Raja Ampat tidak hanya terkenal akan kemolekan alamnya, ada kuliner ekstrem yang wajib dicoba yakni kepiting kenari. Hewan ukuran superjumbo ini banyak dijual di lokasi wisata perairan Raja Ampat.
Sebelum naik puncak Pianemo, Anda akan melihat penduduk lokal yang menjajakan aneka barang dagangan. Mulai coconut oil, gelang akar bahar, kelapa muda, udang, lobster dan juga kepiting kenari hidup.
Kepiting kenari adalah hewan yang hidup di darat di sekitar pohon kelapa. Ukurannya sangat besar beda dengan kepiting tambak pada umumnya. Ya sekira sebesar buah kelapa lah. Ketam kenari atau Birgus latro merupakan artropoda darat terbesar di dunia. Meskipun disebut kepiting, hewan ini bukanlah kepiting. Ketam ini merupakan jenis umang-umang yang sangat maju dalam hal evolusi. Jadi mungkin ia lebih tepat disebut umang-umang kenari. Ketam ini dikenal karena kemampuannya mengupas buah kelapa dengan capitnya yang kuat untuk memakan isinya.
Jika tidak memiliki riwayat kolestrol tinggi, Anda perlu mencobanya. Seperti yang kami lakukan. Kami membeli tiga ekor sekaligus seharga Rp 400 ribu.
"Bapak naik saja ke puncak. Biar saya dan Pak Jimin yang mengurusnya," kata Pak Mustang pemandu kami.
"Bingo. Baguslah kalau begitu Bang," jawab saya penuh terima kasih.
Kami melanjutkan naik puncak Pianemo, sementara Pak Mustang dan krunya menunggu di bawah menyiapkan tungku perapian untuk memasakknya. Sepertinya ia sudah terbiasa melakukannya.
"Hewan ini kan makannya kelapa. Jadi, tak perlu bumbu apapun sudah gurih rasanya," kata Mustang.
Kami sempat membawa pulang satu ekor kepiting matang yang paling besar ke resort tempat menginap. Pak Jhoni pemilik resort yang juga pengusaha resto di Jakarta dan Jayapura mengatakan, ketam kenari memiliki khasiat dapat menambah vitalitas jika benar cara mengonsumsinya.
"Rasanya memang agak aneh, sedikit pahit. Tapi di sinilah inti khasiatnya. Pria atau wanita yang memakannya, pasti akan merasakan manfaatnya," kata Pak Jhoni sambil tersenyum.
Saya tertarik mencicipi bagian yang justru kami abaikan saat pertama memakannya. Benar saja rasanya agak aneh, dan sedikit pahit. Saya takberani meneruskan makan lebih banyak. Hehe takut seng ada lawan.
Redaksi Merput, 6 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H