Mohon tunggu...
Muslim Ramli
Muslim Ramli Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kota Kuali yang Tidak Lagi Mati

13 September 2018   13:21 Diperbarui: 15 September 2018   20:17 1784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: kodesingkatan.com

"Sejak 1894 kereta api ini dulu mengangkut batubara dari Sawahlunto ke Pelabuhan Teluk Bayur," katanya. Tidak hanya Afrijal, kebanyakan dari penduduk yang saya jumpai mampu menjelaskan sejarah dan kejadian masa lampau secara detail tentang kota ini.

Bukan saja Mak Itam dan Lobang Suro yang membuat kota ini unik. Kalau kita berdiri dari atas Bukit Cemara atau sekedar mengelilingi kota, rasanya kita memang sedang berada dalam "Belanda Kecil". Sebagian bangunannya masih asli dan berarsitektur Belanda. Rumah, hotel, toko, gereja, dan beberapa bangunan pemerintahan lainnya.

Pagi itu, minggu kedua dibulan Juni tahun lalu Amran Nur menjabat erat tangan saya. Kami bertemu di gedung SDLB kabupaten tersebut. Selain Kepala Dinas Pariwisata, Tun Huseno, Amran Nur ikut datang. Dia senang menjelaskan tentang kotanya kepada tamu yang datang dari luar provinsi. Dia sendiri cerita tentang asal muasal Sawahlunto.

Pada abad ke-19 nama kota ini mencuat kepermukaan dunia internasional, terutama Belanda yang saat itu sedang melakukan penjajahan di negeri ini.

Seorang arkeolog Belanda bernama Willem Hendrik de Greve menemukan potensi batubara yang cukup besar di sungai Ombilin, salah satu sungai di kota itu. Temuan itu dilaporkan ke Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1868-1872. Penelitian kedua gagal dilakukan lantaran Greve terseret arus Sungai Ombilin dan meninggal pada 22 Oktober 1872.

Singkat cerita, penambangan batu bara mulai dikerjakan Belanda tahun 1880 di lapangan Sungai Durian. Tahun 1892, produksi perdana batu bara Sawahlunto mencapai 48.000 ton. Pengangkutan batu bara ketika itu menggunakan kereta api. Salah satu kereta api yang digunakan adalah Mak Itam.

Kejayaan tambang batu bara zaman Belanda masih tersisa dalam sejumlah bangunan, seperti silo. Silo berbentuk tiga silinder besar yang berfungsi sebagai penimbun batu bara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke Pelabuhan Teluk Bayur. Silo masih berdiri kokoh di tengah kota ini kendati tidak berfungsi apa-apa selain sebagai monumen yang mengingatkan kejayaan batu bara di Sawahlunto ketika itu.

Inilah Belanda Kecil, kota tempat orang-orang rantai dulunya dibantai. Tempat moyang kita menderita. Kini mereka berhasil mengemasnya menjadi sebuah peninggalan sejarah yang memukau. Berhasil meningkatkan peradaban tentang marwah negara kita. Kota Arang yang jaya dengan batubara. Amran Nur berhasil membuktikan bahwa kini Kota Kuali, bukan lagi kota mati!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun