[KISS] Soto Mule Ngeno Saat Sahur

Apakah buka?  Pertanyaan yang mungkin akan susah saya jawab dengan mengeceknya secara langsung. Bukan apa-apa. Lokasi warung penjual soto ini, terpisah sekitar dua kecamatan dari rumah.  

Kalau pun harus ke sana,  minimal menggunakan mobil. Dua puluh tahun terakhir,  saya tak ingat apa saya pernah motoran di jam 3 pagi,  melintas dua kecamatan berbeda. Demi pengalaman sahur di satu warung favorit. 

Apakah di kota Selong,  Ada Warung Buka Saat Sahur?

Pertanyaan kedua yang juga belum bisa saya jawab. Kalau saat tinggal di kota Mataram,  sebagai mahasiswa,  lalu di Semarang bersama keluarga kecil saya, ada banyak kisah saya terpaksa eksplpr kota mencari warung.

Syukurnya ya memang ada warungnya. Di kota Mataram,  warungnya memang menjual nasi dan lauk pauk matang. Manalagi di kota Semarang. Pilihannya makin lengkap. Warteg ada, kadang warung nasi Padang pun buka juga. 

Dua kota,  di jaman belum ada ojol dengan layanan pesan antar makanan.  Warung-warung yang harus didatangi,  baik dengan jalan kaki,  atau naik motor.  Masih serba dekat,  dan baru saya terpikirkan sekarang,  masih serba aman. 

Walau tentu juga tak mungkin saya lakukan jika berjalan sendirian. Sebagian mungkin masih ingat pesan Bang Napi: inga inga inga, kejahatan timbul,  karena ada kesempatan. Sungguh pas diingat,  jika seorang perempuan,  berjalan sendirian di jam 3 pagi,  walau di bulan puasa dan di momen sahur sekalipun. 

Bagaimana Dengan Lapak Makanan Untuk Berbuka Puasa? 

Wah, kalau pertanyaan ini,  paling mudsh ditemukan jawabannya. Baru saja saya praktekkan untuk berbuka,  semalam. Warung lauk pauk dan sayur matang,  ada di kampung saya.  Ke sananya pun cukup jalan kaki. Tak sampai 500 meter,  pp. 

Di Lombok,  sungguh sama dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Lapak penjual sayur dan  lauk pauk serba matang,  hadir bak jamur di musim hujan.  Pilihan menunya juga banyak ragam. Sampai pernah saya terpikir,  seharusnya,  belanja lauk pauk matang ini,  jangan saat sedang di puncak lapar atau haus. 

Mengapa?  Di momen tertinggi rasa lapar dan haus,  kita cenderung tergerak membeli ini serta itu.  Serasa semuanya akan sama-sama lapang bersemayam di dalam perut. Prakteknya? Sekian suap,  colek ini dan itu, perut sudah kembung kekenyangan.  Mulut pun mulai mogok,  lalu akhirnya sadar,  sedang memjadi korban 'gelap mata'.  Berasa mampu seperti raksasa,  memakan dan meminum di jumlah yang memperturutkan keinginan. Bukan kemampuan. 

Akan Mencoba Sahur Di Luar Rumah? 

Well,  kembali menjawab,  ndak yakin. Kecuali jika ada tema tantangan Samber THR tahun ini yang mewajibkan video rekaman mencari menu sahur di luar rumah. Sepertinya saya akan mencoba. Walau ya,  lokasi warung yang ingin saya datangi,  masih tetangga. Tak sampai terpisah blok. Jalan kakinya cukup lima menit. 

Kalau pun tidak menjual menu sahur, minimal jadi tahu. Di lingkungan terfekat rumah saya,  berjualan lauk serba matang untuk sahur,  belum popular. Satubdua tetangga mungkin pernah mencoba. Namun,  karena sepi pembeli,  akhirnya mengalah dan tutup warung. 

Ah ia,  selintas ingat,  mengapa tak intip layanan ojol ya?  Di kota saya,  sudah ada satu ojol yang hadir. Sepertinya ada sebagian yang mau menerima order. Bagaimana pun,  di beberapa titik di kota Selong,  Lombok Timur,  memang ada yang seolah hidup 24 jam.  Yang pernah saya rasakan langsung,  ya daerah di seputar kompleks rumah sakit umum daerah.  Tepatnya RSUD dr. Soejono. Warung ada yang buka hampir 24 jam. 

Nah,  semoga tulisan sederhana,  bisa jadi contekan, jika satu hari nanti ada rekan Kompasianer yang mampir ke kota saya. Kota kabupaten Lombok Timur,  kota Selong. 

*Selong,  19 April 2022