Sehingga tidak salah Johan Budi lebih dikenal daripada Komisioner KPK lainnya dan Boy lebih dikenal dari Kapolri.
Dikembalikannya Johan Budi dan ditariknya Boy dari Kapolda Banten (sementara) tentu hasil dan pengakuan atas sumbangan keduanya dalam soal pemberitaan. Keduanya dianggap “mampu” membawa persoalan KPK dan Polri kembali kepada persoalan sebenarnya. Persoalan hukum.
Dengan mengembalikan corong mick Johan Budi dan ditariknya Boy maka kita akan melihat bagaimana cara “keduanya” membawa kemudi KPK dan Polri sehingga bisa diterima publik.
Kita berharap agar gelanggang hiruk pikuk mulai “adem”. Dengan mengembalikan corong mick kepada Johan Budi dan Boy Rafli Amar setidak-tidaknya bukanlah peristiwa yang tidak sederhana. Dan itu menarik untuk kita ikuti.
Kedepan sebaiknya penetapan tersangka di KPK “cukup” disampaikan oleh Johan Budi. Tidak “perlu” para komisioner KPK yang mengumumkan. Selain “menghindarkan” daya serang kepada Komisioner KPK, cara ini lebih mudah diterima oleh publik.
Begitu juga, jurubicara Mabes haruslah dicari orang yang mempunyai kemampuan seperti Boy Amar. Jangan meremehkan “persoalan” kehumasan”. Pengalaman buruk cara penyampaian dari Mabes dalam kasus penangkapan BW memberikan pesan. Jurubicara adalah jabatan yang cukup diperhitungkan. Tidak semua orang yang bisa memainkannya.
Kita menunggu bagaimana keduanya “mengeluarkan” strateginya masing-masing sehingga publik menjadi rasional menerima penjelasan. Kita ingin melihat bagaimana keduanya “dipanggil” kembali menjadi jurubicara dan paham pada konteks informasi yang disampaikan.
Mari kita tunggu lakon selanjutnya.