[caption id="attachment_340007" align="aligncenter" width="573" caption="Capres Prabowo Subianto saat melakukan safari politik di Jawa Tengah Tahun 2013 (foto dindin)"][/caption]
Hiruk pikuk pemilihan presiden yang akan digelar 9 Juli 2014 nanti ternyata gaungnya tak begitu terdengar bagi warga kampung saya di pesisir pantai selatan Jawa. Deklarasi capres, alotnya transaksi koalisi, sakralnya pengambilan nomor urut capres tak banyak menarik minta mereka untuk menyimaknya.
Orang kampung tak punya banyak waktu untuk menonton televisi, membaca koran, membuka portal online, apalagi update status di jejaring sosial. Waktu mereka habis untuk bekerja di ladang, berdagang hasil bumi ke pasar, atau menganyam daun pandan untuk dijadikan tikar.
Iseng saya bertanya beberapa orang warga siapa presiden pilihannya. Hampir semuanya menjawab Prabowo. Saya tersenyum sekaligus terusik jawaban spontan mereka. Begitu masifkah kampanye pembina partai berlambang kepala garuda ini, sehingga sosok Prabowo lebih menarik dibandingkan Jokowi. Bukankah Jokowi juga sosok yang menjanjikan dan pantas untuk dipilih?
Usut punya usut ternyata keputusan itu bukan karena kampanye media, bukan pula karena politik uang. “ Prabowo orangnya gagah. Terkenal tegas dan koppassus. Lagian saya tidak begitu paham siapa itu Jokowi” jawab Tarmuji yang sehari-hari berdagang jerami di perempatan pasar.
Hanya karena gagah dan mantan tentara lantas orang-orang itu memilih Prabowo? Sesederhana itukah?
Ya, bagi orang-orang kampung, pekerjaan paling diimpikan adalah menjadi tentara. Walau harus mengeluarkan ongkos ratusan juta dengan menjual sawah ladang, hal itu akan dilakukannya asal bisa menjadi tentara. Mempunyai anak yang jadi tentara-dengan pangkat terendah sekalipun-diyakini akan meningkatkan derajat, harkat dan martabat keluarga, karena tentara dipandang sosok yang kuat, mampu memimpin, dan menempati kasta teratas di masyarakat.
Saya jadi teringat catatan Gunawan Muhammad tentang takhayul dalam potilik Indonesia. GM menyebut salah satu takhayul dalam politik Indonesia tentang militer adalah bahwa mantan jenderal (tentara) adalah calon pemimpin politik nasional yang bisa diandalkan-sebagai orang “kuat”. Padahal takhayul ya hanya takhayul.
Namun takhayul ini bisa jadi amunisi atau tabungan suara bagi pasangan Prabowo-Hatta untuk memenangkan pilpres. Hampir 80% pemilih telah menentukan pilihan sebelum mereka berangkat menuju TPS. Artinya pilihan warga kampung saya yang juga merupakan bagian dari 46% penduduk desa di negeri ini tak akan berubah sampai pilpres nanti.
Memang hampir semua lembaga survei mengunggulkan Jokowi memenangi pilpres. Namun hasil survei terbaru yang dipublikasikan oleh Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) pada 20-24 Mei 2014 di 33 provinsi, tingkat elektabilitas pasanganJokowi - JK dan Prabowo Hatta hanya terpaut 3,28%. Jokowi-JK mencatat keunggulan 43 persen, sedangkan Prabowo-Hatta juga tidak kalah moncernya dengan memperoleh dukungan 40,28 persen. Elektabilitas Prabowo-Hatta semakin hari juga diprediksi makin meninggi. Jika saja tidak segera berbenah strategi, bisa jadi Jokowi-JK akan gigit jari melihat Prawobo-Hatta memenangi kontes pemimpin negeri ini. Hanya gara-gara Prabowo mantan tentara, Jokowi bukan! (din).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H