[caption id="attachment_392103" align="aligncenter" width="600" caption="Presiden Jokowi/Kompas.com"][/caption]
Tanpa terasa Presiden Jokowi dan Wapres JK telah 100 hari di puncak kekuasaan karena keduanya dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2014.
Dalam 100 hari memimpin Indonesia, keduanya telah bekerja keras untuk mewujudkan visi misi dan program yang dikampanyekan dalam pemilihan Presiden RI 2014.
Pertama, dalam bidang sosial, kedua pemimpin Indonesia berusaha keras merealisasikan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai konpensasi dari kenaikan BBM.
Akan tetapi, perwujudan program di bidang sosial menimbulkan masalah karena belum diatur dalam APBN 2014, sehingga ada anggota DPR yang berpandangan bahwa peluncuran Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat, sudah melanggar UU APBN.
Terlepas program tersebut dianggap kontoversial, saya tetap memberi apresiasi yang tinggi karena Presiden Jokowi dan Wapres JK serta seluruh jajaran Kabinet Kerja telah menunjukkan tekad dan semangat untuk bekerja.
Dalam 100 hari memimpin Indonesia, Presiden Jokowi dan Wapres JK menghadapi banyak masalah sosial seperti korban letusan gunung Sinabung di Sumatera Utara, banjir bandang dan longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, erupsi gunung Gamalama di Maluku Utara, tragedi jatuhnya Air Asia QZ8501, dan lain sebagainya, semuanya direspon dengan cepat, sehingga korban bencana dapat ditangani dengan baik.
Kedua, dalam bidang ekonomi, Presiden Jokowi dan Wapres JK berusaha keras membangun ekonomi Indonesia. Forum APEC dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk mempromosikan Indonesia sebagai tempat investasi yang sangat menguntungkan. Untuk menarik investasi, maka pelayanan perizinan dilakukan satu atap yaitu di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
Presiden Jokowi dan Wapres JK berusaha mengurangi beban anggaran dengan memotong subsidi BBM yang dianggap kurang tepat sasaran, sehingga harus menaikkan harga BBM, yang memicu naiknya harga barang-barang kebutuhan sembako (sembilan bahan pokok).
Akan tetapi, ketika harga minyak dunia turun, pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Tercatat dalam 100 hari memimpin Indonesia, Presiden Jokowi dan Wapres JK sudah menurunkan harga BBM sebanyak dua kali. Namun, yang menjadi keprihatinan rakyat banyak, turunnya harga BBM tidak disertai dengan turunnya harga-harga sembako. Ini merupakan pekerjaan rumah (PR) pemerintah, yang harus segera diatasi.
Sekedar mengingatkan bahwa keunggulan pemerintahan Presiden Soeharto selama 32 tahun lamanya ialah kemampuan menciptakan stabilitasi harga-harga sembako. Tidak hanya harga-harga sembako murah, tetapi juga tersedia. Hal tersebut selalu dikenang dan dirindukan oleh mayoritas rakyat Indonesia. Maka tidak heran, jika rakyat bawah menganggap bahwa Orde Baru lebih baik daripada Orde Reformasi. Institusi pemerintah yang berperan mewujudkan stabilisasi harga-harga sembako ialah Bulog (Badan Logistik).
Amat disayangkan, setelah Orde Reformasi lahir, Bulog dipreteli wewenang dan perannya, anggaran untuk stabilitasi harga-harga sembako dicabut, sehingga adanya sama saja tidak ada. Harga sembako diserahkan kepada mekanisme pasar, yang akhirnya mengendalikan harga-harga sembako adalah pengusaha melalui monopoli dan oligopoli. Pemerintah Orde Reformasi yang sudah silih berganti, takluk dan tidak berdaya karena yang mengontrol sembako dan berbagai kebutuhan rakyat banyak adalah pengusaha. Masalah tersebut mutlak diatasi Presiden Jokowi dan Wapres JK dengan mengembalikan peran Bulog seperti di masa Orde Baru.
Selain itu, Presiden Jokowi dan Wapres JK memberi fokus perhatian pada sektor pertanian dan kemaritiman. Fokus dalam pembangunan sangat baik dan tepat, karena sumber daya, waktu dan anggaran yang terbatas, mengharuskan ada skala prioritas, sehingga bisa nampak hasilnya untuk mewujudkan Tri Sakti, yaitu mandiri dalam bidang ekonomi.
