Terdengar mustahil ketika mendengar kisah sukses para pengusaha yang memulai bisnisnya dengan modal the power of kepepet. Tetapi nyatanya, kemustahilan itu hanyalah milik orang-orang yang berputus asa. Sebab, kreativitas acapkali muncul dari kondisi yang mendesak. Mereka menjadikan keadaan terdesak atau kepepet ini sebagai obat mujarab untuk bangkit memperbaiki keadaan. Sebut saja Dewa Eka Prayoga, pebisnis yang mendapat julukan Dewa Selling ini juga memulai bisnisnya dari modal kepepet.
Mulai dari usia 17 tahun, Dewa sudah merasakan betapa keras kehidupan dunia mendidiknya. Tak hanya putus kuliah, tetapi ia juga harus berutang jutaan rupiah untuk memperbaiki rumahnya yang terkena longsor. Bahkan usianya menginjak 24 tahun, Dewa sudah berhasil membangun 15 bisnis. Tetapi bisnis yang dibangun pun mengalami kebangkrutan.
Hingga kalimat dari Dahlan Iskan Habiskan jatah gagalmu saat masih muda ini mendorongnya untuk terus berjuang di usia muda, sekalipun nanti akan ada kegagalan kedua, ketiga dan seterusnya. Dan terbukti, keberanian Dewa mengambil risiko walaupun modalnya kepepet, kini Ia pun bisa menikmati hasil dari kegigihannya yang tidak ingin menyerah dengan cepat.Â
Kisah yang mirip dengan Dewa di atas, juga dialami oleh perempuan bernama Ida Dwi Kurniastuti, pemilik bisnis fesyen Dayinta yang cukup ternama di desa Lamongan. Juga ngehits di kalangan ibu-ibu penyuka fesyen modern khas milenial.
Meski perjuangannya dalam membangun bisnis tidak seberat yang Dewa Eka alami. Tetapi perempuan sederhana asal kota Lamongan ini, juga memiliki jiwa nekad yang patut diacungi jempol. Tak ada yang menyangka, jika bisnis fesyen yang diberi nama Dayinta, yang berdiri sejak tahun 2017 ini dimulai dari keadaan yang tidak menyenangkan.
Bermula dari Jualan GorenganÂ
"Saya memulai bisnis Dayinta ini modalnya The power of kepepet karena modal usaha yang saya dapatkan dari hasil jualan gorengan," ungkap perempuan yang akrab disapa Mbak Ida kepada saya malam itu.
Mbak Ida bercerita, jika Ia menikah muda dengan kondisi suaminya masih kuliah. Tentu bukan hal mudah bagi pasangan muda menjaga rumah tangga tetap utuh jika tidak disertai gotong royong saling memberi dukungan satu sama lain, ketika keadaan finansial belum stabil. Hingga akhirnya, Ia pun tanpa gengsi bekerja apa saja, termasuk jualan gorengan yang dilakoninya sejak 2008 hingga 2011. Dari keuntungan menjual gorengan, Ia sisihkan sedikit demi sedikit sebagai modal memulai bisnis.
Perempuan berwajah bulat dengan lesung pipi yang manis ini pun mengutarakan keberuntungannya pada saya terkait dari mana Ia bisa belajar strategi menjalankan bisnis online. Ternyata, selain jualan gorengan, Ia juga sempat menjalankan bisnis online bersama temannya dengan menjadi reseller baju Korea. Bermodal menjadi reseller, akhirnya Ia berani mencoba untuk belajar bisnis fesyen.
Ketika saya bertanya, kenapa memilih bisnis fesyen? Jawabannya pun sederhana, yakni passion.
"Sejak duduk di bangku SMA, saya punya mimpi ingin memiliki sebuah butik karena saya sangat suka dengan bidang fashion. Â Entah bagaimana caranya, saya juga tidak tahu. Â Tetapi sejak awal saya berjuang bersama suami untuk membangun rumah tangga yang kokoh, saya konsisten dengan apa yang saya sukai itu, yaitu fesyen. Makanya saya cukup nyaman menjadi reseller baju Korea kala itu. Ya, karena saya suka fesyen. Ini modalnya kepepet, loh, mbak," tuturnya.
