“Ya. Lima menit lebih sedikit”
“Sampeyan ngarang. Masa tigapuluh kilo ditempuh dalam lima menit. Lihat peta ini” saya menunjukkan googlemaps dari tab yang saya pegang.
Sebenarnya saya mau membayar dia lima puluh ribu sekalipun, asal dia benar memakai logika. Setelah lama takbisa membujuk, akhirnya pria tadi kesal dan meninggalkan saya sendirian.
Satu buruan gagal ditipunya. Ini penyakit orang-orang disekitar kita. Selalu saja ingin memanfaatkan kesempatan kebingungan orang lain agar menjadi uang. Padahal jikalau saja dia jujur dan memberi alternative solusi kepada saya, tentu ceritanya akan beda.
Ojek Online Sahabat Traveller
[caption caption="Menunggu menyeberang, (foto dindin)"]
“Pakai ojek online saja Mas. Paling cuma sepuluh ribu. Punya aplikasinya kan?” penjual angkringan memberi alternative solusi akan kebingungan saya.
“Ada juga to di Surabaya?”
“Ada. Banyak kok.”
Tidak lama setelah mengirim rikues, seseorang menelpon saya menanyakan identias dan posisi. Sejurus kemudian dia datang, mengaku dari ojek online. Dalam sekejap kami mulai menembus padatnya lalu lintas Surabaya. Meliuk-liuk membelah jalan raya, menembus gang-gang sempit dan kegelapan malam.
Namanya Supriyanto. Kalau pagi kerja di bengkel bubut dekat Jl. Darmo. Malam harinya menjadi penarik ojek. Sudah hampir dua bulan menjadi driver ojek online.