[caption id="attachment_397127" align="aligncenter" width="624" caption="Triawan Munaf saat dilantik (KOMPAS.com/Indra Akuntono)"][/caption]
Presiden Jokowi pada 26 Januari 2015 telah meresmikan pembentukan Badan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia yang dipimpin Triawan Munaf.
Badan ini di masa Presiden SBY menjadi satu dengan kementerian pariwisata, yang disebut Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif Republik Indonesia. Akan tetapi, dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi dan Wapres JK, hanya disebutkan Kementerian Pariwisata.
Untuk menampung aspirasi para musisi dan mereka yang bergerak di dunia industri kreatif, maka dibentuk badan baru yang disebut Badan Ekonomi Kreatif.
Tujuan BEK
Presiden Jokowi ketika memberi sambutan di FFI di Palembang, Sumatera Selatan, (6/12/2014) mengemukakan bahwa akan segera membentuk Badan Ekonomi Kreatif yang bertugas memfasilitasi industri kreatif perfilman Indonesia. Menurut Jokowi, karya film nasional sangat penting karena merepresentasikan wajah bangsa. Menurut Jokowi, "Karya film kita adalah wajah bangsa,"
Lebih lanjut Jokowi mengatakan, pemerintah ingin membangun kesadaran dan apresiasi hak kekayaan intelektual. Itulah yang menjadi tujuan pembentukan Badan Ekonomi Kreatif.
"Kami ingin bangun kesadaran dan apresiasi hak kekayaan intelektual dan dalam 1 bulan kami proses Badan Ekonomi Kreatif dan badan ini langsung di bawah presiden," ujar Jokowi.
Jokowi juga meminta kepada Menteri Pariwisata untuk mendukung penuh perfilman Indonesia. "Nanti diingat-ingat kalau dukungannya nggak total, tolong saya dibisiki, ini serius. Pemerintah dukung perfilaman kita ini kekuatan ekonomi kreatif kita," tegas dia (Detikcom, 6/12/2014).
Tidak Dapat Anggaran
Menjelang Rapat Parpurna DPR RI untuk mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN P), saya hadir di lobby ruang paripurna DPR RI (13/2/2015) untuk bertemu teman-teman anggota DPR RI dari berbagai fraksi.
Saya diajak ngopi sambil berbincang tentang APBN P. Saya amat terkejut, dalam APBN P Badan Ekonomi Kreatif (BEK) Republik Indonesia yang pada 26 Januari 2015 diresmikan Presiden Jokowi sama sekali tidak mendapat alokasi anggaran dalam APBN P.
Informasi itu, menurut saya valid karena yang memberitahu adalah teman-teman anggota DPR dari komisi X yang merupakan mitra kerja BEK RI.
Pertanyaannya, mengapa BEK tidak mendapat alokasi anggaran? Pertama, tidak ada yang memperjuangkan. Nampaknya Kepala BEK hebat dalam bidangnya, tetapi tidak memiliki teman dan jaringan politik di parlemen.
Kedua, institusi yang memperjuangkan naiknya Triawan Munaf menjadi kepala BEK adalah Projo. Projo dikenal publik sebagai relawan Jokowi dalam Pilpres 2014, yang baru saja membuat sensasi berita akan mendirikan partai baru sebagai kendaraaan politik Presiden Jokowi. Berita tersebut tentu saja tidak disukai, sehingga BEK yang dipimpin Triawan Munaf, tidak mendapat dukungan politik dari partai manapun di parlemen.
Kesimpulan
Merupakan realitas politik bahwa parlemen Indonesia dikuasai Koalisi Merah Putih. Mereka mengendalikan semua lini dalam pembahasan APBN karena mereka pimpinannya dan mereka mayoritas di parlemen.
Untung saja, Presiden Jokowi berhasil melakukan konsolidasi politik dan sukses merangkul Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat menjadi satu dalam pembahasan APBN P sehingga dalam waktu singkat APBN P bisa selesai dibahas dan disahkan menjadi UU APBN P pada 13 Februari 2015.
Dalam kondisi politik di parlemen seperti sekarang, sangat sulit jika menteri atau pejabat yang ditunjuk memimpin suatu lembaga negara, tidak memiliki jaringan di kedua kekuatan politik di parlemen. Jaringan itu tidak bisa dibangun dalam sekejap, karena akan bersifat transaksional.
Kalau melakukan politik transaksional, maka hanya menunggu waktu untuk masuk buih (penjara).
Yang paling baik, efektif dan sangat menolong untuk mengemban amanah yang dipercayakan jika kita mempunyai jaringan trans partai politik yang terbangun berdasarkan hubungan emosional, seperti sesama alumni dari berbagai organisasi, universitas, sesama aktivis dan sebagainya.
Semua fraksi di parlemen dari berbagai partai politik, kita mempunyai kawan, sehingga bisa menjadi entry point atau jembatan untuk berhubungan akrab dan bekerjasama dengan semua anggota parlemen secara positif dan bertanggung jawab.
Nampaknya, kepala BEK walau didukung penuh Presiden Jokowi, tetapi tidak mempunyai jaringan sama sekali di parlemen, sehingga menjadi apes - tidak mendapat anggaran untuk melaksanakan program kerja yang dipercayakan kepadanya.
Allahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H