Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menteri Ciptakan Domino Effect Runtuhnya Ekonomi Rakyat

6 Juli 2015   09:09 Diperbarui: 6 Juli 2015   09:09 2663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketiga, cara untuk menghadirkan devisa ke dalam negeri, yang di masa Orde Baru dan di era Orde Reformasi sebelum era pemerintahan Jokowi-JK,  TKI PLRT sebagai pemasok devisa terbesar kedua setelah Migas.

Keempat, untuk melindungi ekonomi rakyat dari keterpurukan seperti sekarang.  Di Sagaranten, Kabupaten Sukabumi misalnya, ekonomi rakyat semarak sebelum ada larangan pengiriman TKI PLRT di Timur Tengah.  Indikatornya, di desa itu berdiri 2 tower pemancar yang sangat tinggi yang dibangun dua perusahaan telekomunikasi untuk melayani telepon sambungan langsung dari luar negeri.  Selain itu, berdiri cabang bank BJB, BRI dan Mandiri, money changer, Indo Maret, Alfa Mart dan lain-lain.  

Kelima, belum ada solusi yang langsung menggantikan kebijakan pelarangan TKI PLRT ke Timur Tengah.  Hanya disampaikan ke publik bahwa TKI PLRT akan dilatih alih profesi menjadi baby sitter, suster di rumah sakit dan sebagainya seperti TKI Pilipina. 

Kalau saja kebijakan Menteri Tenaga Kerja dilakukan secara bertahap dan terprogram baik dengan membenahi prosedur dan memberi peran pengawasan yang besar kepada Bupati. Walikota dan aparatnya dalam mencegah pengiriman TKI PLRT yang tidak memiliki kepakaran kerja, menguasai bahasa setempat dan kiat-kiat untuk melindungi diri dari berbagai permasalahan yang kemungkinan menimpa TKI PLRT, maka domino effect tidak akan terjadi terhadap ekonomi rakyat seperti sekarang.

2.  Kebijakan Menteri Pemuda dan Olah Raga RI membekukan PSSI.   Kita prihatin sebagai bangsa yang besar terhadap prestasi semua cabang olah raga termasuk sepak bola, tetapi merupakan kebijakan yang konyol membekukan PSSI.  Kalau ada kebobrokan di tubuh PSSI, tangkap para pelakunya dan penjarakan mereka, jangan lembaganya dibekukan atau dibubarkan.

Sekurang-kurangnya ada lima alasan yang mendasari kebijikan Menpora itu salah dan patut dikecam.  Pertama, PSSI adalah satu organisasi yang memiliki aturan main yang dicantumkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Kekuasaan tertinggi ada ditangan kongres.  Pemerintah tidak bisa membekukan atau membubarkan PSSI karena dilindungi hukum, sebab negara kita adalah negara hukum bukan negara kekuasaan.

Kedua, PSSI merupakan anggota dari FIFA yang mempunyai aturan main yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun. Akibat Menpora  mengintervensi PSSI, maka FIFA memberi sanksi kepada PSSI, tidak boleh mengikuti semua kegiatan sepak bola di tingkat internasional.  Kalau para pesepak bola Indonesia tidak boleh mengikuti turnamen di tingkat internasional, maka mereka tidak bisa meningkatkan kemampuan.

Ketiga, sepak bola mengandung nilai ekonomi.  Tidak hanya pelatih, wasit, pemain dan keluarganya, penjaga garis, penjual asesoris, penjual tiket, tukang parkir, tetapi jutaan bahkan puluhan juta orang yang mendapat manfaat ekonomi dari berbagai pertandingan sepak bola yang dilakukan PSSI.   Kalau Menpora membekukan PSSI, maka domino effect bagi ekonomi rakyat cukup besar.  

Keempat, sepak bola sarana hiburan rakyat.  Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sepak bola merupakan permainan yang paling disukai seluruh lapisan masyarakat.  Melalui sepak bola, rakyat di semua lapisan menikmati sepak bola sebagai hiburan.

Kelima, sarana menciptakan persatuan. Sepak bola tidak jarang menciptakan keributan, tetapi sejatinya lebih banyak sebagai sarana menjaga, merawat, memupuk dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan pembekuan PSSI oleh Menpora, maka lebih banyak ruginya daripada manfaatnya.  Kerugian yang sangat nyata, Menpora turut menciptakan keterpurukan ekonomi rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun