Penggusuran demi penggusuran di DKI terus dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Penggusuran paling terbaru, tanggal 01 September 2016, dilakukan di Rawajati Barat III, Jakarta Selatan. Sebanyak 60 rumah dan bangunan milik rakyat digusur dan rata dengan tanah,
Beberapa waktu lalu, pada saat Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) di Walikota Jakarta Timur, Gubernur Basuki T. Purnama yang popular dengan panggilan Ahok, ketika menyampaikan pidato kembali menegaskan bahwa penertiban istilah yang dipergunakan Pemprov DKI Jakarta dalam melakukan penggusuran, akan terus dilakukan di DKI tanpa peduli dengan pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Tahun ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah melakukan penggusuran besar-besaran. Setidaknya di 325 lokasi yang menjadi target penggusuran. Jumlah penggusuran tahun ini lebih besar dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2015, Pemprov DKI menggusur 113 titik, tahun ini sebanyak 325 lokasi (Sumber, kini.co.id, 28 Juni 2016).
Perlawanan Rakyat
Setiap penggusuran, rakyat melakukan perlawanan. Akan tetapi, perlawanan rakyat yang menolak dilakukannya penggusuran terhadap rumah, kios, toko dan bangunan milik mereka, tidak menyebabkan proses penggusuran dihentikan. Pemprov DKI dalam melakukan penggusuran bagaikan pepatah “anjing menggonggong kafilah lalu”.
Akibat penggusuran demi penggusuran di DKI Jakarta, terjadi akumulasi kebencian dan ketidak-sukaan rakyat jelata terhadap Gubernur Ahok yang diwujudkan dengan fakta sosiologis, rakyat melakukan perlawanan. Indikatornya antara lain:
Pertama, menjelang mau dibuka dialog interaktif tentang konflik sosial di DKI Jakarta, yang dilaksanakan di kantor Camat Johar Baru, Jakarta Pusat, tanggal 30 Agustius 2016, ketika seorang narasumber dari BNN DKI Jakarta sedang mempersiapkan bahan untuk presentasi dengan menggunakan power point, dia menampakkan foto Gubernur Ahok, seorang Ketua RW memprotes yang didukung para ketua RW setempat dan tokoh-tokoh masyarakat bahwa mereka anti Ahok.
Kedua, pada kesempatan lain, dalam dialog interaktif di kantor Camat Menteng, Gedung Gelanggang Remaja Jakarta Timur, Gelanggang Remaja di Vendront, Jakarta Timur, dan diberbagai tempat lainnya, di mana saya menjadi narasumber, para peserta dialog dari RW, RT dan berbagai tokoh masyarakat di grass root (akar rumput) dalam tanya jawab dengan tegas dan berani mereka mengemukakan ketidak-sukaan mereka kepada Gubernur Ahok dan menolak keras Ahok dipilih dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Ketiga, Forum RW dan RT se DKI Jakarta. Forum ini didirikan sebagai wadah untuk menolak Ahok dipilih menjadi Gubernur periode berikutnya.
Keempat, berbagai kelompok di masyarakat DKI Jakarta bergerak secara swadaya untuk mengorganisir diri guna melakukan perlawanan terhadap Gubernur Ahok.