[caption caption="Musni Umar dan Ketua Bawaslu DKI Jakarta"][/caption]
Konflik antara DPRD DKI vs Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang populer dengan panggilan Ahok, akan memasuki babak baru karena DPRD DKI Jakarta pada hari ini 26 Februari 2015 akan melaksanakan rapat paripurna DPRD DKI Jakarta untuk pengesahan hak angket.
Hak angket adalah hak yang dimiliki anggota parlemen termasuk anggota DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap sebuah kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
DPRD DKI Jakarta mau melakukan hak angket untuk menyelidiki Gubernur Ahok yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan, karena menyerahkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta tahun 2015 kepada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang tidak dibahas dan disepakati dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta.
Publik Tidak Suka Ada Konflik
Merupakan hak konstitusional DPRD DKI Jakarta melakukan hak angket terhadap Gubernur Ahok, karena hak angket merupakan sarana untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif.
Akan tetapi, pelaksanaan hak angket, suka tidak suka dan mau tidak mau, pasti menimbulkan konflik baru. Dalam teori, setidaknya terdapat dua pandangan dalam melihat tentang konflik.
Pertama, pandangan konvensional (tradisional) yang menganggap bahwa konflik harus dihindari dan tidak boleh dilakukan karena merusak dan menimbulkan mudarat. Rezim Orde Baru, termasuk yang menganut teori konvensional karena mengharamkan adanya konflik, sehingga setiap muncul konflik, akan dibasmi karena dianggap mengganggu stabilitas nasional yang menjadi salah satu trilogi pembangunan.
Kedua, pandangan kontemporer (modern), yang beranggapan bahwa konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Sejak manusia ada di dunia, konflik sudah ada. Maka konflik tidak bisa dielakkan. Yang bisa dilakukan adalah mengeliminasi supaya konflik yang terjadi, tidak menimbulkan kerusakan dan kehancuran.
Pandangan kontemporer menjelaskan bahwa konflik tidak seluruhnya negatif, bahkan konflik bisa menciptakan integrasi yang lebih kukuh sesudah konflik. Walaupun begitu, mayoritas rakyat Indonesia, termasuk di DKI Jakarta sudah telanjur berpandangan bahwa konflik tidak ada manfaatnya, hanya menimbulkan kebencian, permusuhan, kerugian, dan kemudaratan.
Oleh karena itu, publik tidak suka kalau para pemimpin, apalagi DPRD dan Gubernur Ahok berkonflik, karena pada akhirnya yang rugi dan korban adalah rakyat. Pepatah mengatakan “gajah berkelahi, pelanduk mati di tengah-tengah".
Prihatin Ada Konflik
Sebagai sosiolog, yang menjadi penyambung lidah masyarakat, tidak ingin mendukung dan menyalahkan kedua gajah di DKI Jakarta yang sedang berkelahi.
Saya hanya ingin menyampaikan pandangan dari mayoritas warga DKI Jakarta tentang konflik DPRD DKI Vs Gubernur Ahok. Pertama, mayoritas warga DKI Jakarta tidak “happy”, karena pembangunan di DKI Jakarta pasti tidak akan maksimal dilaksanakan.
Kedua, memberikan contoh yang buruk dalam pengamalan demokrasi. Sejatinya DPRD DKI dan Gubernur Ahok kompak dan bersinergi dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di DKI Jakarta.
Ketiga, DPRD DKI dan Gubernur Ahok, sebaiknya menahan diri - tidak saling menyerang dan semakin memperkeruh keadaan karena mayoritas warga DKI Jakarta, masih hidup susah. Apalagi akhir-akhir ini harga sembako melambaung harganya. Kalau konflik, maka agenda menyejahtrerakan rakyat akan berbengkalai.
Keempat, perbedaan antara DPRD DKI dengan Gubernur Ahok pasti ada, tetapi yang harus ditonjolkan adalah persamaan yang pasti lebih banyak ketimbang perbedaan.
Persamaan yang mutlak dikedepankan adalah mewujudkan tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kelima, pentingnya mengutamakan dialog, meredam emosi dan menumbuhkan saling mempercayai antara seluruh pimpinan dan anggota DPRD DKI dengan Gubernur Ahok, Wakil Gubernur dan seluruh jajarannya. Kalau ada masalah, sebaiknya dikomunikasikan dengan baik, jangan diluapkan ke publik melalui media karena akan semakin menimbulkan ketegangan dan perseteruan.
Allahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H