Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ke Raja Ampat? Musti Coba Gurihnya Ketam Kenari

6 Agustus 2017   17:17 Diperbarui: 6 Agustus 2017   21:36 4017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketam siap santap, berwarna kemerah-merahan (foto dindin)

Raja Ampat tidak hanya terkenal akan kemolekan alamnya, ada kuliner ekstrem yang wajib dicoba yakni kepiting kenari. Hewan ukuran superjumbo ini banyak dijual di lokasi wisata perairan Raja Ampat.

Sebelum naik puncak Pianemo, Anda akan melihat penduduk lokal yang menjajakan aneka barang dagangan. Mulai coconut oil, gelang akar bahar, kelapa muda, udang, lobster dan juga kepiting kenari hidup.

Kepiting kenari adalah hewan yang hidup di darat di sekitar pohon kelapa. Ukurannya sangat besar beda dengan kepiting tambak pada umumnya. Ya sekira sebesar buah kelapa lah. Ketam kenari atau Birgus latro merupakan artropoda darat terbesar di dunia. Meskipun disebut kepiting, hewan ini bukanlah kepiting. Ketam ini merupakan jenis umang-umang yang sangat maju dalam hal evolusi. Jadi mungkin ia lebih tepat disebut umang-umang kenari. Ketam ini dikenal karena kemampuannya mengupas buah kelapa dengan capitnya yang kuat untuk memakan isinya.

Harga per ekor mulai Rp 50 ribu sampai Rp 300 ribu per ekor (foto dindin)
Harga per ekor mulai Rp 50 ribu sampai Rp 300 ribu per ekor (foto dindin)
Harga per ekornya bervariasi mulai Rp 50 ribu sampai Rp 300 ribu, bergantung besar kecilnya. Tapi jangan salah, tidak ada resto atau warung yang menjajakannya di sana. Anda harus memasaknya sendiri.

Jika tidak memiliki riwayat kolestrol tinggi, Anda perlu mencobanya. Seperti yang kami lakukan. Kami membeli tiga ekor sekaligus seharga Rp 400 ribu.

"Bapak naik saja ke puncak. Biar saya dan Pak Jimin yang mengurusnya," kata Pak Mustang pemandu kami.

"Bingo. Baguslah kalau begitu Bang," jawab saya penuh terima kasih.

Kami melanjutkan naik puncak Pianemo, sementara Pak Mustang dan krunya menunggu di bawah menyiapkan tungku perapian untuk memasakknya. Sepertinya ia sudah terbiasa melakukannya.

Di bawah Puncak Pianemo, banyak penjaja coconut oil, akar bahar, kelapa muda, dan ketam hidup (foto dindin)
Di bawah Puncak Pianemo, banyak penjaja coconut oil, akar bahar, kelapa muda, dan ketam hidup (foto dindin)
Benar saja, saat turun dari puncak Pianemo, kami disambut bau harumnya kepiting bakar kenari yang dibeli tadi. Warnanya sudah kemerah-merahan tanda telah siap disantap. Tidak perlu resep atau bumbu khusus memasaknya. Dan cukup dicocol pakai sambal kecap pun hmm nikmatnya sungguh tak terkira.

"Hewan ini kan makannya kelapa. Jadi, tak perlu bumbu apapun sudah gurih rasanya," kata Mustang.

Kami sempat membawa pulang satu ekor kepiting matang yang paling besar ke resort tempat menginap. Pak Jhoni pemilik resort yang juga pengusaha resto di Jakarta dan Jayapura mengatakan, ketam kenari memiliki khasiat dapat menambah vitalitas jika benar cara mengonsumsinya.

Ukuran jumbo, lebih mantap (foto dindin)
Ukuran jumbo, lebih mantap (foto dindin)
"Orang biasanya lebih suka makan daging yang tersembunyi di dalam capit-capitnya. Memang gurih sekali rasanya. Tapi inti sebenarnya bukan di situ. Di sini," kata Pak Jhoni sambil menunjuk bagian yang menggelembung di bawah tubuh kepiting.

"Rasanya memang agak aneh, sedikit pahit. Tapi di sinilah inti khasiatnya. Pria atau wanita yang memakannya, pasti akan merasakan manfaatnya," kata Pak Jhoni sambil tersenyum.

Saya tertarik mencicipi bagian yang justru kami abaikan saat pertama memakannya. Benar saja rasanya agak aneh, dan sedikit pahit. Saya takberani meneruskan makan lebih banyak. Hehe takut seng ada lawan.

Redaksi Merput, 6 Agustus 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun