Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mbok Marlinah Sang Penjaga Batik Seliling

15 Desember 2014   21:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:15 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_382779" align="aligncenter" width="560" caption="Mbok Marlinah (foto ilyas)"][/caption]

Usianya telah senja, tetapi jari jemarinya masih terampil membuat pola batik di atas kain mori. Jangan diragukan hasilnya. Sungguh membuat saya kagum.. Motif pelataran yang   berupa lukisan daun-daun yang lebar tampak sempurna bak  karya pelukis realis masa kini. Sangat indah, detail, dan elegan.

Ya, dialah  Mbok Marlinah (67). Tinggal di Dukuh Beji, Desa Seliling, Kecamatan, Alian, Kabupaten Kebumen. Ia termasuk segelintir generasi tua yang masih setia menjalani profesinya menjadi pembatik tradisional di Kebumen.

Dahulu, batik Kebumen memiliki sejarah gemilang. Tahun 1970-an batik tulis Kebumen pernah merajai pasaran batik di daerah Kedu, Banyumas hingga Lampung. Pada masa  itu batik menjadi komoditas unggulan. Hampir seluruh wilayah di kabupaten ini memproduksi batik tulis.

Berdasarkan cacatan, batik asli Kebumen awalnya hanya berpusat di beberapa desa dekat Kota Kebumen, yaitu Desa Watubarut Kecamatan Kebumen, Desa Seliling Kecamatan Alian, Desa Jemur Kecamatan Pejagoan, dan di Kampung Tanuraksan, Desa Gemesekti Kecamatan Mertokondo.

[caption id="attachment_382782" align="aligncenter" width="560" caption="Peralatan batiknya yang sederhana (foto ilyas)"]

14186276171295486510
14186276171295486510
[/caption]

Di Desa Watubarut yang dulu menjadi cikal bakal usaha batik tulis, aktivitas batik membatik kini benar-benar punah, lantaran tak ada generasi penerus yang mau menggelutinya. Kini tinggal beberapa daerah saja yang masih bertahan dan terus menghasilkan batik tulis, diantaranya adalah di Desa Seliling tempat Mbok Marlinah tinggal.

Mbok Marlinah mengaku kepiawaiannya membatik diturunkan dari orang tuanya. “Sejak kelas III SR, saya sudah diajari membatik oleh orang tua saya. Sepulang sekolah, saya biasanya ikut membantu Simbok menyiapkan berbagai perlengkapan membatik. Dari situlah saya mulai banyak belajar tentang batik” kenang Marlinah.

Pada masa itu menurut Marlinah, membatik bisa jadi pekerjaan yang menjanjikan. “Dulu mori (bahan dasar batik) harganya masih 11 ribu. Kalau sudah jadi batik bisa dijual 60-70 ribu. Setiap waktu   ada pedagang dari Banyumas, Majenang, dan Banjar yang siap membeli. Pokoke gampang adole. Dari jualan batik itu  saya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan  memberi uang jajan anak-anak kalau sekolah” ungkap ibu enam anak ini.

Namun kini semua serba sulit. Bahan baku yang mahal serta munculnya batik cap atau printing telah membuat perajin batik di daerahnya banyak yang gulung tikar. “Apalagi jualnya kini juga susah. Ada sih toko yang mau membeli. Tapi biasanya bayarnya dicicil. Saya bawa empat atau lima lembar batik, paling dibayar satu atau dua. Sisanya nanti kalau sudah laku” cerita Mbok Marlinah.

Dari enam anaknya, hanya satu yang mewarisi keahliannya membatik. Lima anak lainnya memilih membuka usaha bengkel mobil di Semarang dan Jakarta. “Membatik bagi saya adalah mejaga warisan leluhur. Jika dihitung secara ekonomiya memang ora cucuk. Untung  untuk kebutuhan  sehari-hari sekarang anak-anak saya sudah memikirkan. Alhamdulillah walau tak banyak, tetapi saya harus tetap bersyukur” pungkas Mbok Marlinah.

[caption id="attachment_382783" align="aligncenter" width="560" caption="Batik Mbok Marlinah harganya  bisa ratusan ribu, bergantung kesulitan dan banyaknya warna (foto ilyas)"]

14186276731133109008
14186276731133109008
[/caption]

Ya, Mbok Marlinah hanya segelintir dari generasi tua yang setia menjaga warisan batik di wilayah Kebumen. Perhatian pemerintah seharusnya juga merambah ke orang-orang seperti Mbok Marlinah  yang setia menjaga warisan adiluhung bangsa. Saatnya pemerintah lebih serius lagi menggarap  program pengembangan usaha mikro. Bisa  melalui kredit modal tanpa bunga yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya. Bukan lagi  latah dengan program yang menghambur-hamburkan uang dan  membuat orang malas bekerja. (din).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun