Presiden Jokowi adalah pemimpin Indonesia, yang tak obahnya nakhoda kapal bernama Indonesia. Mau dibawa ke mana Indonesia, sangat ditentukan nakhodanya. Kapal besar yang bernama Indonesia, kini sedang berlayar menuju pulau idaman yaitu “Indonesia Raya”, dengan membawa penumpang sebanyak 240 juta orang lebih.
Akan tetapi, kapal besar Indonesia yang dinakhodai Presiden Jokowi, saat ini sedang diterpa masalah. Sebagai nakhoda kapal, Presiden Jokowi sebaiknya melakukan 5 (lima) hal untuk menyelamatkan kapal dan seluruh penumpangnya.
Pertama, mempelajari akar masalah dan penyebab timbulnya masalah, sehingga menjadi “badai” yang membahayakan keselamatan kapal Indonesai dan penumpangnya.
Kedua, mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu, supaya mengambil keputusan yang menyelamatkan kapal Indonesia dan seluruh penumpangnya.
Ketiga, segera mengambil keputusan untuk keluar dari masalah, karena jika dibiarkan akan menenggelamkan kapal besar “Indonesia” dan penumpangnya, seperti tenggelamnya kapal Tampo Mas II di kepulauan Masalembo beberapa tahun silam.
Keempat, memberitahu kepada seluruh penumpang kapal untuk bersiap menghadapi yang terburuk, sekaligus memberi harapan bahwa kapal Indonesia yang sedang diterpa badai, akan selamat.
Kelima, mengkonsolidasikan semua penumpang kapal agar menjaga keselamatan kapal, jangan sampai ada yang mencoba melubangi kapal.
Belajar dari Sejarah
Konflik antara KPK Vs POLRI sudah pernah terjadi, yang populer dengan sebutan Cicak Vs Buaya. Berkat dukungan publik, dua orang pimpinannya yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri, akhirnya dibebaskan, sehingga KPK terselamatkan.
Hal itu terjadi setelah Presiden SBY turun tangan dan kedua pimpinan KPK dibebaskan dari tersangka, yang saat itu dinilai publik sengaja direkayasa untuk melumpuhkan KPK, karena menurut UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, jika komisioner KPK dijadikan tersangka, maka harus diberhentikan sementara dari tugasnya sebagai komisioner KPK.
Pertanyaannya, apakah Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara akan turun tangan menyudahi konflik KPK Vs POLRI seperti yang pernah dilakukan Presiden SBY atau menyerahkan persoalan tersebut untuk diselesaikan melalui proses di pengadilan?
Jika kasus BW diserahkan kepada proses hukum yang ditangani polisi, maka akan terjadi, pertama, kelumpuhan KPK, apalagi kalau Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja yang baru dilaporkan ke Bareskrim Polri kembali dijadikan tersangka, dan Abraham Samad, Ketua KPK yang sedang dipermasalahkan, juga dikriminalisasi dan dijadikan tersangka.
Kedua, publik akan kehilangan harapan terhadap pemberantasan korupsi. Pada hal benteng terakhir yang masih dipercaya publik dalam pemberantasan korupsi, hanya KPK.
Ketiga, kredibilitas Presiden Jokowi dan Wapres JK akan tergerus dimata publik, karena antara yang dikampanyekan dan dilaksanakan tidak sesuai setelah berkuasa.
Solusi Cepat
Walaupun Presiden Jokowi menghadapi tantangan berat dalam menyelesaikan konflik antara KPK Vs POLRI, tetapi rakyat berharap ada solusi cepat.
Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari, mengapa rakyat berhadap kasus Bambang Widjojanto (BW) dan Budi Gunawan (BG) segera diselesaikan.
Pertama, penyelesaian kasus hukum melalui pengadilan memerlukan waktu yang cukup lama. Jika kasus BW dan BG menunggu proses di pengadilan, maka akan mengganggu kelancaran pemberantasan korupsi.
Kedua, kasus BW dan BG akan terus menjadi isu politik yang menghabiskan energi. Pada hal yang diperlukan rakyat, pemerintah segera mengatasi persoalan ekonomi terutama sembako yang tidak kunjung turun harganya setelah BBM diturunkan.
Ketiga, rakyat ingin Presiden Jokowi dan Wapres JK sukses mewujudkan janji-janjinya saat kampanye. Jika kasus BW dan BG terus bergulir dan para politisi memanfaatkan untuk manuver politik, maka pemeritah harus melayani, yang akan menghabiskan waktu dan energi.
Oleh karena itu, untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara, Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara, dapat memberi solusi cepat untuk mengakhiri konflik KPK Vs Polri. Bagaimana bentuknya diserahkan kepada Presiden Jokowi, jika tidak mau melakukan intervensi.
Allahu a’lam bisshawab