Sambil menunggu istriku berbelanja di pusat grosir, aku nongkrong depan warung kopi. Aku memesan sebungkus kripik singkong dan sebotol kecil Le Minerale. Aku duduk di samping tukang rujak buah yang kebetulan lagi ngopi juga di situ.
Di jalan sempit depan kita, lalu lalang orang lewat. Ibu-ibu yang akan belanja mendominasi pemandangan kita. Tampak dari kejauhan tiga orang tukang parkir sibuk mengatur motor dan mobil depan pusat grosir. Hiruk pikuk pembeli jajanan pinggir jalan juga tampak semarak.
Perhatianku tertuju pada sesosok pria paruh baya yang akan melintas di depan kita. Tampaknya berusia sekitar 60 atau 70. Jalannya sudah agak sempoyongan.
“Itu pak Herman. Tetanggaku mantan hakim di Cianjur”, kata tukang rujak buah di sampingku.
“Dulu dia orang penting di Cianjur, tapi ada lagi atasannya. Mungkin dia orang terpenting ke dua di kantor hukum”, katanya.
“Sekarang udah jadi masyarakat biasa, ya a?”, kataku menanggapi aa tukang tukang rujak buah yang tampak masih muda. Sekitar 30 an kelihatannya.
“Dia orang yang sangat berjasa dalam hidupku…”. Begitu dia mengawali ceritanya.
Dia kisahkan ketika pernah membayar suatu kasus sidang kehilangan motor. Dia membayar hakim itu sebesar tiga juta setelah sidang kasus motornya selesai. Baginya uang tiga juta tidaklah berarti dibandingkan kebahgiannya. Motor Honda Scoopy-nya yang baru kembali ke panggkuannya.
Lalu Dia mengenangkan kisah kehilangan motornya kepadaku. Waktu itu Dia sedang asyik ngenet di sebuah warnet di Cianjur. Ada sesuatu yang barang dia cari secara online.
Di parkiran, motor Scoopy kesanyangannya dikunci biar aman. Kunci stang lagi. Tidak lupa memutar tutup lubang kuncinya. Pokoknya aman menurutnya.
Usai ngenet, diapun mau meninggalkan warnet. Ya Allah, betapa terkejutnya dia menyaksikan motor baru kesayangannya raib. Pening rasanya kepala. Dunia serasa berputar. Dia Tarik nafas Panjang mencoba menenangkan. Dia hubungi operator warnet. Lalu menjelaskan bahwa dia kehilangan motor. Operator warnet terkejut.