Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adu Nyali Jokowi dan Tony Abbot

25 Februari 2015   00:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:34 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemampuan jujitsu dari Jet Lee dapat kita lihat dalam film-film klasik di televise. Indah sekali cara Jet Lee “menundukkan musuhnya”. Dalam serial komik Wiro Sableng, mempelajari teknik ini sampai tujuh purnama. Steven Seagal juga mempunyai kemampuan menguasai jujitsu.

Teknik jujitsu lebih “mementingkan insting, kelenturan badan, membaca serangan lawan dan tentu saja “mengggunakan kekuatan lawan” bertujuan justru melumpuhkan lawan. Teknik ini memerlukan waktu yang cukup lama menguasainya. Sehingga hampir praktis, di kalangan para pendekar persilatan, teknik ini berhasil dikuasai justru ketika usia sudah matang, tenang, stabil emosi dan mempunyai bathin yang suci.

Teknik jujitsu dengan baik diperagakan oleh Jokowi. Dengan tenang, sambil melihat serangan lawan, jawaban Jokowi sering membuat kita mendapatkan pencerahan, namun sebenarnya jawaban dari Jokowi “memutar serangan balik” kepada lawan.

Lihatlah gaya “lentur” Jokowi meladeni serangan Tony Abbot. Dengan tegas, Jokowi terus “mengumandangkan” kedaulatan bangsa dan tidak bisa diintervensi. Gaya lentur Jokowi “kemudian” mengirimkan serangan balik kepada Tony Abbot “sudah memasuki” wilayah intervensi hukum nasional. Dalam hubungan internasional, memasuki kedaulatan suatu negara merupakan “cara barbar' dan tidak dibenarkan dalam hubungan diplomatik. Tony Abbot “tersedak” dan salah perhitungan.

Bukan mendapatkan dukungan dengan cara Tony Abbot “menyebutkan kontribusi 1 milyar”. Namun justru “mempermalukan” hubungan diplomatik. Tony Abbot tersudut dan terhuyung-huyung oleh serangannya sendiri.

Cara “klarifikasi” Menteri Luar Negeri Australia “melakukan hubungan langsung ke Wakil Presiden” merupakan pengakuan dan “sikap kesalahan diplomatik”. Bahkan Menteri Luar Negeri Australia sendiri mengakui cara ini tidak membantu menyelesaikan persoalan “Bali Nine”.

Tony Abbot dipermalukan melihat tubuh ceking Jokowi.

Namun Tony Abbot lupa. Sang tubuh ceking mampu “memerintahkan perang”. Dan itu sudah disampaikan didalam debat kandidate Capres. Dengan tegas Jokowi mengeluarkan ancaman. Terhadap kedaualatan bangsa. Kita bisa bikin rame.

Ah. Tony Abbot cuma melihat “tubuh ceking, tersenyum, cengengesan” dari Jokowi.

Atau mungkin Tony Abbot tidak melihat sejarah panjang perjalanan politik Jokowi dari Solo dan di Jakarta. Atau memang jangan-jangan Tony Abbot tidak melihat debat kandidate capres. Sehingga dia lupa si tubuh ceking telah mengeluarkan gertakan terhadap siapapun yang mencoba-coba mengganggu kedaulatan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun