Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[KOLOMDonasi] Lima Jurus Jitu Anti Ujub dan Ghibah Saat Ngobrol di Lebaran

29 April 2022   21:01 Diperbarui: 29 April 2022   21:08 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hayyoo lo, bingung kan milihnya. Mau ujub atau jemaah pengghibah? Olahan pribadi di Canva

Baru banget ketiban dicurcoli seorang gadis remaja. Seorang teman perempuannya yang lain, curhat, capek hati ditanya kapan menikah. Saya jawab, -- nyontek opsi jawaban netizen maha benar di twitland, "Punya uang 50 juta buat nyumbang pernikahan saya? Boleh dah. Minggu ini juga kayaknya bisa saya nikah". Di twitland, bisa enteng ngetiknya, makanya saya juga enteng nyontek. Di dunia nyata, yakin berani tabah bilang begitu? Kalau ke bibi, mungkin bisa, tapi sambil cengengesan. Kalau yang komen bude atau pakde? Hayyoo looo..

Iya banget ini. Saban mau lebaran, sekarang mulai  menjadi momen yang menakutkan bagi sebagian orang. Deretan jenis orang yang takut tersebut, diantaranya: jomblo akut (padahal kan memang mau anti pacaran), pasangan baru menikah tapi belum hamil, pasangan yang baru punya anak pertama dan sudah ditanyakan kapan dikasi adik, pasangan bekerja dan lebih nyaman ngontrak terus ditanya 'Kenapa ndak beli rumah sendiri saja?' Pekerja freelance yang dikomenin, 'Sayang ya, ndak ASN. Kan kasian anak-anaknya. ndak bisa punya Askes'. 

Wah, koq jadi banyak ya. Akan semakin banyak, karena seperti netizen, selalu saja ada bagian dari keluarga kita yang maha kepo plus nyinyir adalah jalan ninja mereka. Yang terlihat, bukan apa yang telah kita capai dan selalu sangat bisa disyukuri. Yang terlihat, adalah segala yang tidak kita punya. Sudah punya mobil, 'Mbok ya tambah satu mobil lagi. Kan enak, kalau pas jalan-jalan, bude sekeluarga bisa ikut numpang'. Sudah punya rumah, 'Beli satu lagi di kota sana. Lumayan, harganya sedang  murah. Kalau sedang kosong, nanti keponakanmu bisa nungguin rumahnya. Sementara belum laku' -- sakti ya, disaranin beli rumah, auto langsung disuruh jual, dan ditinggali keluarga sementara belum laku.

Jadi, contoh-contoh di atas, kerap tak terhindarkan dan mulai menjadi topik obrolan semi wajib saat kumpul keluarga, tetangga atau kelompok apapun saat lebaran. Padahal, kan lebih enak, kalau misalnya topiknya diberdayakan lebih optimal. Mumpung kumpul ramai-ramai, topiknya bisa 'Optimasi Digital Marketing Untuk Bisnis Rumahan Para Tante'. Bisa juga, 'Nyontek Jurus Kaya Ghozali, Memulai Bisnis di Metaverse'.

samber-2022-hari-11-b-626bea26bb448623614c2683.jpg
samber-2022-hari-11-b-626bea26bb448623614c2683.jpg
Toss kopi hitamnya dulu kawan. Bersama kopi, selalu ada jalan keluar. Olahan pribadi di Canva

Tenang, biar sama-sama tenang menyambut Lebaran yang kurang dari hitungan 72 jam ke depan, ini dia tips jitu menghindari ujub sekaligus anti jemaah ghibah saat terjebak di topik obrolan umum saat lebaran.

Pertama, tetap lakukan basa-basi seperlunya, layaknya sapaan saat pertama bertemu. Ya tapi ndak perlu auto nyanyi, 'Hai halo apa kabar!' juga ya ^^ Saling mengkonfirmasi keadaan masing-masing. sama-sama bersyukur masih diberi kesehatan, sehingga bisa silaturahmi di hari raya kemenangan, Iedul Fitri.

Kedua, menjawab hanya ketika ditanyai. Khusus trik yang ini, untuk para keluarga yang berjenis 'high kepo' atau nyinyirable, pakai jawaban singkat, padat, tegas dan jelas. Contohnya, 'Ya', 'Tidak', 'Nggih', 'Terima kasih'. Sudah. Cukup. Selesai.

Ketiga, sekarang ini, saya sudah mampu auto menjawab jenis pertanyaan, 'Eh, si itu kabarnya begini begitu. Kamu tau ndak?' Saya akan menjawab, 'Wah, ndak tau ya. Mending ditanya langsung saja ke si itu. Saya bukan jubirnya'. Aneh kan ya. Nanyain kabar orang lain, ke orang lainnya lagi. Bagaimana bisa tau coba? Jauh lebih baik ditanyakan ke orang bersangkutan dong. Jawabannya sudah di kategori haqqul yakin, ya karena dia sendirilah yang ditanyai.

Keempat, batasi memarketingkan pencapaian-pencapaian terbaik keluarga kita. Bukan momen interview pekerjaan ini. Prestasi sebaiknya dibuatkan daftar khusus di resume personal. Jauh lebih berguna dipakai saat melamar pekerjaan. Kalaupun ditanyakan anak-anak kita saat ini sedang mengapa, dimana dan bersama siapa, dijawab saja seperlunya. Jangan menjawab seperti mengisi form doc survey ya ^^

Kelima, dan jurus paling jitu buat saya pribadi sampai saat ini, mengaku-aku penulis dan jadi lebih suka sebagai pendengar saja. Alasannya, dengan mendengarkan, saya bisa lebih banyak menyerap informasi dan sewaktu-waktu bisa menjadi bahan tulisan. Hahaha. Eh tapi, boleh dong ya. Kan demi menghindari buat terkesan ujub, juga buat meminimalisir resiko prosentase yang besar sebagai bagian dari jemaah pengghibah. Lho, kan ikut mendengarkan! Ya, setidaknya, tidak memulai dan tidak memanas-manaskan materi ghibah. Eh..

Nah, semoga lima jurus di atas, apapun jenis topik obrolan saat silaturahmi di hari lebaran, kita terhindar dari jenis percakapan yang bermuatan ujub atau berghibah tentang orang lain. Atau, kalau misalnya ada kumpulan keluarga yang menyepakati topik metaverse, ajak-ajak dong. Di-zoom-kan sekalian ya. Tapi, tolong jangan tunjukkan toples nastar atau kastengel di layar zoom ya. Itu sungguh tidak sopan!

*Selong, 29 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun