"Tersesat di Dunia Masa Kini"
Di sebuah desa terpencil pada tahun 1924, hidup seorang pria bernama Pak Wirya. Ia adalah seorang pandai besi yang dihormati di desanya. Suatu hari, saat menggali di hutan untuk mencari bijih besi, Pak Wirya menemukan sebuah benda aneh berbentuk seperti cangkang keong besar dengan pintu di sampingnya. Rasa penasaran membuatnya masuk.
Di dalam, ada deretan tombol dengan tulisan-tulisan aneh. Meskipun buta huruf, Pak Wirya memberanikan diri menekan tombol besar berwarna merah. Seketika, mesin itu berdengung keras, dan cahaya terang menyelimutinya. Dalam hitungan detik, ia mendapati dirinya berada di tempat yang sama---tapi segalanya tampak berbeda.
Pepohonan hilang, digantikan bangunan beton tinggi. Jalanan dipenuhi kendaraan beroda yang melaju tanpa suara kuda. Orang-orang berpakaian aneh berjalan sambil sibuk memandangi benda pipih bercahaya di tangan mereka. Pak Wirya kebingungan. Ia mencoba bertanya pada seorang pemuda yang lewat.
"Permisi, tuan, ini desa mana?" tanya Pak Wirya sopan.
Pemuda itu menatap Pak Wirya dengan bingung. "Ini kota Jakarta, Pak. Bapak dari mana, kok bajunya kaya di film zaman Belanda?"
Pak Wirya tertegun. Jakarta? Tapi ia tak mengenali apa pun. Suara bising kendaraan, udara yang dipenuhi bau asing, dan orang-orang yang berjalan cepat tanpa saling menyapa membuatnya merasa tersesat.
Ia berjalan memasuki sebuah minimarket. Melihat rak-rak penuh barang, ia kagum. "Pasar tanpa pedagang?" gumamnya. Ketika ia mencoba mengambil sebungkus roti, seorang kasir mendekat.
"Bapak mau bayar pakai uang atau QR code?" tanya kasir.
Pak Wirya kebingungan. "QR apa? Saya punya uang koin..." Ia menunjukkan sekeping uang logam dari tahun 1924.
Kasir itu menggeleng sambil tersenyum. "Wah, ini barang antik, Pak. Nggak bisa buat belanja."