Sejak semakin sering mengaku-aku sebagai penulis, saya juga semakin jarang berada di dapur. Bukan tak bisa memasak. Lebih karena tak sempat. Kebiasaan memasak saya, selalu sangat ingin meniru proses para chef, atau minimal seperti tontonan di video-video memasak umumnya. Segala macam bahan disiapkan, dicuci sebelum dipotong lebih kecil, semua peralatan bersih saat mulai dan selesai memasak. Kebayang dong lamanya.
Nah, khusus di momen Lebaran Iedul Fitri, beberapa kali saya memilih sungguh-sungguh memasak sendiri. Sebenarnya, alasan utama, karena sering kecewa kalau membeli atau memesan menu serba matang. Kecuali ketupat yang tak pernah mengecewakan, menu-menu yang saya pesan kerap di bawah ekspektasi. Terutama di segi jumlah. Beli seberapa mahal pun, jumlah yang diperoleh dengan harga seringkali tidak linear. Hehehe
Lalu, akhirnya saya pribadi mulai rutin melakukan sedikit kebiasaan-kebiasaan kecil di persiapan lebaran. Bisa jadi tidak terlalu spesial. Namun, bagi saya, istimewa karena banyak hal benar-benar saya lakukan sendiri. Alhamdulillah, mashaAllah tabarakallah. Hal-hal kecil dan rutin tersebut, diantaranya:
Satu, mencuci ekstra beberapa sandang yang khusus dipakai di hari raya. Pakaian lebaran pastinya, berikutnya perlengkapan sholat sunnah Iedul Fitri. Sandang lainnya, yang pernah ditanyakan putri sulung, "Bunda, tumben tahun ini ndak nyuci korden rumah. Biasanya bunda cuci massal dan dibikin wangi semua". Begitulah. Tiga jenis sandang ini, saya cuci dengan air hangat, ekstra pewangi, masih juga ada acara diseterika dengan pewangi khusus untuk menyeterika. Eh tapi, perlakuan ketiga sudah jarang. Sudah tidak terlalu mampu bersabar menyelesaikan proses menyeterika :D
Dua, kuliner khas lebaran. Yang ini, jadi istimewa karena keluarga kecil saya berakar pada dua budaya. Suku Sasak Lombok dari garis keluarga saya dan Jawa dari suami. Jadilah, menu lebaran berasal dari dua kuliner khas, Lombok dan Jawa (Semarang). Alhamdulillah, berbuka tadi, Sambal Goreng Hati dan Kentang, dipuji pak suami. Diakui sudah mirip dengan rasa masakan Mbah Mertua Putri di Semarang.Â
Tiga, berlama-lama di makam almarhum bapak. Iya, bapak saya meninggal di 2 Syawal, tahun 2019 dulu. Setiap sebelum lebaran, alhamdulillah diberikan kesempatan luang serta sehat, menemani ibu berkunjung, berdoa, sembari membersihkan sekadarnya.Â
Tiga hal sederhana, bisa jadi juga dilakukan oleh banyak keluarga muslim lainnya. Namun, sungguh spesial bagi saya. Utamanya karena rutinitas harian saya jarang jauh dari gadget. Membaca dan menulis. Menulis dan membaca. Harapan saya, tiga hal sederhana di atas, menjadi kesan serta kenangan tersendiri bagi anak-anak saya. Ada hari khusus, dimana ada pula hal-hal rutin, kecil, sederhana dan mungkin biasa, sengaja saya lakukan. Demi mereka. Demi pembeda Lebaran Iedul Fitri dengan hari-hari lainnya. Betapapun, sungguh hari istimewa ini, hanya sekali dalam 365 hari.
*Selong, 1 Mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H