Masyarakat semakin kritis dalam menilai kinerja pemerintah, para pejabat publik, dan sistem politik itu sendiri. Di satu sisi, terdapat keinginan besar untuk perubahan yang lebih baik, namun di sisi lain, dinamika kekuasaan yang sering kali kompleks dan sarat kepentingan menimbulkan kekecewaan dan skeptisisme publik.Â
Politik saat ini menjadi sorotan utama di berbagai negara, termasuk Indonesia.Artikel ini mencoba menguraikan beberapa aspek penting dari kondisi politik saat ini, mulai dari polarisasi masyarakat, krisis kepercayaan, hingga tantangan dan harapan untuk perubahan.
Mengenai Polarisasi politik menjadi salah satu fenomena utama yang mewarnai lanskap politik modern. Polarisasi ini tercermin dalam pemilihan umum, isu-isu kebijakan publik, hingga opini masyarakat terhadap partai dan tokoh politik. Di Indonesia, perbedaan pandangan politik ini sering kali melibatkan emosi dan loyalitas tinggi terhadap figur politik atau partai tertentu.Â
Media sosial semakin mempertegas perpecahan ini, karena menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyuarakan pandangan mereka, terkadang tanpa memperhatikan keberimbangan informasi.
Polarisasi ini memiliki dampak negatif bagi kohesi sosial. Masyarakat terpecah dalam kelompok-kelompok yang saling bertentangan, bahkan memunculkan sikap intoleransi terhadap pihak yang berbeda pandangan.Â
Dalam konteks demokrasi, perbedaan pendapat tentu merupakan hal yang sehat dan wajar. Namun, ketika perbedaan tersebut melahirkan kebencian, maka politik kehilangan esensinya sebagai sarana mencapai kesejahteraan bersama. Jika tidak dikelola dengan baik, polarisasi ini berpotensi mengganggu stabilitas nasional.
Bahkan Sampai Krisis kepercayaan publik terhadap institusi politik bukanlah hal baru. Di berbagai negara, survei menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, parlemen, dan partai politik semakin menurun.Â
Fenomena ini juga terjadi di Indonesia, di mana kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan pejabat publik terus mengikis kepercayaan masyarakat. Kasus korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan, bahkan yang seharusnya menjadi contoh, menciptakan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat.
Krisis kepercayaan ini menciptakan tantangan besar bagi keberlanjutan demokrasi. Ketika rakyat kehilangan kepercayaan terhadap sistem, mereka cenderung tidak berpartisipasi aktif dalam proses politik, seperti pemilihan umum atau partisipasi publik dalam kebijakan. Padahal, partisipasi aktif merupakan salah satu komponen utama dalam membangun demokrasi yang sehat.Â
Jika krisis kepercayaan ini dibiarkan, maka dampaknya bisa berujung pada rendahnya legitimasi pemerintahan dan munculnya gejala apatisme politik.
Dalam politik, kebijakan publik sering kali menjadi arena utama bagi tarik-menarik kepentingan. Di satu sisi, pemerintah dituntut untuk membuat kebijakan yang pro-rakyat dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat.Â
Namun di sisi lain, berbagai kepentingan dari kelompok tertentu sering kali memengaruhi kebijakan tersebut. Terkadang, kebijakan yang diambil tidak mencerminkan aspirasi masyarakat luas, melainkan lebih menguntungkan kelompok tertentu yang memiliki pengaruh kuat dalam pemerintahan.
Fenomena ini terlihat dalam berbagai sektor, seperti ekonomi, pendidikan, lingkungan, hingga kesehatan. Misalnya, dalam sektor ekonomi, regulasi yang cenderung memihak pada korporasi besar kerap kali menciptakan ketimpangan ekonomi dan merugikan usaha kecil.Â
Kebijakan yang pro-lingkungan sering kali juga terhambat karena tekanan dari kelompok bisnis yang memiliki kepentingan. Situasi ini menimbulkan ketidakadilan di tengah masyarakat, terutama bagi kelompok yang secara ekonomi dan sosial berada dalam posisi yang lebih lemah.
Saat ini Era digital telah membawa perubahan signifikan dalam praktik politik. Teknologi informasi, terutama media sosial, telah menciptakan ruang baru bagi masyarakat untuk mengekspresikan pandangan politik, menyampaikan aspirasi, hingga melakukan protes.Â
Namun, era digital juga membawa tantangan tersendiri, seperti penyebaran informasi palsu (hoaks), ujaran kebencian, dan manipulasi opini publik. Kebebasan berekspresi di internet bisa saja berbalik menjadi alat yang merusak demokrasi jika tidak dikelola dengan baik.