Dari passion dan modal the power of kepepet, keberanian Mbak Ida terdidik dengan sempurna. Ia hanya memainkan imajinasi sesuai passion, serta mengandalkan ilmu bisnis saat menjadi reseller untuk mengembangkan bisnis fashion yang dirintisnya sejak bulan februari tahun 2017.
Dayinta Lahir dari Perempuan untuk Perempuan
Dayinta berasal dari bahasa Sanskerta bermakna perempuan. Yang ternyata tersemat pada nama anak kedua Mbak Ida. Dengan memilih nama Dayinta, Ia ingin bisnis fesyen yang digelutinya ini bisa saling mendukung sesama perempuan. Woman empowering woman yang mana harapan Dayinta bisa menopang perekenomian para perempuan walaupun bekerja dari rumah.
Dengan mengutamakan kualitas produk, pelan tapi pasti harapan Dayinta terwujud. Tidak sedikit para perempuan ikut menjalankan bisnis fesyen bersama Mbak Ida. Tak hanya di ruang lingkup kota Lamongan saja, tetapi Mitra Dayinta ini sudah menyebar di penjuru Indonesia, bahkan juga di luar Indonesia, sebut saja Jepang.
"Rata-rata saya mendapatkan customer justru lewat online, yakni facebook. Begitu juga dengan agen-agen Dayinta, saya mengenal mereka lewat facebook, Mbak. Jadi tak heran pasarnya cepat tersebar luas karena saya berbisnis fokus di online, jelasnya.
Kolaborasi adalah Kunci Dayinta Tegap Berdiri
Ketika saya bertanya apa tantangan terberat saat membangun Dayinta, Mbak Ida menjawab terbatasnya modal. Saya dan suami tidak memiliki pekerjaan tetap. Jadi kami tidak punya gaji layaknya pekerja kantoran. Makanya kenapa saya bilang modal masih menjadi kendala hingga saat ini, ya karena 90% kami mengandalkan Dayinta untuk makan dan kebutuhan lain-lain.Â
Untuk menyiasati itu, agar Dayinta tetap bisa berdiri tegap dan bisa berkembang dari hari ke hari, Mbak Ida menerapkan sistem pre order pada semua agen dan customernya. Pre order model bisnis yang sudah umum diterapkan oleh rata-rata pelaku bisnis online. Di mana antara penjual dan konsumen bersepakat untuk membayar sejumlah uang di awal, lalu barang pun akan datang selang beberapa waktu kemudian. Menurut Mbak Ida, sistem pre order ini sangat membantu.
Ketika sistem pre order ini diterapkan, sementara Mbak Ida juga bukan perempuan yang menguasai ilmu designer, maka Ia memutuskan untuk berkolaborasi bersama jasa maklon konveksi. Mbak ida cukup berbelanja bahan baku berkualitas untuk calon produk premiumnya, sementara ada tangan-tangan kreatif yang nanti akan mengubah bahan baku tersebut menjadi produk Dayinta yang menarik perhatian pencintanya.
"Bukan buntung, justru saya banyak untung di sini. Dalam pikiran saya, di era teknologi berkembang bukan saatnya saling menjatuhkan. Justru jika bisa saling menguntungkan dengan cara kolaborasi, kenapa tidak?" ungkapnya penuh semangat.Saya pun sepakat karena bagaimanapun banyak peluang era digital yang bisa dikolaborasikan guna mendapatkan hasil yang maksimal.
Dari Pesanan Sebiji, Kini Merambah Menjadi Berkodi-kodi
"Saya mulai kewalahan menerima pesanan produk Dayinta. Apalagi menjelang ramadan dan lebaran, rumah saya yang sempit ini bisa nggak muat," begitu ungkapnya. Maka di sini nggak heran ketika Mbak ida mulai menggandeng para perempuan di desanya untuk turut andil dalam bisnis fashion Dayinta. Hingga bisa dikatakan Dayinta telah berkembang menjadi bisnis fesyen berbasis UMKM yang saling mendukung satu sama lain.