Ketiga, dalam bidang politik, Presiden Jokowi dan Wapres JK secara bertahap dapat keluar dari killing field (medan pembantaian) dari lawan politik, karena masih ada yang menganggap bahwa Pilpres belum usai, sehingga perang untuk memenangkan pertarungan masih terus berlanjut. Sejatinya setelah selesai pemilihan Presiden, maka Koalisi Merah Putih (KMP) yang mendukung Prabowo-Hatta dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mendukung Jokowi-JK sudah bubar. Semua kembali bersatu membangun Indonesia raya, tetapi terus dipelihara dan bahkan didirikan diberbagai daerah.
Alhamdulillah, suhu politik diparlemen yang sempat memanas akibat pertarungan KMP dan KIH berhasil didamaikan, tetapi Presiden Jokowi dan Wapres JK harus tetap waspada. Sebagai contoh, dalam pemilihan calon Kapolri, KMP dan KIH bersatu mendukung calon Kapolri yang diusulkan Presiden Jokowi. Walaupun calon Kapolri sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dugaan korupsi, anggota parlemen dari KMP masih mendukung penuh. Untung saja Presiden Jokowi tidak masuk jebakan, sehingga menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri yang mendapat tantangan luas dari publik karena sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Keempat, dalam bidang pertahanan keamanan, Presiden Jokowi dan Wapres JK segera melakukan konsolidasi dengan mengganti KSAL, KSAU dan Kapolri. Penggantian pimpinan TNI tersebut berjalan lancar dan aman, yang ada masalah sedikit ialah penggantian Kapolri, tetapi dapat diatasi dengan mengeluarkan keputusan yang ‘Win-win Solution’, tanpa menyakiti dan merendahkan siapapun, walaupun Komisi III DPR masih mempersoalkan pengangkatan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia sebagai pelaksana Kapolri, tetapi diharapkan dapat diatasi dengan baik.
Presiden Jokowi dan Wapres JK bekerja keras menjaga, merawat dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada saat peringatan 10 tahun stunawi di Aceh, Wapres JK khusus datang ke serambi Mekah itu untuk mengikuti berbagai acara untuk tragedi stunawi yang meluluhlantahkan Nanggro Aceh Darussalam. Begitu juga Presiden Jokowi menghabiskan akhir tahun 2014 untuk berkunjung dan melakukan blusukan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Kelima, hubungan pusat dan daerah, semakin berjalan baik dan harmonis antara pusat dan daerah. Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie bercerita kepada saya pada saat bertemu di BPK beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, baru ketemu dengan Presiden Jokowi. Semua yang dikemukakan langsung direspon dan dihubungkan ke menteri yang bersangkutan untuk diatasi.
Kalau ada hambatan dilapangan, diminta laporannya. Tidak boleh ada masalah yang tidak diatasi. Menurut Gubernur Gorontalo, era sekarang lebih enak, saya baru mengajukan surat untuk bertemu Presiden, sudah direspon dan diberi waktu. Presiden Jokowi cepat, dan tanggap tidak seperti dulu.
Kesimpulan
100 hari Jokowi-JK di tahta kekuasaan, merupakan waktu yang singkat. Walaupun begitu, sudah memberi optimisme kepada seluruh bangsa Indonesia bahwa kedua pemimpin Indonesia bekerja keras dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki.
Sangat banyak masalah yang dihadapi Indonesia, sehingga tidak mungkin bisa diatasi dan diselesaikan dalam 100 hari memimpin Indonesia. Satu hal yang patut dicatat bahwa Presiden Jokowi dan Wapres JK telah memberi keteladanan untuk hidup sederhana, bekerja keras, tetap tidak berubah – mau mendengar dan mengamini aspirasi rakyat Indonesia yang tulus dan jujur untuk Indonesia raya.
Semoga para menteri yang diberi amanat memimpin kementerian, para gubernur, bupati, walikota dan semua pemimpin formal dan informal bisa bekerja secara sinergi dan bersatu padu, sehingga memberi spirit (semangat) kepada rakyat Indonesia untuk bekerja lebih keras lagi, karena harapan dan masa depan masih ada dan terbentang luas untuk mewujudkan kemajuan dan kebangkitan Indonesia.
Allahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H