Fenomena hoaks dan disinformasi berpotensi memperburuk polarisasi politik. Informasi yang tidak benar dapat mempengaruhi persepsi publik dan membuat masyarakat menjadi tidak kritis dalam menyikapi isu-isu politik. Pada saat yang sama, media sosial juga sering kali menjadi sarana bagi para aktor politik untuk membentuk opini publik sesuai kepentingan mereka. Akibatnya, masyarakat menjadi mudah terbawa arus opini yang belum tentu benar, yang dapat memicu konflik di dunia nyata.
sampai pada situasi politik yang penuh dinamika ini, harapan untuk reformasi politik tetap ada. Masyarakat kini semakin sadar akan pentingnya sistem politik yang bersih, transparan, dan akuntabel. Desakan untuk mengatasi masalah korupsi, memperkuat transparansi anggaran, dan menegakkan aturan hukum menjadi harapan utama dari rakyat.Â
Generasi muda, khususnya, memainkan peran penting dalam membawa aspirasi ini, karena mereka lebih kritis, berpendidikan, dan memiliki akses terhadap informasi yang lebih luas.
Reformasi politik ini diharapkan bisa menciptakan sistem yang lebih adil dan inklusif, di mana setiap suara masyarakat dihargai dan kepentingan rakyat menjadi prioritas utama. Namun, perubahan ini tentu memerlukan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, partai politik, dan masyarakat itu sendiri. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat, harapan untuk reformasi politik hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi.
Salah satu harapannya adalah membangun politik yang beretika dan berintegritas merupakan  tujuan besar yang diimpikan oleh banyak masyarakat. Di tengah banyaknya kasus penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, etika politik sering kali menjadi hal yang diabaikan. Padahal, etika dalam politik adalah dasar penting untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Etika politik mencakup integritas, tanggung jawab, kejujuran, dan kepedulian terhadap kepentingan publik.
Dalam konteks ini, pendidikan politik menjadi sangat penting, terutama untuk menciptakan generasi pemimpin yang memiliki karakter dan integritas. Pendidikan politik yang baik akan menanamkan nilai-nilai etika kepada generasi muda, sehingga mereka tidak hanya mengejar kekuasaan, tetapi juga memahami tanggung jawab besar yang menyertai posisi tersebut.
Media memiliki peran penting dalam mengawal jalannya politik. Media merupakan penghubung antara pemerintah dan masyarakat, serta menjadi pengawas terhadap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh para pejabat. Di era digital, media online dan media sosial memiliki kekuatan yang luar biasa dalam membentuk opini publik dan mengarahkan diskusi politik. Namun, media juga harus tetap menjunjung tinggi prinsip jurnalisme yang objektif dan netral, agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar dan akurat.
Namun, saat ini media juga dihadapkan pada tantangan tersendiri. Beberapa media memiliki afiliasi politik atau kepentingan bisnis yang dapat mempengaruhi pemberitaan mereka. Akibatnya, independensi media sering kali dipertanyakan, dan masyarakat menjadi skeptis terhadap informasi yang mereka terima. Dalam kondisi ini, penting bagi masyarakat untuk lebih selektif dan kritis dalam mengonsumsi informasi dari berbagai sumber.
Politik saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, mulai dari polarisasi, krisis kepercayaan, hingga pengaruh era digital yang membawa peluang sekaligus tantangan. Di balik semua dinamika ini, terdapat harapan yang besar dari masyarakat untuk perbaikan. Reformasi politik, etika dan integritas dalam pemerintahan, serta pendidikan politik yang baik adalah beberapa solusi yang dapat mengatasi permasalahan politik saat ini.
Namun, perubahan ini tidak akan terjadi secara instan. Masyarakat perlu berperan aktif dalam mengawasi, mengkritisi, dan memberikan masukan kepada pemerintah dan pejabat publik. Jika semua pihak, baik pemerintah, lembaga politik, media, dan masyarakat dapat bekerja sama, maka bukan tidak mungkin masa depan politik yang lebih bersih, transparan, dan beretika bisa terwujud.
Pada akhirnya, politik seharusnya tidak hanya menjadi arena perebutan kekuasaan, tetapi juga sarana untuk membangun kesejahteraan bersama. Masyarakat menginginkan politik yang lebih jujur, adil, dan berpihak pada kepentingan publik. Dengan komitmen dari semua pihak, kita bisa mengubah wajah politik yang sering kali kelam menjadi sesuatu yang lebih bermakna dan bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa.
Pengamat PolitikÂ
Ahd Zulfikri Nasution
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H