Berjibaku dengan kuatnya azam, untuk meraih haji mabrur, haji harus berlandaskan niat, berpatokan kehendak, bersengaja berbuat dengan iradah yang kuat. Disertai ketulusan hati mencintai Tuhan. Kata haji itu sendiri, padanan dari bahasa Arab, yaitu 'al-qashdu.' Yang berarti dan bermakna dengan 'maksud,' berniat, berkehendak. Ungkapan diksnya lugas. Makna katanya terang, dan untaian maksud liputannya terlaksana. Tafsir kehendak yang terbina. Maksud yang dibarengi tekad untuk menunaikannya. Itulah makna bernas dari ibadah haji.
Tanpa niat dan tekad yang kuat, ibadah haji tak akan terwujud dan terlaksana. Walaupun punya banyak harta, biaya tercukupi, namun tidak ada niat dan usaha untuk menjalani, maka ia hanya pepesan kosong, bak fatamorgana yang cepat sirna. Ibadah haji bukanlah milik orang berpunya semata, tetapi milik orang bertaqwa. Walau seorang jelata dan miskin papa, bisa beribadah haji ke tanah suci, karena tekad yang dimilikinya.
Ibadah haji adalah penyempurna dari rukun Islam yang lima. Sebagai penyempurna, haruslah ia berbekal taqwa, ikhlas berkarya, dan istiqamah dalam asa. Ketaatan kepada Allah memang berproses. Karena itu persiapan untuk melakukannya harus terlebih dahulu dipunyai oleh orang yang akan mengerjakannya. Ingat kisah Jamaludin (Lombok Post 24/7/17), sosok tukang sayur keliling, berangkat haji. Ia sisihkan keuntungan jual sayur lima ribu rupiah perhari. Usia beliau sudah uzur. Tapi tekadnya pantang mundur. Hatinya sekeras baja. Keyakinannya sekuat tembaga. Cita-citanya mengangkasa. Mulai dari langkah pertama. Menabung seadanya. Setelah enam belas tahun, asa pun terlaksana.
Jadi, haji adalah kehendak hati, dengan niat suci dan langkah pasti. Kemudian, diikuti aksi  untuk mewujudkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H