Salah satu permasalahan besar yang dihadapi bangsa Indonesia ialah kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Pembangunan yang kita laksanakan selama 32 tahun di era Orde Baru dan 18 tahun di era Orde Reformasi, dapat dikatakan gagal mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan.
Para ekonom telah melaksanakan gagasan mereka untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, dengan mendorong pemerintah melaksanakan pembangunan ekonomi.Â
Di era Orde Baru, tim ekonomi merancang pembangunan Indonesia dengan konsep 'trilogi pembangunan', yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas.
Dalam realitas, terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang. Akan tetapi, tidak terjadi pemerataan. Untuk mewujudkan pemerataan, pemerintah Orde Baru mencanangkan delapan jalur pemerataan. Namun tidak memberi hasil sebagaimana yang diharapkan.Â
Pembangunan ekonomi hanya menghasilkan para konglomerat. Rakyat jelata yang sering disebut 'wong cilik' tidak naik kelas dari miskin menjadi tidak miskin. Mereka tetap miskin turun-temurun. Kalau kakeknya miskin, anak tetap miskin dan seterusnya cucu juga miskin.
Singkat kata pembangunan ekonomi di era Orde Baru gagal mengatasi masalah kemiskinan. Amat disayangkan, pembangunan ekonomi ala Orde Baru diteruskan di era Orde Reformasi.
Sejatinya pada saat dilakukan reformasi tahun 1998, dilakukan perubahan mendasar tentang konsep pembangunan Indonesia yang mampu mengatasi kemiskinan dan memajukan kesejehtaraan umum sesuai tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Akan tetapi yang dilakukan hanya reformasi politik, sedang reformasi ekonomi sama sekali tidak dilakukan. Setelah terjadi reformasi, pembangunan ekonomi justru semakin diliberalisasi dengan bertumpu pada masyarakat. Kalau pembangunan ekonomi bertumpu pada masyarakat, maka yang bisa memanfaatkan momentum adalah para pengusaha China (Tionghoa) binaan rezim Orde Baru yang menjadi konglomerat.
Akibatnya yang berperan besar dan menjadi pemain utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia di era Orde Reformasi selain asing adalah para konglomerat yang dibesarkan rezim Orde Baru yang sempat lari keluar negeri setelah terjadi reformasi.
Setelah pemerintah Orde Reformasi berhasil melakukan konsolidasi politik melalui pemilihan umum (pemilu) dan stablitas sosial politik dan keamanan menjadi kondusif, para konglomerat balik ke Indonesia dan menjadi pemain utama dalam pembangunan ekonomi.
Kesenjangan dan Jalan Keluar
Liberalisasi ekonomi di era Orde Reformasi telah membuat para konglomerat dan kroninya yang dibesarkan oleh rezim Orde Baru memanfaatkan peluang dari kebijakan pembangunan ekonomi, sehingga mereka menjadi sangat kaya dan berperan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin Indonesia di semua tingkatan dari pusat sampai di berbagai daerah kabupaten dan kota.