Batik merupakan seni adiluhung yang sudah terkenal sejak lama. Hampir setiap wilayah mempunyai corak batik yang khas. Perkembangan dunia batik tidak hanya dari corak dan warnanya saja, tetapi juga alat dan bahan yang digunakan. Di tangan Qorry Oktaviani, bahan alami dari Jambi hadir dalam corak batik yang khas.
Salah satu desain batik yang cukup terkenal dari Jambi adalah corak Angso Duo. Qorry Oktaviani merupakan alumni dari Fakultas Pendidikan jurusan Biologi Universitas Andalas atau Unand. Perempuan kelahiran 3 Oktober 1994 ini mengembangkan Mangrove sebagai bahan pewarna alami untuk batik.
Ketertarikan Qorry Oktaviani pada Mangrove
Mangrove merupakan tumbuhan yang multifungsi. Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di pinggir pantai ini mempunyai akar yang kuat sehingga dapat menahan abrasi dan gelombang yang memecah daratan. Selain itu, lingkungan mangrove sangat cocok untuk perkembangan aneka jenis Binatang.
Cukup banyak masyarakat yang membudidayakan ikan di perairan payau, atau pertemuan antara air laut dan air darat di sela-sela tumbuhan mangrove. Qorry Oktaviani pun mencoba untuk mengembangkan tumbuhan satu ini di Pangkal Babu, Tungkal Ilir, Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Sebenarnya perempuan yang sangat mencintai lingkungan ini sudah lama berkecimpung dengan mangrove. Berawal dari saat Qorry melakukan kuliah lapangan yang kemudian dilanjutkan setelah lulus bekerja sebagai fasilitator di NGO WARSI, yang menempatkannya di daerah yang kaya akan mangrove.
Saat itu pemanfaatan mangrove masih sangat terbatas. Masyarakat baru menggunakan tumbuhan yang mempunyai banyak akar tersebut untuk bahan bangunan ketika membuka lahan saat membuat tambak. Sementara Qorry paham bahwa dengan penanganan yang tepat, mangrove bisa memberi manfaat ekonomi yang lebih besar.
Awal Qorry mengajak masyarakat untuk memanfaatkan mangrove tidak langsung menjadikannya pewarna. Qorry mengajak masyarakat untuk mengolah hasil alam secara maksimal dan berkelanjutan dengan meminimalkan sampah dan bahan yang tidak digunakan.
Perempuan enerjik ini mulai mengajak warga untuk mengolah udang menjadi aneka jenis makanan, termasuk kerupuk. Pengolahan hasil laut ini dapat mendongkrak perekonomian masyarakat. selanjutnya, Qorry tertarik dengan kayu mangrove yang tidak hanya estetik tetapi mempunyai nilai ekologi.
Membentuk Kelompok Batik Pangkalan Babu
Membatik sudah lama menjadi aktivitas ibu-ibu yang tinggal di Pangkalan Babu untuk membantu perekonomian keluarga. Tahun 2020 Qorry mulai melakukan pendampingan dengan membentuk kelompok pembatik dan mengenalkan pewarna alami dari bahan kulit mangrove.
Seiring berjalannya waktu, Qorry melihat bahwa kulit kayu bakau yang merupakan tumbuhan mangrove dan buah pidada bisa menghasilkan warna alami yang menarik. Warna ini yang kemudian digunakan untuk mengganti pewarna untuk batik yang sebelumnya digunakan oleh masyarakat.
Dengan menggunakan pewarna alami, hasil gambar yang dihasilkan terlihat semakin menarik dan natural. Inisiatif penggunaan mangrove dan buah pidada bertujuan untuk memperkenalkan konsep "Konservasi Mangrove dalam Selembar Batik."
Berawal dari 10 anggota dan resmi terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, kini kelompok binaan Qorry semakin berkembang. Untuk menciptakan ciri khas, batik yang dihasilkan berupa gambar burung bangau, pohon bakau, bunga pidada, dan tumbuhan khas lainnya yang menjadi pemandangan rutin warga sekitar.
Meski mengalami keterbatasan dana dan peralatan, Qorry dan kelompok pembatik di Tanjung Jabung Barat ini tidak patah semangat. Proses pembuatan pola dan proses membatik masih tradisional, menggunakan cap kardus dari bahan bekas.
Sampai saat ini batik Mangrove dari Pangkal Babu telah dikenal luas di berbagai event daerah dan nasional dengan menghadirkan 17 motif batik yang diproduksi kelompok batik ini. Jumlah batik yang dihasilkan pun setiap bulan terus bertambah, saat ini mencapai sekitar 35 lembar batik per bulan.
Harga batik yang dihasilkan cukup bervariasi, untuk batik tulis yang proses pembuatannya membutuhkan waktu berminggu-minggu dijual dengan harga Rp300.000-Rp350.000. Sedangkan untuk batik cap dijual dengan harga antara Rp135.000-Rp180.000.
Tidak hanya menciptakan produk yang mempunyai ciri khas baru, batik dengan bahan mangrove turut melestarikan budaya dan menjaga lingkungan dengan pemanfaatan setiap bagian tumbuhan bakau secara maksimal.
Mengangkat perekonomian Tanjung Jabung Barat
Berkat keuletan dan kegigihan dari Qorry, kini Tanjung Jabung Barat mempunyai produk unggul yang baru, yaitu batik dengan pewarna alami dari bahan mangrove. Hasil dari ketekunan Qorry tidak hanya bisa dinikmati oleh sarjana dari Universitas Andalas ini, tetapi juga oleh masyarakat yang saat ini pendapatannya terus meningkat.
Batik mangrove juga sudah membantu meningkatkan perputaran ekonomi Tanjung Jabung Barat dan menambah pemasukan bagi banyak sektor. Hasil usaha Qorry membuktikan bahwa dari bahan yang sebelumnya dianggap sampah, ternyata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dari ketekunannya tersebut, Qorry mendapat penghargaan Satu Indonesia Award dari Astra yang merupakan apresiasi untuk anak muda yang dapat membawa perubahan. Tidak hanya Qorry, Anda pun bisa berkontribusi langsung untuk perkembangan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H