Dalam debat di ILC TV ONE bertajuk "Yang Datang dan Kembali ke DPR" (29/4/2014) diungkapkan secara gamblang fakta-fata di lapangan tentang kecurangan dalam pemilihan umum (penilu) legislatif 9 April 2014.
Kecurangan pemilu mengerikan karena dilakukan secara masif di seluruh Indonesia. Pertama, dilakukan oleh calon legislatif (caleg) dan tim suksesnya dengan modus membeli suara masyarakat Rp 50.000 (lima puluh ribu) rupiah per kepala, dan membagi sembako kepada masyarakat di setiap rumah. Modus politik uang melalui serangan magrib, serangan malam, serangan fajar, serangan subuh dan serangan dhuha dilakukan untuk memenangkan tiket ke parlemen di semua tingkatan. Begitu kata Ahmad Yani, Anggota DPR dari Komisi III.
Kedua, dilakukan penyelenggara pemilu mulai dari tingkat Kelurahan atau desa, kecamatan dan kabupaten. Jual-beli suara dilakukan masif oleh penyelenggara pemilu dengan caleg. Ahmad Yani, caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Dapil I Sumatera Selatan secara terperinci dan lugas membeberkan praktik jual-beli suara karena dia dikontak dan ditawari oleh penyelenggara pemilu dari PPK berkali-kali dengan tawaran harga Rp 50.000 per satu suara, kemudian diturunkan menjadi Rp 20.000. Ahmad Yani berusaha menangkap basah para anggota PPK dengan bekerja sama polisi, tetapi tidak berhasil karena polisi datang terlambat dan para anggota PPK yang masih muda sudah kabur.
Kejahatan Demokrasi
Para penyelenggara pemilu yang menjual suara para pemilih kepada caleg lain, samada dari satu partai politik maupun dari partai politik lain, saya tegaskan dalam paparan sebagai narasumber adalah kejahatan demokrasi. Mereka harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.
Pemilu telah dikotori, dan yang sangat menyedihkan karena dilakukan penyelenggara pemilu dengan kongkalikong para caleg yang sesungguhnya tidak dipilih oleh rakyat.
Ini tidak boleh dibiarkan karena merusak, dan setiap yang merusak harus diamputani. Mereka harus dipecat karena merupakan penjahat demokrasi.
Walaupun masif kecurangan dalam pemilu, tetapi saya memberi apresiasi dan hormat kepada rakyat Indonesia yang bangkit dan melakukan perubahan. Rakyat telah mencabut kekuasaan yang diberikan kepada Partai Demokrat, dan para caleg yang setelah terpilih menjadi anggota parlemen, melupakan rakyat yang telah memberi kekuasaan kepada mereka.
Prof Sahetapy dan Ruhut Berseteru
Prof Sahetapy merupakan narasumber tetap di ILC TV ONE. Dia selalu diberi kesempatan terakhir untuk berbicara. Sudah merupakan wataknya, berbicara lugas, tegas, dan berani. Para petinggi negara selalu menjadi sorotan dan sasaran tembak Prof Sahetapy ketika berbicara, tak terkecuali Presiden SBY.
Tadi malam (29/4/2014) menjelang pukul 11.00 wib, Prof Sahetapy diberi kesempatan berbicara dan yang menjadi sasaran tembak dalam menyoroti kecurangan pemilu adalah SBY. Prof Sahetapy mempersoalkan tanggung jawab SBY dan menyebutnya "mencla-mencle".
Ketika Prof. Sahetapy menyebut kata-kata tersebut, Ruhut Sitompul, juru bicara Partai Demokrat langsung angkat bicara membela SBY dan menyerang balik ke Prof. Sahetapy dan bahkan membawa-bawa nama PDI Perjuangan sebagai partainya Prof Sahetapy. Suasana menjadi panas, dan Karni Ilyas, Presiden ILC yang memandu dialog beberapa kali menyetop Ruhut Sitompul supaya berhenti berbicara untuk menenangkan suasana dan memberi kesempatan ke Prof. Sahetapy untuk melanjutkan pemaparannya.
Usai acara, Prof Tjipta Lesmana yang duduk di sanmping saya, langsung berdiri dan pergi mendekati Ruhut dan menarik tangan untuk datang bersalaman dengan Prof Sahetapy. Pada saat bersalaman, Prof Sahetapy berkata, dia bisa paham kalau Ruhut membela habis-habisan istrinya, tetapi tidak bisa paham kalau dia membabi buta membela SBY. Ruhut berkata, SBY adalah atasannya, harus dibela habis-habisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H