Gadis Hutan dan Pemuda Triliuner
Malam semakin pekat di kaki gunung. Di tengah hutan lebat, Dinda, seorang gadis desa yang hidup sederhana, memikul hasil hutan berupa rotan dan daun pandan. Ia tinggal di desa kecil yang dikelilingi gunung dan hutan. Kehidupannya penuh perjuangan, tapi Dinda selalu bersyukur.
Hari itu, saat ia sedang berjalan menuju kampung, tiba-tiba terdengar suara aneh dari sebuah gua. Dengan keberanian yang terkumpul, ia mendekat. Dari dalam gua, terdengar suara lirih seorang pria meminta tolong.
"Siapa di sana?" teriak Dinda sambil memegang obor kecilnya.
"Aku... terjebak," suara itu terdengar lemah.
Dinda masuk perlahan, cahaya obornya menyapu ruangan gua yang dingin dan basah. Di sana, seorang pemuda dengan pakaian mahal terlihat bersandar di dinding, kaki kirinya terjebak di antara batu-batu besar.
Tanpa berpikir panjang, Dinda mendekat. "Aku akan membantumu, tunggu sebentar," katanya. Dengan segenap tenaga, ia berusaha menggeser batu-batu itu. Setelah beberapa menit, akhirnya kaki pemuda itu bebas.
"Terima kasih. Aku... Adrian," ucap pemuda itu lemah sambil mencoba berdiri.
Dinda membantunya berjalan keluar gua. Ia menyadari bahwa pemuda itu bukan orang biasa. Wajahnya bersih dan tampan, tangannya halus, dan jam tangan di pergelangan tangannya tampak sangat mahal.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Dinda saat mereka berjalan.
"Aku tersesat saat melakukan pendakian. Aku datang ke daerah ini untuk survei lokasi bisnis."
"Bisnis? Oh, kau pasti orang kota," jawab Dinda polos.
Adrian hanya tersenyum. Dia kagum pada gadis ini, yang tanpa ragu menolongnya meskipun mereka tak saling kenal. Dinda kemudian mengantar Adrian ke desanya dan membiarkannya beristirahat di rumahnya yang kecil.
Hari-Hari Bersama
Beberapa hari berlalu, dan Adrian mulai pulih. Sambil menunggu tim penyelamatnya datang, ia banyak menghabiskan waktu bersama Dinda. Mereka berbicara tentang kehidupan masing-masing.
"Aku hanya gadis miskin," kata Dinda suatu hari.
"Dan aku triliuner," jawab Adrian sambil tertawa kecil.
Dinda mengira Adrian bercanda. Namun, dari ceritanya, ia mulai mengerti bahwa Adrian adalah pemilik perusahaan besar. Meski begitu, Adrian tak pernah bersikap sombong. Ia bahkan membantu Dinda menganyam tikar pandan, sesuatu yang baru baginya.
Hari-hari itu membuat Adrian melihat kehidupan dari sisi yang berbeda. Sementara Dinda, meski awalnya merasa minder, mulai nyaman dengan kehadiran Adrian.
Cinta yang Tumbuh
Ketika tim Adrian akhirnya datang menjemput, ia merasa berat meninggalkan desa itu, terutama Dinda. Sebelum pergi, Adrian memegang tangan Dinda dan berkata, "Aku akan kembali. Tunggu aku."
Dinda mengangguk, meskipun hatinya ragu. Bagaimana mungkin seorang triliuner seperti Adrian benar-benar kembali untuk seorang gadis miskin sepertinya?
Namun, Adrian menepati janjinya. Dua bulan kemudian, ia datang ke desa itu, kali ini dengan membawa hadiah untuk Dinda dan keluarganya. Namun, yang paling mengejutkan adalah ia melamar Dinda di depan orang-orang desa.
"Dinda, kau bukan hanya menolongku di hutan itu. Kau menyelamatkan hatiku. Aku ingin kau menjadi istriku."
Air mata Dinda mengalir. Ia tak pernah membayangkan momen seperti ini. Dengan suara lirih, ia menjawab, "Ya."
Epilog
Dinda dan Adrian menikah sederhana di desa itu. Setelah pernikahan, Adrian membawa Dinda ke kotanya, memperkenalkan dunia baru yang tak pernah ia bayangkan. Meski begitu, Dinda tetap menjadi gadis sederhana yang rendah hati.
Cinta mereka menjadi bukti bahwa perbedaan status bukan penghalang untuk bersatu, asalkan hati saling memahami dan menghargai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H