[caption id="attachment_357926" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi jajaran menteri/Kompasiana (Kompas/Alif Ichwan)"][/caption]
Tadi malam sekitar pukul 11.30 sampai dini hari WIB, saya menjadi narasumber dalam dialog interaktif di Radio Elshinta Jakarta, membahas pro-kontra menaikkan gaji Presiden, Wapres dan Menteri.
Saya mulai menjelaskan gaji take home pay Presiden RI sebesar Rp 62.497.800/bulan dengan dana operasional Rp 2 milyar, Wakil Presiden menerima gaji seluruhnya sebesar Rp 42.548.670/bulan, dan dana operasional Rp 1 milyar, sedang menteri menerima gaji sebesar Rp 19 juta/bulan dan dana operasional Rp 100 juta.
Sebagai perbandingan, saya kemukakan gaji Gubernur Bank Indonesia belum termasuk tunjangan-tunjangan sebesar Rp 199 juta/bulan, sementara gaji Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Bank Mandiri sebesar Rp 166 juta/bulan belum termasuk tunjangan-tunjangan. Gaji Direksi Bank Mandiri seperti dimuat di google pertahun Rp 27.57 milyar, tunjangan Rp 17.51 milyar dan bonus Rp 7 milyar.
Juga saya kemukakan gaji direktur utama Telkom keseluruhan (take home pay) Rp 602 juta/bulan, dan direksi sebesar Rp 544 juta/bulan.
Sebagai perbandingan dengan negara lain, saya kemukakan gaji menteri dan ketua-ketua menteri di Malaysia, gaji pokok RM 18.000/bulan. Kurs 1 Ringgit Malaysia (RM) sama dengan Rp 3.707, sehingga jumlah gaji pokok menteri dan ketua-ketua menteri (gubernur negara bagian) sebesar Rp 66.726.000/bulan, jika ditambah dengan berbagai tunjungan yang diterima, maka setiap bulan seorang menteri dan ketua-ketua menteri menerima gaji berikut berbagai tunjangan sebesar RM 55.650 atau Rp 206.316.792.
Perlu Dinaikkan untuk Cegah Korupsi
Melihat besaran gaji menteri dibandingkan dengan gaji Gubernur Bank Indonesia dan direksi BUMN, maka seperti langit dan bumi sangat jomblang. Maka saya berpendapat sebaiknya gaji menteri dinaikkan, minimal sama dengan gaji yang diterima para hakim MK, dan komisioner KPK yang totalnya sekitar Rp 100 juta/bulan.
Setidaknya ada tiga alasan mendasari perlunya menaikkan gaji menteri. Pertama, untuk mencegah korupsi seperti yang dilakukan JW dan SDA dan lain-lain. Sebab menteri pada umumnya orang partai yang harus menyetor dana ke kas partai politik asalnya.
Kedua, menteri banyak sekali menerima permohonan proposal bantuan dari berbagai organisasi, teman dan keluarga, Kalau gaji dan dana operasional minim, maka terpaksa korupsi dengan menerima berbagai pemberian dari rekanan untuk memenuhi keperluan.
Ketiga, menteri adalah pejabat publik yang harus melayani masyarakat terutama konstituen dari daerah asalnya, sehingga harus diberi gaji yang memadai agar tidak korupsi.
Berdasar Kinerja
Mayoritas masyarakat yang memberi opini dalam dialog interaktif tadi malam, tidak setuju gaji menteri, apalagi Presiden dan Wakil Presiden dinaikkan, dengan pertimbangan akan semakin besar beban negara. Belum bekerja dan memberi kinerja yang mensejahterakan rakyat, gaji sudah dinaikkan. Bekerja dulu, kalau sudah memberi bukti berkinerja baik, baru gaji dinaikkan.
Pandangan masyarakat penting didengar, diperhatikan dan dipertimbangkan. Oleh karena itu, dalam akhir perbincangan, saya menekankan supaya pro-kontra menaikkan gaji menteri dihentikan, karena Pak Jokowi dan Pak JK sebagai Presiden terpilih dan Wakil Presiden terpilih akan mengutamakan bekerja dulu. Jika kesejahteraan rakyat bawah sudah mulai meningkat, kesejahatan dan pendidikan rakyat bawah sudah terjangkau semuanya, otomatis kesejahteraan para menteri akan diperhatikan. Jadi rakyat dulu dipikirkan dan diberdayakan baru menteri.
Wallahu a'lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H