Masihkah kekasihku sebatang pohon
Ketika angin berhembus, desau daunnya yang selembut belaian ibu usai mimpi malam nan buruk, kini tersisa di kenangan
Terbaring tubuhku di bawah rindangnya
Sesekali ciluk ba, bercanda dengan kuning emas sinar mentari
Masihkah kekasihku sebatang pohon
Sering kupandangi ia diam-diam, lalu kami bercinta dalam hati
Sekali waktu dari atas kursi bis antar kota, pucuk hijaunya sampai di hatiku
Damai
Sekarang, Â jadilah selalu kekasihku, wahai pohon-pohon
Di setiap doaku, kualirkan air tanpa henti
Tiada peduli musim, saat rumput meranggas, pun saat humus memucuk hijau
Dengan air, hati kita sama berdenyut, lalu kembali bercinta
Tetap lagi kekasihku sebatang pohon
Kutuliskan puja puji cintaku, sekali ia bertinta hitam, lain waktu memerah darah
Namun, kekasihku tak pernah membalik amarah
Rindang daunnya, bidang pokoknya, hangat jelujur akarnya, masih ada, selalu ada memelukku
Penuh-penuh dalam cinta
Akan selalu kekasihku sebatang pohon
Kumohon, jagalah
Jika tak bisa menanam, setidaknya jangan mencabut
Jika kamu bisa, akan kubisikkan  cara bercinta terbaik bersama mereka
*Selong, Ramadan Day 5 - Jumat 8 April 2022 - Ditulis ulang, dari post FB, sambut Ramadan 1442 H atau 8 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H