Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mashudi Preseden Buruk Pendidik, Mestinya Kasusnya Diproses

11 Maret 2016   14:58 Diperbarui: 12 Maret 2016   06:36 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Guru sosok yang mulia, mendidik, dan mengayomi (foto dindin)"][/caption] Dunia pendidikan kita lagi-lagi jadi sorotan publik. Bukan kerna torehan prestasinya di tingkat dunia tetapi karena bopeng  tercoreng moreng oleh ulah perilaku oknumnya.

Adalah Mashudi (38) guru honorer  sebuah SMA di  Brebes Jateng ditangkap polisi karena mengancam melalui pesan pendek ke  Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Yudi Chrisnadi.

Tak tanggung-tanggung, guru yang mestinya ucapannya digugu dan ditiru ini justru malah mengancam akan menghabisi  sang menteri dan keluarganya karena kesal tidak segera diangkat PNS oleh pemerintah. Mendapat ancaman yang sangat serius itu sang menteri melaporkan perbuatan Mashudi ke polisi. Tak membutuhkan waktu lama Mashudi akhirnya diringkus petugas kepolisian.

Diakui atau tidak, Mashudi adalah cermin buruk pendidik negeri ini. Perilakunya sungguh tidak patut ditiru dan tak mencerminkan seorang guru sejati. Guru sejati tidak mungkin berbuat senista dirinya yang berani mengancam, menghujat, bahkan akan tega membantai keluarga seseorang. Apalagi itu keluarga seorang menteri, pejabat negara yang keselamatannya  dijamin oleh hukum.

Mashudi adalah contoh  produk gagal generasi masa kini. Generasi yang gagal paham tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik. Generasi yang berkeinginan menjadi pendidik bukan karena panggilan jiwa, tetapi karena semata-mata ingin memperbaiki derajat hidup dan kepuasan materi.

Jika ia benar-benar seorang pendidik sejati, segala ucapan, perilaku, dan tindakannya tentu akan mencerminkan seorang pendidik; lemah lembut, sopan, santun, ngemong, dan welas asih. Pendidik bukan hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga mendidik mengajarkan budi pekerti dan menanamkan karakter mulia pada diri seorang anak.

Menjadi guru honorer adalah media untuk pengabdian bukan tujuan. Mashudi telah salah kaprah   memanfaatkan statusnya sebagai guru honorer untuk memaksa siapa saja di negeri ini  mengangkatnya menjadi Pegawai Negeri Sipil. Tujuan akhir dirinya adalah menjadi PNS. Mashudi ini dan banyak Mashudi  lainnya mendewakan bahkan mengganggap PNS adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa membawanya ke surga dunia dan akhirat. Tidak ada pekerjaan lainnya. Titik.  

Sungguh pikiran yang sempit dan menyedihkan. Pak Mashudi, lihatlah ratusan guru-guru lain di sekolah-sekolah swasta yang digaji jauh dibawah yang engkau terima . Toh mereka tetap bisa hidup nyaman, tetap bersyukur, tanpa harus menyesali nasib. Apalagi sampai kemudian mencaci, mengancam membunuh, bahkan membantai keluarga orang lain.  Sungguh disayangkan proses hukum orang seperti Mashudi ini tidak dilanjutkan.  Perkataan bisa dimaafkan tetapi tidak bisa dilupakan. Bagaimana dengan murid-muridnya apakah bisa melupakan mulut lancung Pak Mashudi?Sungguh mendidik dengan cara yang tidak baik.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun