Pada 15 September 2014, Ir. H. Joko Widodo, Presiden terpilih dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden terpilih, telah mengumumkan 34 postur kabinetnya, yaitu 18 profesional dari kalangan non partai politik dan 16 profesional dari partai politik.
Menurut saya, dipopulerkannya istilah kabinet profesional, setidaknya dilandasi 3 (tiga) alasan. Pertama, janji Jokowi-JK dalam kampanye pemilihan Presiden (Pilpres) yang mengintrodusir istilah kabinet ahli yang akan dipilih jika mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia. Mereka yang direkrut menjadi menteri adalah yang mempunyai kepakaran dalam bidang yang dipercayakan kepadanya. Kriterianya, tentu yang mempunyai latar belakang pendidikan dibidangnya dan atau karir yang dijalani sesuai bidang yang diberi kepercayaan kepadanya menjadi menteri.
Kedua, the right man on the right place. Jokowi-Jk ingin supaya menteri yang memimpin suatu kementerian adalah pakarnya (ahlinya). Ini penting sekali, karena Nabi Muhammad SAW pernah bersabda "izaa wussidal amru ilaa ghairi ahlihi fantazirussa'ah (Apabila suatu urusan (pekerjaan) diberikan kepada yang bukan ahlinya (pakarnya) maka tunggulah kehancurannya).
Ketiga, Jokowi-JK ingin mengoreksi kekeliruan masa lalu, di mana banyak menteri memimpin kementerian tidak sesuai dengan kepakarannya atau tidak memiliki kepakaran, hanya berdasar bagi-bagi kursi kepada partai politik, sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal, bahkan dapat dikatakan gagal.
Jokowi-JK Melakukan Terobosan
Langkah yang dilakukan Jokowi-JK memilih menteri yang profesional dapat dikatakan sebagai terobosan, dan insya Allah memberi kebaikan. Pertama, secara internal - akan memiliki kewibawaan dan kepercayaan dari pejabat dan karyawan di kementerian yang dipimpinnya.
Kedua, secara eksternal, rakyat sebagai pemilik kedaulatan menaruh kepercayaan dan harapan bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan berhasil karena menempatkan para menteri di pos kementerian yang tepat sesuai kepakaran masing-masing.
Menurut saya, kebijakan yang ditempuh Jokowi-JK sangat tepat. Pertama, kesuksesan suatu rezim pemerintahan, sangat terkait dengan kepemimpinan (leadership) di suatu kementerian. Karena birokrasi merupakan ujung tombak untuk menjalankan segala kebijakan dari suatu pemerintahan. Selama ini, refomasi birokrasi dianggap kurang berhasil karena sumber daya manusia di birokrasi belum secara efektif bisa didorong untuk menjadi lokomotif pembangunan. Menteri yang memimpin kementerian, belum berhasil menarik gerbong lokomatif birokrasi di kementerian yang dipimpinnya karena faktor budaya birokrasi.
Kedua, dukungan publik amat diperlukan untuk mendukung keberhasilan suatu pemerintahan. Dukungan itu akan muncul dan membesar dikalangan rakyat jika ada harapan (hopre) dan kepercayaan (trust). Oleh karena itu, figur yang ditempatkan untuk memimpin kementerian harus plus-plus, yaitu sebaiknya yang dipilih menjadi menteri adalah yang memiliki kepakaran dalam bidangnya, sudah dikenal luas oleh publik dan mempunyai jaringan atau teman yang banyak di parlemen (DPR) supaya mendapat dukungan politik berupa anggaran (budget) dan legislasi (perundang-undangan) serta bisa bekerjasama secara konstruktif untuk membangun Indonesia raya.
Kementerian Kependudukan dan BKKN
Salah satu kementerian yang mendapat prioritas dari Jokowi-JK adalah kependudukan. Oleh karena itu, dibentuk kementerian baru yang diberi nama Kementerian Kependudukan dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN).