Ketika penulisan al-Qurn di zaman Rasulullah saw dengan sarana seadanya, maka sepeninggal beliau di masa Khalifah pertama Abu Bakar as-Shiddiq atas anjuran Umar bin al-Khattab telah dibentuk panitia khusus yang bertugas mengumpulkan catatan ayat-ayat al-Qurn yang telah ditulis berserakan di zaman Nabi pada bahan-bahan darurat seperti lempengan batu, pelepah kurma, tulang belulang, kulit binatang, bahkan di kulit kayu.
Pada awalnya, Nabi saw memerintahkan untuk menulis al-Qurn dengan seksama dan meninggalkan penulisan yang lain. Dengan tegas beliau menyatakan bahwa, "Jika menulis informasi dari saya (Hadits Rasul saw) selain al-Qurn agar dihapus, tetapi boleh kalian menceritakannya kepada orang lain tanpa ditulis. Barang siapa berbohong atas namaku secara sengaja, maka carilah tempat dan bersiap-siap duduk di neraka". Artinya selain al-Qurn jangan ditulis walaupun berupa hadist Qudsi. Paparan hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan al- Draquthni.
Para sahabat  seluruhnya terutama yang paham literasi atau baca tulis, merekam dan memilah manakah wahyu Tuhan dan mana yang bukan wahyu, agar tidak bercampur aduk dengan al-Qurn, sehingga mereka selalu menulis "Bismillahirrahmnirrahm" di setiap awal surah, kecuali pada surat at-Taubah. Karena memang dari semula turunnya surat at-Taubah (QS. 9) tidak dimulai dengan basmalah, dan tidak menulis "mn" pada akhir surat al-Fatihah karena kata "mn" bukan ayat al-Qurn.
Basmalah adalah salah satu ayat dari al-Qurn. Dengan kata lain, bahwa basmalah-basmalah yang terdapat di dalam al-Qurn adalah ayat-ayat al-Qurn, lepas dari pendapat apakah satu ayat dari al-Fatihah atau dari surah lain yang mengawali suratnya dengan basmalah. Atau yang memulai dengan basmalah atau tidak. Basmalah, bisa jadi bagian dari surat atau terpisah dari surat itu. Kesepakatan ahli Tafsir mengatakan bahwa basmalah merupakan bagian dari al-Qurn.
Basmalah atau ucapan bismillhirrahmnirrahm yang berarti dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Maksudnya dengan nama Allah saya baca atau saya mulai segala sesuatu, saya minta izin Allah untuk hajat ini. Seolah-olah Nabi saw ketika berucap bahwa saya membaca surah atau ayat ini dengan menyebut nama Allah bukan dengan menyebut namanya [Rasul] sendiri, sebab basmalah adalah  wahyu dari Tuhan, bukan perkataan Nabi. Maka basmalah disini mengandung arti sebagai wahyu Tuhan, bukan buatan Nabi Muhmmad saw dan Nabi hanyalah utusan Allah SWT untuk menyampaikan al-Qurn kepada manusia.
Ada dua pendapat masyhur para ulama' berkenaan dengan basmalah pada permulaan surah al-Fatihah. Yang pertama bahwa basmalah merupakan ayat tersendiri, wahyu Allah untuk jadi kepala masing-masing surah. Pembatasan surah bukan bagian dari al-Fatihah dan bukan dari bagian surat-surat al-Qurn yang dimulai dengan basmalah itu. Ini pendapat kalangan Imam Malik dan Abu Hanifah beserta pengikut-pengikutnya.Â
Abu Hanifah membaca basmalah dalam shalat, namun tidak mengeraskan bacaannya. Imam Malik tidak membaca basmalah sama sekali, ini berdasarkan kesaksian Anas bin Malik ketika beliau shalat di belakang Nabi saw, beserta Abu Bakar, bersama Umar dan Usman, kesemuanya memulai bacaannya dengan "al-hamdu lillahi robbil 'lamn" tanpa membaca "bismillahirrahmnirrahm" (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hal yang kedua, basmalah merupakan bagian dari al-Fatihah  dan surat an-Naml (27): 30, yang dimulai dengan basmalah. Kalangan as-Syafi'iyah membacanya dengan suara yang keras dalam salat jahar. Ini kesaksian dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw mengeraskan bacaan "bismillahirrahm-nirrahm" [Hadist Riwayat al-Hakim].
Adapun Abu Hurairah seusai dari sholatnya berucap, bahwa dia menjaharkan basmalah dalam setiap salat jahr dan ia mengklaim bahwa sholatnya yang paling serupa dengan shalat Rasul. Mu'awiyah pernah shalat di Madinah tanpa mengeraskan suara basmalah, lantas ia diprotes oleh para sahabat yang hadir, akhirnya beliau mengeraskan bacaan basmalah pada shalat berikutnya. Pendapat ini memastikan bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari surat al-Fatihah, maka apabila tidak dibaca, fatihahnya menjadi kurang.
