Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kondisi Sosial Ekonomi yang Melatarbelakangi Prostitusi Anak

1 September 2016   07:59 Diperbarui: 1 September 2016   16:03 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: stok foto | okezone.com

Sebagaimana telah diberitakan media, polisi telah mengungkap kejahatan terhadap anak-anak di Puncak, Bogor, Jawa Barat, yang dilakukan oleh seorang gay. Sebanyak 99 anak dijadikan jualan oleh seorang gay kepada teman-temannya dengan imbalan sekali melakukan hubungan seksual dikenakan bayaran sebesar Rp 1,2 juta. 

Jualan seks bebas anak itu, pembagian hasilnya adalah demikian: Si Anak mendapat Rp 100.000 sampai dengan Rp 150.000, sisanya dikantungi oleh bos, pemilik bisnis prostitusi gay.

Untuk membahas masalah yang sedang aktual tersebut, tadi malam, 31 Agustus 2016, Luna, presenter RRI Pro 3, mewawancarai saya sebagai sosiolog Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.

Dalam wawancara, saya memulai dengan menyatakan rasa prihatin yang amat mendalam dan mengecam keras atas kejadian 'transaksi seks bebas bagi anak-anak', karena anak adalah masa depan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Menjadikan anak-anak sebagai jualan seks bebas sudah pasti menghancurkan masa depan mereka. Di kala mereka besar, pengalaman di masa kecil akan membekas dan tidak akan pernah dilupakan. Mereka berpotensi menjadi jahat dan terus menekuni perbuatan seks bebas.

Saya menegaskan bahwa tindakan mengorganisasi anak-anak untuk menjadi mangsa seks bebas adalah kejahatan kemanusiaan, bukan saja melanggar hukum positif, tetapi juga hukum agama, adat istiadat, budaya dan norma yang berlaku di masyarakat.

Oleh karena itu, saya memberi apresiasi kepada aparat kepolisian yang telah berhasil membongkar sindikat jual beli seks bebas anak-anak dan mengharapkan supaya pelakunya diproses secara hukum dan dihukum dengan hukuman yang setimpal agar ada efek jera bagi yang bersangkutan dan masyarakat luas. 

Mengapa Ini Terjadi?
Dalam wawancara tersebut, saya juga mengemukakan dengan pertanyaan mengapa hal itu terjadi.

Setidaknya ada dua faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya jual beli seks bagi anak-anak. Pertama, kemiskinan. Sebagian masyarakat Indonesia masih hidup miskin. Saya pernah melakukan penelitian di Sagaranten, Kabupaten Sukabumi tahun 2013 tentang tenaga kerja penata rumah tangga yang popular dengan sebutan TKW (tenaga kerja wanita). Saya menemukan fakta bahwa menjadi tenaga kerja wanita di Timur Tengah, merupakan solusi untuk melepaskan diri jeratan kemiskinan keluarga. Mereka pendidikan rendah, tidak punya ketrampilan (kepakaran) dan lahan untuk bertani semakin terbatas karena dijadikan tempat industri dan perumahan.

Sementara, pabrik yang berdiri di kawasan Sukabumi, di lingkungan tempat mereka tinggal, tidak bisa menerima mereka untuk bekerja karena pendidikan tidak memadai dan tidak mempunyai kepakaran kerja (keahlian).

Maka, anak-anak yang dijadikan seks jual beli di Puncak, penyebab utamanya karena kedua orang tua mereka miskin, sehingga sangat muda dirayu dan dibujuk, sehingga secara suka rela menyerahkan anak-anak mereka kepada mucikari dengan imbalan uang.

Kedua, kebodohan. Merupakan realitas bahwa masih banyak orang tua di desa-desa yang berpendidikan rendah, kurang ilmu dan ingin hidup senang sebagaimana yang mereka selalu saksikan di TV dan media. Kombinasi kemiskinan dan kebodohan serta ingin hidup senang, anak dijadikan sebagai properti untuk mendapatkan uang.

Maka, berbagai kasus trafficking, TKW ilegal, perempuan dijadikan budak seks bebas dan anak-anak jadi jual beli seks bebas dan sebagainya tidak lain dan tidak bukan adalah merupakan akibat dari kemiskinan, kebodohan dan hasrat ingin hidup senang sebagaimana dikemukakan di atas.

Solusinya, adalah kembali kepada tujuan kita berbangsa dan menerima yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Pemerintah harus fokus mewujudkan, pertama, melindungi segenap bangsa dan, kedua, memajukan kesejahteraan umum, ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tragedi kemanusiaan yang dialami sebanyak 99 anak di Puncak, Bogor, Jawa Barat, merupakan puncak gunung es yang pasti masih banyak yang mengalami nasib yang hampir sama, tetapi belum terungkap ke permukaan.

Untuk mengakhiri kejadian yang memilukan hati, maka anak-anak Indonesia harus dibebaskan dari kemiskinan dengan memberi beasiswa penuh kepada anak-anak dari keluarga miskin, dengan konsep satu keluarga miskin satu sarjana, karena hanya melalui pendidikan yang berkualitas, yang menyadarkan dan mencerahkan, bisa membebaskan kemiskinan yang masih dialami sebagian bangsa Indonesia.

Wallahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun