Bagaimana tak kagum? Sosok Ifan good looking di wajah, tubuh dan sikap. Jangankan Sofia dan Syahdu, perempuan manapun yang mengenalnya akan menjadikan Ifan sebagai sosok ideal suami masa depan. Tapi tenang, di film Kehormatan di Balik Kerudung, sejak awal, penonton hanya perlu memilih. Sofia atau Syahdu kah, perempuan paling pantas bagi Ifan ?
Oia, ini film lama. Rilis di tahun 2011. Dulu. Saya pun lupa menontonnya kapan dan dimana. Yang jelas, bukan di bioskop (tutup wajah). Jadi, ulasannya full spoiler ndak masalah kan ya? ^^
Cinta Pada Pandangan Pertama
'Penyakit' lama saya, sudah mulai muncul sejak awal alur film ini dimulai. Ekspektasi berlebih pada makna dari judul yang dipilih, mulai ambyar di scene pertemuan Ifan dan Syahdu. Bayangan saya, percakapannya pendek-pendek. Garing. Lalu selesai tanpa kenangan apa-apa.
Sangat  berbeda tentu saja, dengan 'kenyataan' di film. Ifan sangat menyukai fotografi. Sosok serba sempurnanya, -- sekarang saya baru sadar, semacam mirip sosok misterius Nicholas Saputra di real life *grin, makin makin istimewa. Jaket atau outfit atasan serba hitam. Ransel yang selalu nyangklong di bahu kanan. Tentengan kamera DLSR di tangan kiri. Ketika tali kamera nyangklong juga di badan, giliran satu buku terpegang di salah satu tangannya. Kan, sepakat kalau karaktek Ifan ini cakep di bodi dan otak? Hehehe
Pertemuan paling pertama Ifan dan Syahdu, syukurnya, dimulai dengan Ifan-lah yang membuka percakapan. Bukan cat calling ya. Pembuka obrolan yang cukup sopan. Tak urung, Ifan juga tak sungkan memuji kecantikan Syahdu. Jangan lupa, ia fotografer. Pujiannya bisa jadi karena kegiatan memotretnya telah  merekan berbagai wajah dari balik lensa kamera. Di sini, saya memuji pilihan sutradara, yang membuat tokoh Syahdu tersipu dan refleks  menutupkan kerudung (tepatnya selendang panjang) ke wajahnya dan menyisakan sepasang mata yang panik, tapi suka. Rrr, bagaimana frase tepatnya ya. Begitulah, perempuan ketemu sosok asing, langsung memuji mereka cantik, panik tapi wajah auto merona merah. Lalu ada sungging senyum di bibir. Tepat dong, frase panik tapi suka.
Sekian lagi kalimat-kalimat pendek, dan penolakan Syahdu, yang enggah wajah cantiknya dipotret Ifan . Kereta api datang, Syahdu harus segera pergi. Tengok sebentar, eh, sudah keduluan ditinggal Ifan . Lalu, ada satu buku tertinggal di bekas tempat duduknya. Sembari bergegas, mau tak mau, Syahdu memungut buku tersebut lalu memburu kursi di KA.
Jodoh Takkan Kemana, Ya Kalau Memang Benar Jodoh
Nah, di Kehormatan di Balik Kerudung, Syahdu dan Ifan ternyata lekas berjodoh, saudara saudara. Syahdu yang sedang mengunjungi kakek neneknya di salah satu sudut desa Pekalongan, ternyata langsung bertemu Ifan lagi. Eh, pas jadi iman sholat di salah satu musholla di desa tersebut pula. Tunggu. Selintas, masih di desa ini juga, lewat Sofia. Sebentar, nanti ada sub-nya sendiri membahas Sofia ya.
Pendek kata, obrolan awal di bangku tunggu stasiun kereta, berlanjut di desa. Senangnyaaaa menjadi Ifan dan Syahdu. Percikan rasa suka di pertemuan awal, langsung bersambung pertemuan intens. Senangnyaaaa jadi Syahdu. Pertemuannya dengan Ifan lancar, karena banyak dibantu sepupunya, juga remaja-remaja desa, yang suka melihat kedekatan mereka berdua. Manusiawi. Sosok cantik dan ganteng, memang mudah berjodoh. Pas saja gitu dilihatnya. Sedihnya, Syahdu mendadak terpaksa pulang cepat. Ibunya sakit parah dan harus segera dirawat di rumah sakit, bahkan harus segera dioperasi.
Jodoh Terhalang Balas Budi
Sakitnya ibu Syahdu, ternyata berujung kepelikan baru. Biaya operasi terpaksa dibayarkan seorang mantan Syahdu. Label mantan, karena Syahdu ditinggal menikah dengan perempuan lain. Bantuan dengan pamrih. Syahdu harus mau menjadi istri kedua sang mantan, barulah dana operasi ibunya cair. Ish, cowok yang nggak banget ya. Makanya, ndak perlu dituliskan nama karakternya deh ya. Hehehe
Surga dunia bagi si mantan, dunia runtuh bagi Syahdu dan Ifan. Pendek kata, Ifan pun akhirnya terpaksa menikah dengan Sofia. Jodoh indahnya, Syahdu, telah menjadi milik orang. Coba Ifan daftar kartu prakerja dan rajin ikut lomba foto, bisa jadi Syahdu gak kerebut si mantan ya.
Nah, di scene ini, sosok Sofia makin sering muncul. Meski sangat paham, pernikahannya dengan Ifan hanya sekadar penutup luka hati, ia mampu-mampukan bersabar dan memaksakan berbahagia. Cukup ciamik digambarkan sutradara. Bagaimana Sofia selalu senyum, berwajah teduh dan basah oleh air wudhu, di depan Ifan, namun menangis tergugu di balik bantal. Eh, maksudnya, Sofia selalu menangisnya itu sembunyi-sembunyi. Tak pernah di hadapan Ifan langsung.
Lalu, jreng jreng jreng..
Hati Yang Keras karena Cinta atau Keegoisan Iman?
Ini dia alasan mengapa saya memilih judul di atas. Syahdu yang cantik, ternyata sosok keras hati dan semau gue. Gimana dong. Sudahlah status menjadi janda, koq ya mau-maunya tinggal di rumah Ifan yang sudah beristri. Apa kata dunia? Dari semua rumah, masa sih harus rumahnya Ifan?
Oh ia. Di scene ini, emosi penonton diaduk-aduk. Jengkel dengan Syahdu, barengan dengan prihatin dengan Sofia. Eh, alurnya malah sesuai tebakan massa, eh, umumnya yang terjadi lah. Sofia yang sebenarnya tak pernah jadi perempuan yang dicintai Ifan, terpaksa mengikhlas-ikhlaskan diri dengan keberadaan Syahdu di rumahnya. Sekuat-kuatnya iman Ifan, bisik-bisik tetangga tentunya akan jadi peer pressure dan runtuhnya bendungan air mata Sofia. Ini pun masih belum cukup, pemirsa.
Syahdu yang yakin lepel dewa, kalau cinta Ifan sesungguhnya hanya untuknya, makin memperunyam masalah. Sudahlah menumpang tinggal dan datang sendiri, eh, pakai acara minggat dari rumah Ifan dan Sofia. Disinilah, keyakinan Syahdu terjawab. Ifan mulai linglung ulang ditinggal Syahdu. Yah, eposide nangisnya Sofia belum boleh berhenti nih.
Di scene yang seharusnya mengharu biru ini, saya mulai antara menangis sambil tertawa. Film 'khas Indonesia' terjadi di momen ini. Syahdu minggat, koq ya pakai ngepasi cuaca lagi hujan angin petir menyambar-nyambar. Padahal, akting Donita sebagai Syahdu, Andika (bukan Kangen Band) sebagai Ifan, serta Ussy Sulistiawati sebagai Sofia, sudah cukup kuat. Cuaca yang sepertinya belum memunculkan tren mbak Rara, terkesan berlebihan dan jadi menyamarkan kekuatan akting tiga tokohnya. Menurut saya lho ini. Bisa jadi berbeda bagi penonton lainnya.
Akhirul kata, endingnya bak film Cinderella versi menyenangkan. Sofia mengijinkan, bahkan menguatkan hati Ifan, untuk menyusul Syahdu dan sekaligus meminangnya. "Mas, bawa Syahdu pulang untukku!". Begitulah kira-kira frase yang tepat bagi restu Sofia. Lalu, proses menyusul, menjemput, merayu, meminang Syahdu, berlangsung cepat. Ditutup dengan Syahdu memeluk erat Sofia. Mungkin pelukan terima kasih, telah rela berbagi suami, atau memberikan kesempatan ia meneruskan jodohnya yang tertunda dengan Ifan. Berikutnya, lagi-lagi ending khas Indonesia. Rumah tangga Ifan bahagia dengan dua istri. Satu, istri yang mencintainya dengan iman. Dua, istri yang mencintainya karena benar-benar rasa saling suka. Hmmm, too good to be true yak. Di real life, mustahil rasanya Ussi berbagi Andika...Wkwkwkwk..
Sutradara: Tya Subiakto. Film ini remake dari novel berjudul sama, karya Ma'mun Affany.
Score: 7.5/10. (Lumayan cocok buat penonton yang gampang nangis. Dijamin mata bakal cepet bengkak menonton film ini)
*Selong, 15 April
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H