Ekspedisi Napoleon Bonaparte yang terjadi pada tahun 1798 di Mesir mendapat simpati. Setelah rombongan mendarat di Alexandria, Napoleon mengeluarkan statemen, pernyataan yang dimulai dengan lapazh basmalah dan kalimat tauhid serta seruan kepada ajaran persamaan (egality), kemerdekaan (liberty), sistem pemerintahan republik dan ide kebangsaan (nation). Ekspedisi ini menuai respons yang pantastis, keberhasilan yang nyata dan pengaruh yang gemilang.
Selama satu tahun, antara tahun 1798-1799 dampak penyebaran ekspedisi itu berbuah pada peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sempat terlupakan. Sebanyak 167 orang personil ekspedisi tersebut membentuk sebuah lembaga ilmiah yang bernama "Institut d' Egypte", meliputi empat bidang kajian yaitu bidang ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi, politik dan seni sastra.
Lembaga ini juga menerbitkan publikasi La Decade Egyptienne dan sebuah majalah La Courrie d' Egypte, sehingga rakyat Mesir mengenal percetakan dan majalah serta surat kabar. Ekspedisi Napoleon, walaupun singkat dapat membuka mata dunia Islam, menyadarkan kekurangannya dan mulai berpikir untuk mengembalikan citra keunggulannya, yaitu kejayaan Islam pada masa klasik. Maka, dari sana lahirlah masa modernisasi dalam Islam.
Maulana Syaikh Abul Madrisi Walmasjidi Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid [Syaikh Zainuddin] ketika menjelaskan tentang rahasia dan fungsi basmalah mengatakan bahwa membaca basmalah itu adalah cara meminta izin kepada Allah. Betapapun juga semua yang ada di jagat raya ini adalah milik-Nya. Oleh karena itu, ketika kita memulai suatu aktivitas, perlu meminta izin terlebih dahulu kepada yang memiliki. Dan kepada Allah, permintaan izin-Nya itu berbentuk bacaan basmalah.
Dan "bismillhirrahmnirrahm" bacaan kita bila akan memulai berbuat dan melaksanakan sesuatu. Apabila di tengah-tengah kita ingat bahwa kita lupa membacanya, maka segeralah membaca "bismillhi awwaluhu wa khiruhu", dan mengakhirinya dengan bacaan "hamdalah".
Karena basmalah termasuk salah satu dari ayat al-Qurn, maka untuk menghindari terbuang-buangnya tulisan tersebut setelah tidak dipakai lagi, maka perlu cara lain untuk menuliskannya. Seperti dalam penulisan surat undangan, banyak kita dapati tulisan Arab tentang basmalah lengkap, namun setelah tidak terpakai lantas dibuang ke tong sampah. Â
Maka untuk menghindari tindakan semberono seperti tersebut, sebaiknya penulisan basmalah dengan naskah bahasa Arab cukup dengan  "Bismillhi Wabihamdihi". Agar terhindar dari pembuangan ayat al-Qur'an sengaja atau tidak. Demikian fatwa Maulna Syaikh TGKHM Zainuddin Abdul Madjid.
Adapun ketika kita memulai makan, berpidato, menulis, belajar, bertani, ke pasar, dan lain sebagainya, atau memulai pekerjaan mubah lainnya, agar mendapatkan berkah dan pahala mesti  memulainya dengan bacaan secara penuh yaitu dengan lafazh "Bismillah al-Rahman al-Rahim." Dengan nama Allah Yang Mahaluas dan kekal belas kasih-Nya kepada orang mukmin lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya.
Diciptakan virus korona yang melanda dunia adalah berkat kasih sayang Tuhan kepada semua makhluk. Salah satu alasannya manusia dimuliakan supaya berpikir lapang dan luas menghadapi cobaan. Â Sebab Tuhan telah merancangnya dengan sempurna. Semua ciptaan Tuhan tiada yang cacat sedikit pun.
Berkat rahman dan rahim-Nya. Virus Korona adalah makhluk ciptaan Tuhan untuk mempersatukan. Menyadarkan manusia akan kelemahan dirinya sebagai makhluk. Manusia  diminta diam di dalam rumah sejenak, sementara waktu. Tuhan memiliki rencana indah untuk itu. Sembari memberikan waktu kepada bumi untuk pemulihan. Lihat New York yang lengang, Jakarta yang riuh menjadi hening, bahkan Ka'bah pun menjadi hening. Berkat rahman dan rahim Tuhan. Wallhu a'lam.*
Sumber:
Departemen Agama RI, al-Qurn dan Tafsirnya Jilid 1, (Jakarta, Depag RI, 2009), 12.
A.Yusuf Ali, The Holy Qurn, (St. Brentwood, Maryland, Amana Corp, 1983), 14)
Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah wal Jama'ah dalam Persepsi dan Tradisi NU, (Jakarta, Lantabora Press, 2005), 125.
Tim Penyusun Studi Islam IAIN Supel, Pengantar Studi Islam, (Surabaya, IAIN Â Sunan Ampel Press, 2002), 136.
Muhammad Noor, dkk., Visi Kebangsaan Religius; refleksi pemikiran dan perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2004), 469.
Muhammad Thalib, Al-Qur'an Tarjamah Tafsiriyah, (Yogyakarta: Ma'had an-Nabhani, 2012).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H