Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemiskinan dan Negasi Perilaku: Catatan Takziyah

30 Desember 2015   22:43 Diperbarui: 30 Desember 2015   23:29 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kondisi rumah korban (foto dindin)"][/caption]Saya  dan beberapa rekan dari tim AJT, baru saja  takziyah serta memberikan bantuan  ke sebuah keluarga yang terkena musibah bencana di pinggiran Semarang. Ada sebuah peristiwa memilukan  Ibu dan anaknya  tewas terseret arus sungai saat mencuci. Mungkin bagi banyak orang ini sebuah peristiwa biasa, namun bagi saya  banyak hal yang bisa dipetik dari kejadian ini.

Namanya Endang Prihatiningsih (37). Dari namanya sudah bisa ditebak, dia lahir dalam kondisi orang tua yang prihatin. Atau bisa jadi kondisi negara waktu ia dilahirkan  sedang prihatin. Ia janda dengan empat anak yang masih kecil-kecil. Suami Endang telah meninggal beberapa tahun lalu karena sakit.

Semenjak ditinggal suami, Endang harus bekerja banting tulang menghidupi keempat anaknya. Mungkin karena beban hidup yang terlalu berat, beberapa tahun setelah kematian suaminya ia tergoncang jiwanya. Depresi berat.

Via anak pertamanya  duduk di kelas VI. Anak keduanya Rio duduk di kelas IV. Bela anak ketiganya duduk di kelas III, sedangkan Frisa sekira dua tahun. Semuanya masih butuh banyak biaya, sedangkan ia hanya mengandalkan penghasilan dari  kerja serabutan. Mencuci, menyeterika, buruh bangunan, apapun asal bisa menghasilkan rupiah semua dilakukan.  

Rumahnya sangat sederhana, mungkin luas sekira 40 m2. Sudah bertembok batu bata, namun belum sempurna. “Ini dibangun dari bantuan warga dan lembaga zakat mas. Dulu sangat memprihatinkan dari ini” terang H. Sobirin, ketua RT 02 RW 7 Kalialang Baru Kel Sukorejo Kec. Gunungpati Kota Semarang.

Sebenarnya rumah Endang tidak layak disebut  rumah hunian, lebih tepatnya mirip tempat sampah. Pakaian kotor dan menumpuk berserak di sana sini. Sampah ada di mana-mana. Saya tak habis pikir, bagaimana kehidupan ia dan anak-anaknya selama ini.

Dan Selasa (29/12) merupakan akhir dari  segalanya. Seperti biasa setiap sore ia mencuci di Sungai Tempuran Kalialang, yang hanya sepelemparan batu dari rumahnya. Ia mengajak serta Bela (10), Frisa (2) ke kali. Naas saat ada di sungai ia tidak mengira ada air bah datang. Endang dan kedua anaknya terhempas diterjang air bah kiriman. Dalam pusaran air bah,  ia masih sempat   merengkuh  Bela ; anaknya yang besar, namun Frisa anaknya yang masih balita tidak terselamatkan. Hilang ditelan air bah.

Beberapa warga yang tidak jauh dari  lokasi langsung memberikan pertolongan dan membawa Endang dan anaknya ke rumah sakit.  Namun karena banyak luka ditubuhnya,  nyawa Endang tidak tertolong. Rabu (30/12) pkl 02.00 ia meninggal. Bela selamat, namun adiknya Frisa sampai saat ini belum ditemukan oleh Tim SAR yang sedari semalam menyisir Sungai Tempuran.

Saya sempat mengorek keterangan dari tetangga tentang saudara dekat almarhumah. Berdasarkan informasi  almarhum tidak memiliki saudara yang tinggal di sekitar Semarang. “Ada saudara tetapi   di Pemalang. Sepertinya sudah putus hubungan. Saudara dari pihak suami  sebenarnya ada juga di sekitar sini, namun sama saja kondisinya. Masih kontrak malah, belum punya rumah. Tadi  dirembug sama warga diminta menempati rumah almarhumah,mau.  Tetapi kalau suruh merawat anak-anaknya dia tidak sanggup” kata H. Sobirin 

Saya tidak habis pikir mengapa dalam kondisi gawat darurat kemanusiaan seperti itu   orang-orang terdekatnya tidak menunjukkan empati seperti layaknya saudara?.  Apakah  kemiskinan  yang menjadi penyebabnya? Terus siapa yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan peradaban ketiga anak yang telah menjadi yatim piatu itu?

Syukurlah banyak pihak telah menawarkan bantuan pendidikan dan keberlangsungan hidup ketiga anak-anak tadi. Pihak pemerintah desa, kecamatan, dan beberapa panti asuhan, pondok pesantren, telah   datang untuk memberikan bantuan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun