Beberapa hari ini saya berada di Malaysia menjadi pendamping program pertukaran pelajar Sekolah Indonesia dan Malaysia. Sekolah yang kami kunjungi terletak di Negara Bagian Melaka, kira-kira berjarak 150 km dari Kuala Lumpur.
[caption id="attachment_369671" align="aligncenter" width="560" caption="Kondiasi jalan dari bandara KLIA2 (foto dindin)"][/caption]
Walau terbilang cukup jauh, namun perjalanan menuju Negeri Malaka sungguh nyaman dan sama sekali takmelelahkan. Minivan yang kami naiki bisa melahap aspal tol dengan kecepatan rata-rata 120 km/jam. Angka kecepatan yang menurut saya cukup tinggi untuk ukuran berkendaran di jalan raya. Tapi memang tol Kuala Lumpur-Malaka sangat lebar dan berkualitas bagus.
Sudahlah, tentu takenak membahas kedunguan kita yang semakin hari semakin tertinggal dari Malaysia. Saya akan mengajak Anda menuju Negeri Melaka; negeri yang berdasarkan catatan sejarah dibangun oleh Prameswara, seorang bangsawan Sriwijaya yang melarikan diri ke daerah ini.
[caption id="attachment_369679" align="aligncenter" width="640" caption="Gerbang selamat datang Negeri Melaka (foto dindin)"]
Taksulit menju Melaka. Jalan tol di Malaysia sangat ramah pengendara. Penunjuk arah atau rambu-rambunya sangat lengkap. Kepatuhan pengendaranya juga patut diacungi jempol. “Pelanggaran di sini akan ditindak sesuai undang-undang Bang. Misalnya kita melanggar laju kecepatan, kamera tol akan merekamnya dan tahu-tahu surat tilang dan besaran denda yang harus dibayar akan dikirim ke rumah. Jadi kita takbisa mengelak apalagi sampai tak membayar denda itu.” ungkap Abdurrahman pemilik van.
[caption id="attachment_369686" align="aligncenter" width="560" caption="Pemandangan di depan penginapan Serkam, Merlimau Malaka (foto dindin)"]
Bayar tol taklagi memakai tunai. Hampir semuanya menggunakan T-Pass. Pengendara cukup memencet tombol alat yang dipasang atas dashboard mobilnya. Dalam hitungan detik sensor di gerbang tol akan membacanya. Jadi tak ada antrian di gerbang tol. Indonesia sebenarnya sudah mengujicoba alat ini. Menurut Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu, kecepatan baca sensornya alat yang dinamakan On Board Single Service itu dibawah satu detik. Tapi apa lacur, masyarakat kita masih suka hidup di zaman batu. Jualan Dahlan Iskan tak laku, tol yang seharusnya jalan bebas hambatan masih terhambat di sana-sini.
[caption id="attachment_369687" align="aligncenter" width="560" caption="Menikmati pagi di pinggiran Malaka (foto dindin)"]
Malaka adalah kota tua yang banyak menyimpan peninggalan sejarah. Benteng-benteng, bangunan kuno jaman kolonial masih banyak berdiri kokoh di kiri kanan jalan kota. Seperti kebanyakan destinasi wisata di Malaysia, bangunan-bangunan bersejarah tersebut juga tampak terawat dan bersih.
Disamping wisata kota tua, Malaka juga menawarkan wisata susur sungai yang menarik. Wisata ini biasa disebut Melaka River Cruiser. Cukup dengan 15 RM Anda akan diajak menyusuri sungai menikmati keindahan Kota Malaka dari tepi sungai. Jangan samakan dengan Kali Ciliwung, Cisadane, atau Banjir Kanal, sungai disini sangat bersih. Semua bangunan di bantaran sungai ditata sedemikian rupa sehingga elok dipandang. Tak ada sampah, tak ada bau tak sedap, semuanya indah.
[caption id="attachment_369677" align="aligncenter" width="560" caption="Bangunan kuno, jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan (foto dindin)"]
Memasuki pinggiran Malaka saya merasa seperti pulang kampung. Sepanjang perjalanan, mata ini hanya melihat pohon-pohon kelapa menjulang tinggi berjajar di di sela rumah-rumah panggung sederhana beratap seng. Suasanya sepi, padahal hari itu hari kerja. Di jalan-jalan, tak banyak orang hilir mudik berlalu lalang seperti di Indonesia. “Orang-orang di sini lebih suka berada di rumah setelah kerja. Takseperti orang Indonesia yang lebih suka jalan-jalan, menghabiskan waktu atau sekedar nongkrong di pinggir jalan” ungkap Pak Rasyid penduduk Serkam, Merlimau, Melaka yang saya temui saat jalan-jalan pagi.