[caption id="attachment_388692" align="aligncenter" width="560" caption="Ngatemin sang pemulung flamboyan (foto dindin)"][/caption]
Minggu pagi yang cerah. Seperti biasa di hari libur saya bersih-bersih rumah, mencuci kendaraan, dan menyapu halaman. Hehe… lebih tepatnya menyapu jalan gang yang jadi halaman. Maklum rumah tipe L, ketemunya Lu lagi Lu Lagi.
Saat saya asyik menyapu sekonyong-konyong datang lelaki tua dengan motor membonceng keranjang usang.
"Badhe pados rosok Mas. Wonten mboten?" tanyanya dengan mata menyelidik sekitar rumah.
" Sepertinya banyak Pak. Coba cari saja" jawab saya menunjuk tumpukan perabot takterpakai di samping rumah.
Dalam sekejap berbagai barang takterpakai, mulai dari mobil-mobilan, pintu kamar mandi, dan besi-besi tua berhasil dia kumpulkan. Dia tampak senang dapat banyak barang bernilai ekonomis di awal-awal kerjanya.
“Sudah lama kerja cari rosok Pak?” saya bertanya lebih jauh
“Ya baru lima bulanan. Daripada n ganggur di rumah. Istri nyuruh saya cari kegiatan. Ya akhirnya cari-cari rosok kaya gini. Lumayan untuk tambahan beli beras. Jaman susah Mas” jawabnya.
“Lha. Memangnya anak-anak ndak ada yang bantu Pak?” saya menyelidik
“Saya tidak bisa berharap banyak dari anak Mas. Anak saya dari istri pertama dua. Yang satu sekarang malah tidak bisa saya atur. Sakkarepe dhewe. Iistrinya dua. Ekonominya juga takbegitu baik. Anak saya yang kedua malah nikah sebelum lulus SMA. Saya juga gelo. Lah wong calon suaminya saya suruh nunggu dia lulus nggak mau. Ya sudah saya nikahkan. Suaminya juga kerjanya nggak jelas. Kadang suka mabuk-mabukan. Itu akibatnya saya tidak mendampingi dia. Dia hidup hanya bersama ibunya. Anak saya dari sitri yang lain juga jauh, di Sumatera sana. Saya sudah lama tidak tahu kabarnya” ceritanya
“Lhah memangnya istri Sampeyan berapa?”