Jodoh Terhalang Balas Budi
Sakitnya ibu Syahdu, ternyata berujung kepelikan baru. Biaya operasi terpaksa dibayarkan seorang mantan Syahdu. Label mantan, karena Syahdu ditinggal menikah dengan perempuan lain. Bantuan dengan pamrih. Syahdu harus mau menjadi istri kedua sang mantan, barulah dana operasi ibunya cair. Ish, cowok yang nggak banget ya. Makanya, ndak perlu dituliskan nama karakternya deh ya. Hehehe
Surga dunia bagi si mantan, dunia runtuh bagi Syahdu dan Ifan. Pendek kata, Ifan pun akhirnya terpaksa menikah dengan Sofia. Jodoh indahnya, Syahdu, telah menjadi milik orang. Coba Ifan daftar kartu prakerja dan rajin ikut lomba foto, bisa jadi Syahdu gak kerebut si mantan ya.
Nah, di scene ini, sosok Sofia makin sering muncul. Meski sangat paham, pernikahannya dengan Ifan hanya sekadar penutup luka hati, ia mampu-mampukan bersabar dan memaksakan berbahagia. Cukup ciamik digambarkan sutradara. Bagaimana Sofia selalu senyum, berwajah teduh dan basah oleh air wudhu, di depan Ifan, namun menangis tergugu di balik bantal. Eh, maksudnya, Sofia selalu menangisnya itu sembunyi-sembunyi. Tak pernah di hadapan Ifan langsung.
Lalu, jreng jreng jreng..
Hati Yang Keras karena Cinta atau Keegoisan Iman?
Ini dia alasan mengapa saya memilih judul di atas. Syahdu yang cantik, ternyata sosok keras hati dan semau gue. Gimana dong. Sudahlah status menjadi janda, koq ya mau-maunya tinggal di rumah Ifan yang sudah beristri. Apa kata dunia? Dari semua rumah, masa sih harus rumahnya Ifan?
Oh ia. Di scene ini, emosi penonton diaduk-aduk. Jengkel dengan Syahdu, barengan dengan prihatin dengan Sofia. Eh, alurnya malah sesuai tebakan massa, eh, umumnya yang terjadi lah. Sofia yang sebenarnya tak pernah jadi perempuan yang dicintai Ifan, terpaksa mengikhlas-ikhlaskan diri dengan keberadaan Syahdu di rumahnya. Sekuat-kuatnya iman Ifan, bisik-bisik tetangga tentunya akan jadi peer pressure dan runtuhnya bendungan air mata Sofia. Ini pun masih belum cukup, pemirsa.
Syahdu yang yakin lepel dewa, kalau cinta Ifan sesungguhnya hanya untuknya, makin memperunyam masalah. Sudahlah menumpang tinggal dan datang sendiri, eh, pakai acara minggat dari rumah Ifan dan Sofia. Disinilah, keyakinan Syahdu terjawab. Ifan mulai linglung ulang ditinggal Syahdu. Yah, eposide nangisnya Sofia belum boleh berhenti nih.
Di scene yang seharusnya mengharu biru ini, saya mulai antara menangis sambil tertawa. Film 'khas Indonesia' terjadi di momen ini. Syahdu minggat, koq ya pakai ngepasi cuaca lagi hujan angin petir menyambar-nyambar. Padahal, akting Donita sebagai Syahdu, Andika (bukan Kangen Band) sebagai Ifan, serta Ussy Sulistiawati sebagai Sofia, sudah cukup kuat. Cuaca yang sepertinya belum memunculkan tren mbak Rara, terkesan berlebihan dan jadi menyamarkan kekuatan akting tiga tokohnya. Menurut saya lho ini. Bisa jadi berbeda bagi penonton lainnya.
Akhirul kata, endingnya bak film Cinderella versi menyenangkan. Sofia mengijinkan, bahkan menguatkan hati Ifan, untuk menyusul Syahdu dan sekaligus meminangnya. "Mas, bawa Syahdu pulang untukku!". Begitulah kira-kira frase yang tepat bagi restu Sofia. Lalu, proses menyusul, menjemput, merayu, meminang Syahdu, berlangsung cepat. Ditutup dengan Syahdu memeluk erat Sofia. Mungkin pelukan terima kasih, telah rela berbagi suami, atau memberikan kesempatan ia meneruskan jodohnya yang tertunda dengan Ifan. Berikutnya, lagi-lagi ending khas Indonesia. Rumah tangga Ifan bahagia dengan dua istri. Satu, istri yang mencintainya dengan iman. Dua, istri yang mencintainya karena benar-benar rasa saling suka. Hmmm, too good to be true yak. Di real life, mustahil rasanya Ussi berbagi Andika...Wkwkwkwk..
Sutradara: Tya Subiakto. Film ini remake dari novel berjudul sama, karya Ma'mun Affany.