Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menembus Lautan Awan demi Menggapai Puncak Huangshan

15 Februari 2018   16:01 Diperbarui: 16 Februari 2018   10:22 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Untung masih ada sisa tenaga (foto dindin)

Sebenarnya ada pilihan lain bagi turis  yang tidak ingin  naik kereta gantung, yakni dengan berjalan kaki naik ke puncak. Jangan bayangkan seperti naik ke puncak Pulau Padar di Labuan Bajo yang trekingnya curam tajam,  di Gunung Huangshan ada  anak tangga sudah tersusun rapi sejak ribuan tahun lalu. 

Tak tanggung-tanggung konon ada sekirar enam puluh ribuan anak tangga yang harus Anda tapaki untuk sampai di puncak. Anda juga bisa menyewa tandu seperi orang-orang Tiongkok dulu, tarifnya sekira 400 RMB, atau sekira 800 ribu rupiah pergi pulang.

Demi menghemat energi, situasi, kondisi fisik, dan pertimbangan lainnya saya memilih naik kereta gantung harga tiketnya sekira 90 RMB atau sekira 180 ribu rupiah. Satu kapsul kabel train bisa dinaiki 4-6 orang.

Ada sensasi yang tersendiri saat  naik kereta gantung, maklum orang udik. Hehe.  Duduk di atas kereta gantung, melihat kiri kanan, melintasi perbukitan karang, menembus lautan kabut, seolah  menjelajah negeri di atas awan. Asyik sekali. Ngeri-ngeri sedap. Sempat terbayang juga kalau kapsul yang saya tumpangi jatuh ke dasar jurang. Tamat sudah riwayat.

Saya hanya berpikir bagaimana proyek raksasa ini awal mulanya dikerjakan. Tentu butuh investasi yang tidak sedikit dan pengorbanan yang besar dari para pekerjanya.

Selang lima belas menit kemudian kereta turun di shelter. Kami kemudin berjalan menyusuri jalan  menurun, berbelok,  sejauh beberapa kilometer.  Udara sangat dingin, dan kabut menyelimuti hampir semua area pegunungan. Sejauh mata memandang hanya kabut dan kabut.  

Puncak Gunung Huangshan dipenuhi berbagai macam tumbuhan seperti bunga-bungaan,  pohon pinus, dan tanaman  jenis paku-pakuan. Saat melintas sebuah spot, pemandu bercerita bahwa ini adalah  Huan Ke Song  atau Pinus Penyambut Tamu. Usianya sudah mencapai ribuan tahun.    

Setelah melalui ratusan anak tangga dan  dan menyisakan sedikit tenaga saya pun sampai di puncak lotus, salah satu dari tiga puncak Gunung Huangshan. Puncak lotus sejatinya hanya sebuah area kecil yang sekelilingnya berisi bebatuan.

Kereta gantung menuju puncak Huangshan (foto dindin)
Kereta gantung menuju puncak Huangshan (foto dindin)
Puas  mengabadikan puncak tertinggi Gunung Huangshan itu, kami kemudian menuruni tangga dari jalur yang berbeda. Sepelemparan batu dari puncak, kami kemudian berhenti di sebuah bangunan rumah yang terlihat agung. Ternyata rumah tersebut adalah rumah peristirahatan pemimpin Tiongkok termashur Deng Xiao Ping.

Tepat disebelahnya berdiri Bei Hai Hotel Dinning Hall-sebuah hotel dan resto yang siap melayani wisatawan dengan layanan kualitas primanya. Inilah sekali lagi hebatnya pemerintah Tiongkok, di puncak gunung pun tersedia fasilitas yang bisa dipakai oleh para wisatawan. Kami pun tidak melewatkan untuk beristirahat dan menikmati  bebek panggang khas Tiongkok di resto ini.

Untung masih ada sisa tenaga (foto dindin)
Untung masih ada sisa tenaga (foto dindin)
Sungguh sebuah perjalanan yang menguras energi, namun sangat inspiratif. Kami banyak belajar tentang  keagungan Sang Pencipta, juga kerja keras, kedisiplinan, dan kesungguhan orang-orang Tiongkok  dari perjalanan ke Gunung Huangshan. (Muslihudin el Hasanudin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun