Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perempuan Sakti Bernama Ibu Pekerja

22 Desember 2021   09:27 Diperbarui: 22 Desember 2021   09:40 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ibu penjual asongan tenun khas Lombok di pantai Tanjung Aan. Dokpri

Lalu, kemana para pemuda dan bapak?  Sebagian,  seperti Eddie,  menjadi guide surfer dan fasih bercakap Bahasa Inggris. Yang lain? 

Eddie (duduk)  menemani beberapa surfer di Pantai Areguling Lombok. Dokpri
Eddie (duduk)  menemani beberapa surfer di Pantai Areguling Lombok. Dokpri

Para Ibu Pekerja Sesakti Apa?

Selama bulan Desember tahun ini,  saya mengunjungi Pantai Mandalika,  Pantai Tanjung Aan,  Pantai Areguling,  praktis selama weekdays.  Bersama 9 pemenang lomba menulis Mandalika,  kami berada di salah satu hotel di Pantai Mandalika pada hari Selasa sampai Kamis. Di minggu lalu,  saya datang kembali di hari Senin sampai Rabu.  Di awal tahun,  saya pernah liputan kontes surfing nasional di Sabtu dan Minggu.  Para ibu pedagang asongan ini,  tak mengenal kata libur, walau memang tanpa lembur.  Tak ada wisatawan yang datang ke pantai selepas maghrib. 

Bayangkan. Jam kerja sekitar 10 jam per hari. Penghasilan tak menentu. Tak ada hari libur, bonus tahunan atau kenaikan gaji pokok sesuai masa kerja. Jangan tanya THR. Kurang sakti apa mereka? 

'Kesaktian' para ibu pedagang asongan di atas tentu tidak 'apple to apple' jika disandingkan dengan ibu pekerja jaman now. Berikut tiga highlight jenis kesaktian yang saya tangkap dari jenis ibu pekerja yang ini. Sebagiannya tentu dilakukan pula oleh para ibu pedagang asongan di sub bag pertama di atas:

Satu,  mereka tetap menjadi ibu kebanyakan. Yang lekat dengan pekerjaan domestik,  yang orang-orang bilang,  kasur,  sumur dan dapur. Ayolah,  kurangi mendebatnya.  Yang berbeda mungkin porsinya. Ada sekelompok ibu yang beruntung mendapatkan suami,  yang membantu mengurangi prosentase pekerjaan domestik mereka. Bahkan,  mampu bekerjasama dan bisa melibatkan anak-anak mereka. 

Kedua,  ibu pekerja kantoran. Kebanyakan,  bekerja 8 jam sehari dengan ekstra 1 jam untuk alokasi perjalanan dari rumah ke kantor.  Well yeah,  masing-masing profesi memiliki kadar berat ringan pekerjaan tersendiri. Tulisan saya tidak sedang mengarah ke sini. 

Ketiga,  pekerja digital.  Heh,  ini istilah apalagi?   Ya,  pekerja juga dong. Saya pernah.  Bekerja kantoran,  lalu di jam istirahat diburu deadline post paid di blog personal.  Ketika makin merasa tak nyaman,  saya resign dari kantor terakhir.  Tapi,  di luar sana,  ada jutaan ibu pekerja kantoran yang juga sukses menjadi pekerja digital. 

See,  seorang ibu,  sungguhlah sakti. Anda,  coba tuliskan kesaktian lain dari seorang ibu. Jangan lupa tag dan mention saya ya.  Saya ingin turut mendoakan yang terbaik bagi ibu-ibu tersebut. 

Selamat Hari Ibu,  22 Desember 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun