Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasak Kusuk Menjelang Muhtamar 33 NU

28 Juli 2015   01:16 Diperbarui: 28 Juli 2015   01:16 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="KH, Said Agil Siraj (tiga dari kanan), KH Muhammad Adnan (dua dari kanan) saat mengikuti kegiatan NU di Jawa Tengah (foto dindin)"][/caption]Muhtamar Ke 33 NU akan digelar 1-5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur. Perhelatan akbar  lima tahunan kaum nahdliyin ini diprediksi banyak pihak akan lebih seru dari Muhtamar 32 di Makasar, terutama pemilihan Ketua Umum Tanfidziah dan Rais Aam. Media-media NU menyebut   hingga saat ini telah muncul beberapa kandidat Ketua Umum PBNU yakni  KH Said Aqil Siradj (petahana), KH Salahuddin Wahid, H As’ad Said Ali, dan KH Muhammad Adnan.  Sedangkan untuk posisi Rais Aam  nama-nama yang muncul antara lain KH Musthofa Bisri (Gus Mus), KH A Hasyim Muzadi, dan KH Muhammad Thalha Hasan.

Sudah jadi rahasia umum tiap menjelang muhtamar, para kandidat terutama Ketua Umum Tanfidziah biasanya melakukan safari politik menggalang dukungan ke daerah-daerah. Yang menarik, beberapa calon ketua ini tidak hanya bermodal tangan kosong. Biasanya membawa oleh-oleh bisyaroh yang dibagikan kepada cabang-cabang atau pemilik suara.

Kabar yang beredar pada momen   penggalangan dukungan ini,  beberapa calon ketua membagikan bisyaroh yang nilainya sampai puluhan juta per cabang. Bahkan ada partai yang mendukung salah satu calon membagikan bisyaroh yang nilainya mencapai Rp 20 juta per cabang. Tentu saja cara ini dilakukan dengan harapan agar pemilik suara nanti memberikan  suaranya ke calon yang dikehendaki. Menurut sumber yang saya percaya, mahar ini   baru permulaan, saat di lokasi muhtamar  nanti akan lebih banyak lagi yang diberikan.

Pemilihan Ketua Umum Tanfidziah   masih menggunakan model pemungutan suara. Pemilik suara adalah perwakilan Pengurus Wilayah di tingkat Provinsi dan Pengurus Cabang di tingkat Kabupaten/Kota dan Perwakilan Istimewa di luar negeri. Sedangkan untuk pemilihan Rais Aam. PBNU menerapkan model pemilihan baru, yakni sistem Ahlul Halli Wal Ahdi (AHWA).

Dengan model Ahwa ini berarti Rais Aam akan dipilih berdasarkan musyawarah para ulama, bukan lagi melalui pemungutan suara. PBNU telah memilih 39 nama para ulama   berpengaruh dari seluruh nusantara  yang bakal menjadi anggota Ahwa. Para muhtamirin harus memilih 5 tokoh dari 39 nama yang sudah disodorkan. Para peserta muhtamar harus menyerahkan nama-nama tersebut    pada saat  registrasi . Yang sudah menyerahkan    akan menerima  IDcard sebagai identitas peserta muhtamar. Yang tidak menyerahkan  tentu saja tidak akan mendapatkan ID card. Kalau tidak memiliki IDcard berarti tidak bisa masuk area sidang dan otomatis suaranya hangus.

Penerapan model Ahwa dalam Muhtamar 33 di Jombang ini mendapat pertentangan bayak pihak, walau tidak sedikit juga yang mendukung. Media-media hari ini memberitakan hampir sebagian besar pengurus wilayah, pengurus cabang  NU Indonesia menolak sistem ini. Alasan utamanya sistem ini ditetapkan melalui Musyawarah Nasional, bukan oleh forum Muhtamar. Hal ini tentu saja dikhawatirkan menjadi pemicu terjadinya deadlock dalam pemilihan Rais Aam, jika model Ahwa ini dipaksakan.

Dan yang  menarik  lagi, KH Hazim Muzadi  sebagai salah satu calon Rais Aam justru tidak masuk ke dalam 39 nama calon anggota Ahwa yang disusun oleh PBNU. Bagaimana mungkin ia akan menjadi Rais kalau masuk dalam daftar Ahwa saja tidak. Padahal calon Rais itu harus masuk dalam daftar Ahwa. 

Banyak pihak menilai ini adalah upaya PBNU untuk menjegal Hazim Muzadi menjadi Rais Am. Padahal konon, istana justru memberikan restu kepada  Kiai asal Malang Jawa Timur  jadi Rais Aam dalam ormas yang memiliki anggota lebih dari 60 juta ini. Sedangkan untuk ketua Tanfidziah istana lebih merestui KH As’ad  Ali yang dulu pernah menjabat wakil ketua Badan Intelejen Negara. Masuk akal juga. Kita tunggu saja besok hasilnya. Mudah-mudahan muhtamarin memilih pemimpin-pemimpin yang bisa membawa Islam menjadi agama yang rahmatan lil alamin (din)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun