Tadi pagi (24/8/2016) saya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mau bertemu Laode M. Syarif atau pimpin KPK, tetapi tidak satupun ada ditempat. Karena tidak satupun pimpinan KPK ada ditempat, saya diarahkan menemui bagian informasi, kemudian saya menyerahkan pernyataan dukungan saya kepada KPK atas penetapan Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara dan saya menyerahkan dua buku yang saya tulis yaitu: "Korupsi Musuh Bersama", dan "Korupsi di Era Demokrasi".
Sebagai sosiolog, tokoh masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) dan mantan Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sultra, yang lahir dan besar di Kendari, Sultra, saya memberi apresiasi yang tinggi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah menetapkan Nur Alam, Gubernur Sultra tersangka korupsi. Saya sudah lama menduga bahwa berbagai pemberian izin pertambangan di Sultra sarat dengan KKN.
Sekitar tahun 2008, tambang emas ditemukan warga di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Pada saat itu ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia datang ke Bombana untuk mencari emas. Pada saat itu, saya mengusulkan supaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola tambang emas dan berbagai jenis tambang lainnya di Sulawesi Tenggara.
BUMD nanti bermitra dengan berbagai perusahaan dalam dan luar negeri untuk mengeksplorasi kekayaan alam Sulawesi Tenggara, karena dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Saya juga mengusulkan supaya rakyat setempat, di mana tambang ditemukan, dilibatkan supaya mereka mendapatkan manfaat ekonomi. Anak-anak mereka diberi beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas di dalam dan luar negeri.
Akan tetapi Gubernur Nur Alam, justeru memberi izin usaha pertambangan (IUP) kepada perusahaan-perusahaan asing dan perusahaan-perusahaan di Jakarta. Izin usaha pertambangan tidak hanya diberikan oleh Gubernur Nur Alam, tetapi juga para Bupati. Mereka seolah berlomba memberi IUP kepada para investor.
Dugaan saya bahwa semua pemberian IUP tidak gratis, ada kick back, alhamdulillah, KPK telah berhasil mengungkap, ada suap dibalik itu yang tidak lain adalah korupsi. Akibat ulah penguasa di Sulawesi Tenggara yang tidak amanah, kekayaan alam yang melimpah di Sulawesi Tenggara tidak memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Sultra.
Buktinya, hasil survei BPS periode 2015 angka kemiskinan di Sulawesi Tenggara meningkat menjadi 321,88 ribu orang atau 12,90 persen dari jumlah penduduk di Sulawesi Tenggara. Pada hal, batas garis kemiskinan ala BPS hanya sebesar 257,553 Rupiah Perkapita Per Bulan atau 8,585 rupiah perhari.
Jika batas garis kemiskinan digunakan menurut Bank Dunia yaitu berpenghasilan perkepala perhari sebesar 2 dolar Amerika Serikat ke atas atau 60 dolar Amerika Serikat perbulan keatas, baru dikatakan tidak miskin, maka jumlah warga miskin di Sulawesi Tenggara bisa mencapai di atas 50 persen dari jumlah penduduk di Sulawesi Tenggara tahun 2013, Sebesar 2.370.549 jiwa.
Saya berharap, momentum ditetapkannya Nur Alam sebagai tersangka korupsi, Sulawesi Tenggara dibebaskan dari korupsi dan dijadikan sebagai daerah bebas korupsi. Mereka yang terlibat korupsi harus dilibas dan diproses secara hukum, dan kekayaannya dirampas untuk kepentingan rakyat Sulawesi Tenggara dan bangsa Indonesia.
Allahu a'lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H