Pandemi Bukan Ujian, Melainkan Keberkahan
Sejak Dayinta ini lebih banyak memberdayakan tenaga perempuan, disusul pandemi datang. Awalnya, Mbak ida berpikir bahwa bisnis fesyen ini akan terdampak seperti bisnis-bisnis lainnya. Ternyata, di luar dugaan bahwa pandemi untuk Dayinta adalah keberkahan.
"Saat pandemi banyak orang yang mencari pekerjaan secara online. Dan di sini saya merasa diuntungkan karena banyak perempuan yang mendaftar menjadi reseller Dayinta. Ada juga yang ingin menjadi agen."
Mbak Ida pun mengatakan justru pandemi ini membuatnya lebih produktif. Ia bisa merambah ke bisnis lain, yakni bisnis fotografi. Ia membuka kelas foto secara online yang tujuannya lagi dan lagi ingin memberdayakan para perempuan.
Tak disangka, kelas foto yang mulanya dilakukan dengan iseng atau bisa dikatakan hanya ingin memanfaatkan peluang sekaligus menambah kran bisnis,ternyata bisa menjadi penghasilan online kedua yang omsetnya cukup lumayan. Sebab, untuk mendukung kelas foto tersebut, ternyata banyak permintaan dari peserta kelas agar Mba ida juga menjual properti-properti foto yang dibutuhkan oleh mereka.
Berpatner dengan JNE Bikin Bisnis Makin Lancar Jaya Â
Berbicara soal bisnis fesyen online, tentu tak lepas dengan yang namanya ekspedisi. Dalam hal ini, Mbak Ida sangat mengandalkan JNE sebagai mitra bisnisnya. Menurutnya, JNE merupakan ekspedisi yang tanggap ketika ia butuh mengirimkan barang kapan saja. Justru seringkali kurir JNE menanyakan lewat telpon apakah ada barang yang harus mereka pick up ke rumah.
Selain tanggap, JNE ini juga menjadi ekspedisi yang solutif ketika ada beberapa customer mbak Ida yang menginginkan barang dikirim dengan cepat dan sampai di tempat tujuan dalam sehari. Dengan penawaran harga terjangkau, tak perlu alasan lain untuk berpindah ke lain hati, bukan? JNE tetap menjadi pilihan nomor satu.
Manfaat lain yang didapat Mbak Ida berpatner dengan JNE adalah memiliki banyak cabang sehingga Ia tidak khawatir sekalipun ada customer yang tinggal di pelosok, barang pesanan tetap bisa diantar dengan aman sampai di tempat tujuan.
Di sini saya jadi ingat, ketika dulu saya masih berbisnis produk MLM di mana rata-rata produknya dikemas dari bahan kaca. Saya selalu mengingatkan pada Abang kurir untuk berhati-hati karena produknya cukup mahal. Andai nanti ada masalah di perjalanan pengiriman, tentu saya sendiri yang bakal rugi, kan?
Untungnya, JNE menjaga amanah itu. Tak ada produk saya mengalami lecet atau pecah. Produk tersebut tetap dikemas rapi sampai di tangan customer. Hal ini juga yang menjadikan Mbak Ida semakin mantap menggandeng JNE sebagai mitra. Karena kemudahan sekaligus sistem keamanannya yang terjamin, pastinya akan mendukung bisnis fesyen Dayinta semakin berkembang.
Apalagi saat ini, JNE juga menyediakan layanan paket beragam. Sehingga customer tak bisa memilih paket pengiriman sesuai yang mereka butuhkan. Oh ya, yang paling digandrungi saat ini juga adanya sistem COD. Dan JNE sudah memiliki layanan tersebut. Â
Pokoknya, JNE adalah ekspedisi yang cocok menjadi sahabat para pelaku bisnis online, khususnya UMKM. Banyak kelebihan yang dirasakan oleh para pelaku UMKM terkait ekspedisi JNE sehingga tidak salah jika ekspedisi yang sudah berdiri sejak 28 tahun ini dinobatkan menjadi ekspedisi ramah yang mampu memberikan kepuasan pada pelanggan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H