Pak Wirya merasa makin asing. Ia melangkah keluar dengan perut kosong, lalu melihat seorang anak kecil menangis di pinggir jalan. Dengan refleks, ia mendekati anak itu dan bertanya apa yang terjadi. Ternyata, anak itu kehilangan ibunya di keramaian. Pak Wirya, yang terbiasa hidup di desa dengan rasa kebersamaan, membantu mencari si ibu.
Setelah beberapa waktu, ia menemukan si ibu sedang panik di depan sebuah pusat perbelanjaan besar. Sang ibu berterima kasih dan menawarkan Pak Wirya segelas minuman dari sebuah kafe modern. Saat menyeruput minuman itu, Pak Wirya bingung dengan rasa manis dingin yang belum pernah ia rasakan.
"Ini teh apa?" tanyanya polos.
"Itu bubble tea, Pak," jawab si ibu sambil tertawa kecil.
Hari itu, Pak Wirya mulai memahami sedikit kehidupan di masa kini. Namun, rasa rindu pada desanya yang tenang membuatnya ingin kembali. Ia mencari mesin waktu yang membawanya ke dunia ini, tapi mesin itu sudah hilang.
Akhirnya, Pak Wirya memutuskan untuk tinggal sementara, belajar tentang teknologi, budaya, dan cara hidup modern. Ia bertemu banyak orang yang terkesan dengan kejujurannya dan cerita tentang masa lalu. Pak Wirya pun menjadi pengingat hidup bahwa kemajuan teknologi seharusnya tak melupakan nilai-nilai kebersamaan dan kesederhanaan.
Di suatu malam, saat merenung di sebuah taman kota, ia mendengar suara dengung familiar. Ia menoleh dan melihat mesin waktu yang dulu membawanya ke sini. Kali ini, ia tahu, inilah saatnya kembali ke desanya.
Saat mesin itu menghilang di tengah malam, Pak Wirya meninggalkan kesan mendalam pada semua orang yang pernah bertemu dengannya. Bagi mereka, ia adalah sosok unik dari masa lalu yang datang untuk mengingatkan pentingnya menghargai nilai-nilai manusia di tengah kemajuan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H