Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Gugatan Prabowo-Hatta di MK Mengapa Ditolak Seluruhnya?

22 Agustus 2014   15:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:52 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak hari pertama didengar kesaksian para saksi yang dihadirkan penggugat, saya sudah menulis di Kompasiana bahwa Prabowo-Hatta gagal menghadirkan saksi yang berkualitas, dan saya sudah memprediksi bahwa gugatan Prabowo-Hatta akan ditolak MK. Bahkan Refly Harun, pakar hukum tata negara mengemukakan seperti ditulis di running text Metro TV bahwa 99 % gugatan Prabowo-Hatta akan ditolak MK.

Prediksi itu menjadi kenyataan setelah para hakim MK bergantian membaca putusan MK yang mengadili sengketa pemilihan Presiden yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta.

Pasangan nomor urut 1 ini melalui penasehat hukumnya, pertama, gagal menghadirkan saksi yang berkualitas yaitu yang mendengar, melihat dan mengalami yang didalilkan penggugat.
Kedua, gagal menghadirkan bukti tertulis yang bisa meyakinkan hakim, kalau gugatan penggugat dipenuhi bisa merubah perolehan suara Jokowi-JK yang menurut hasil perhitungan manual (real count) yang dilakukan KPU yang ditetapkan pada 22 Juli 2014 bahwa Jokowi-JK memperoleh dukungan suara 53,15% sedang Prabowo-Hatta 46,85%.

Gugatan Gagal Dibuktikan

Adapun gugatan Prabowo-Hatta yang gagal dibuktikan antara lain, pertama,
perhitungan Real Count hasil Rekapitulasi suara Pilpres 2014 tim koalisi merah-putih yang menyebutkan bahwa Prabowo-Hatta memperoleh suara 50,26% atau 67.139.153 suara, sedang Jokowi-JK sebanyak 49,47% atau 66.435.124 suara.

Para saksi yang dihadirkan penggugat dan bukti-bukti tertulis yang disampaikan ke MK, Prabowo-Hatta tidak bisa membuktikan bahwa hitungan mereka lebih benar ketimbang hitungan yang dilakukan KPU.

Kedua, kecurangan pilpres yang terstruktur, sistimatis dan masif (TSM) yang dituduhkan penggugat yang dilakukan KPU di 52.000 TPS dengan potensi kecurangan suara sebanyak 21 Juta suara dan MK harus menyatakan Pemilu tidak sah dan meminta KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 52.000 TPS tersebut, tidak bisa dibuktikan Prabowo-Hatta melalui saksi-saksi dan bukti-bukti tertulis yang dapat memberi keyakinan kepada MK bahwa pilpres telah dilakukan dengan kecurangan yang TSM.

Majelis hakim MK dalam pertimbangannya menyisihkan tuntutan Prabowo-Hatta karena bukti-bukti yang dikemukakan lemah dan tidak ditemukan penyelewengan yang dilakukan KPU secara terstruktur, sistimatis dan masif (TSM).

Ketiga, telah terjadi mobilisasi massa pemilih di sejumlah 5.800 TPS di DKI Jakarta dan di 6 Kabupaten/kota di Jawa Timur. Tim Prabowo-Hatta menyatakan mereka memiliki 1.200 saksi yang dapat membuktikan hal ini. Prabowo-Hatta melalui tim pengacaranya menyatakan bahwa Pemilu harus dinyatakan tidak sah dan melakukan pemilihan susulan (PSU) di sejumlah daerah-daerah tersebut.

Penggugat sama sekali tidak bisa membuktikan, 1) siapa yang memobilisasi massa, 2) massa yang dimobilisasi memilih nomor urut 2.

Hakim MK dalam pertimbangannya mengemukakan bahwa pemilih non daftar pemilih (DP) tidak diketahui memilih calon mana. Selain itu, termohon dan pihak lain tidak ada bukti melakukan mobilisasi massa untuk memenangkan pihak lain. Dengan demikian, dalil pemohon mengada-ada dan tidak akurat.

Keempat, gugatan pemilih tambahan (DPK dan DPKtb) yang dianggap sebagai pelanggaran KPU, hakim MK berpendapat bahwa pemilih tambahan tidak menyalahi konstitusi. Warga mencoblos mesti tidak terdaftar tidak menyalahi konstitusi. KPU sebagai tergugat mengeluarkan peraturan bahwa setiap warga negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat boleh memilih walaupun belum terdaftar sebagai pemilih menurut hakim MK adalah sebagai instrumen transisional karena belum diatur dalam UU.

Kelima, tidak ada pilpres di 14 kabupaten di Papua. Novella, saksi Prabowo-Hatta dalam kesaksiannya di hadapan sidang MK, yang mendapat banyak pujian mengemukakan bahwa tidak pilpres di Papua termasuk di kampung halamannya. Akan tetapi, saksi dari KPUD Provinsi Papua membantah kesaksian Novella dan kesaksian lainnya. Ia menegaskan bahwa ada pilpres dengan berbagai berbukti tertulis. Akan tetapi, sistem yang dipergunakan adalah sistem Noken atau ikat berdasarkan musyawarah-mufakat para pimpinan adat.

Hakim MK mengemukakan bahwa penggunaan sistem Noken dalam pilpres adalah sah menurut konstitusi. Dengan demikian, sistem Noken wajar calon tertentu memperoleh suara nol.

Ditolak Seluruhnya

Hakim MK dalam membacakan putusannya mengakui jumlah bukti yang diserahkan pemohon jauh dari mencukupi. Berbagai bukti yang dikemukakan penggugat walaupun dalam pemberitaan di media sampai 10 truk, tetapi yang amat diperlukan dalam sidang di MK adalah kualitas bukti berupa saksi-saksi dan bukti-bukti tertulis.

Prabowo-Hatta melalui kuasa hukumnya mendalilkan telah terjadi kecurangan terstruktur, sistimatis dan masif dalam pilpres, tetapi tidak bisa membuktikan di sidang MK.

Begitu juga penggugat mengemukakan tidak ada pilpres di 14 kabupaten di Papua, tetapi saksi yang dihadirkan dan bukti tertulis yang disampaikan ke MK, dapat dibantah oleh saksi dari KPU dengan bukti-bukti yang lebih meyakinkan.

Begitu juga perbagai persoalan yang digugat Prabowo-Hatta seperti politik uang di Jawa Timur, misalnya di Probolinggo, mungkin benar terjadi, tetapi politik uang sangat sulit dibuktikan. Politik uang bagaikan angin, terasa ada tetapi sulit dibuktikan karena harus ada saksi yang melihat atau yang mengalami sendiri. Pada umumnya tidak ada yang mau bersaksi, karena bisa menjadi tersangka.

Oleh karena itu, Prabowo-Hatta tidak dapat membuktikan berbagai gugatannya. Kalaupun ada kecurangan dan pasti ada kecurangan yang dilakukan kedua belah pihak, tetapi jika dilakukan pemilihan susulan seperti yang dituntut penggugat, maka tidak akan bisa merubah perolehan suara
Jokow-JK yang unggul delapan juta lebih suara dibanding Prabowo-Hatta.

Itu sebabnya dalam konklusi MK yang dibacakan Ketua MK, Hamdan Zoelva menolak gugatan pemohon seluruhnya, yang berarti MK mengukuhkan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagaimana keputusan KPU tanggal 22 Juli 2014.

Wallahu a'alam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun