya “mengeluarkan” strateginya masing-masing sehingga publik menjadi rasional menerima penjelasan. Kita ingin melihat bagaimana keduanya “dipanggil” kembali menjadi jurubicara dan paham pada konteks informasi yang disampaikan.

Mari kita tunggu lakon selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun