Terasa tak habis-habis kisah sedih menguntai. Meski mulai terasa tak bijak, namun masih menyandarkan kondisi sulit karena pandemi, masih juga satu-satunya pelega sesak. Saat menuliskan ini, seorang rekan penulis online yang orang tua tunggal, terpaksa cuitkan keterbatasan kondisinya. Tiga hari ia dan anaknya tak makan. Betapapun, beberapa orang baik, gegas mengulurkan tawaran kebaikan. Ya Allah, semoga malam ini mereka berdua, bisa lelap dengan perut kenyang. Aamiin
Begitulah. India sedang berjuang melalui masa-masa tersulit. Di Indonesia, perjuangan berbeda juga terus berlangsung. Banyak orang di luar sana, tak lagi sekadar malu hati meminjam untuk biaya makan. Bisa jadi, lebih banyak lagi yang sudah tak bisa meminjam, karena memang tak punya sumber penghasilan untuk melunasi pinjaman.
Walau di dunia nyata, tetap masih ada sebagian yang mencuitkan, sesaknya jalanan dan mall-mall. Masih ada yang bisa membelanjakan rezeki mereka. Sekali setahun. Hadiah menyenangkan bagi kelluarga tercinta. Bagi diri sendiri, setelah setahun ke belakang memeras tenaga dengan bekerja.
Dua sisi mata uang kehidupan. Sama-sama berjalan. Beriringan. Seperti matahari dan bulan. Ada kala, ketika bulan setipis sabit, matahari pagi cerah dan terang benderang. Akan ada pelangi, usai badai.
Teladan Nabi Yusuf, Â Hapuskan Iri dan Dengki
Ya. Teladan inilah yang sedang kita butuhkan. Bagi yang tak bekerja dan tak punya penghasilan tetap, ketatkan lagi ikat pinggang. Hapus keinginan berhutang, demi bisa makan, apalagi buat beli baju lebaran. Semoga di 10 hari terakhir Ramadan yang datang menjelang, ada masjid yang membuka pintunya untuk i'tikaf. Tentu bukan semata sebagai 'penampung' para muslim yang mungkin sedang kesulitan makan. Terbesarnya, sebagai jalan semakin memaksimalkan kekhusyukan ibadah Ramadan. Lebih dekat lagi ke Sang Maha Pencinta. Ke Sang Maha Mendengar, dimana segala keluh kesah dan kepahitan hidup, bermuara tanpa batas. Tanpa khawatir jadi bahan cela, ketika dikisahkan ke sesama manusia.
Teladan Nabi Yusuf as. pula, yang bisa kita ajarkan pada anak-anak. Tak boleh iri pada saudara perempuan, yang karena siklus menstruasi bulanan mereka, ada beberapa hari mereka tertangguhkan berpuasa. Tak boleh pula dengki pada saudara lelaki, yang lebih leluasa melaksanakan i'tikaf di masjid -- tanpa perlu khawatir meninggalkan pekerjaan domestik rumah tangga. Masing-masing kita telah mendapatkan porsi setara. Takkan ada rezeki tertukar, karena Allah SWT-lah penjamin utamanya.
Teladan sifat minim iri dan dengki, menjadikan kita manusia-manusia berhati lapang. Turut berbahagia dengan kebahagiaan orang lain, menangis sedih pula ketika berduka. Bukan sebaliknya.
Muhasabah Kedzaliman Diri Sebelum Menyalahkan Yang Lain
Seperti yang lekas dilakukan Nabi Yunus as., saat teringat bahwa ia-lah yang lemah hati. Lari dari kaumnya yang tak mau mendengar, namun malah dibuang ke laut, lalu tertelan berhari-hari di perut seekor ikan paus.Â
Laaila hailla anta, subhanka inni kuntum minadzaalimiin. -- Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku dari orang yang dzalim.
Pernyataan ketaklukan ego pribadi. Kebenaran mutlak milik Allah SWT, kesalahan adalah sumbernya di diri kita sendiri. Manusia. Usai berpasrah, lalu diikuti dengan membangun dinding sabar tak berujung. 99 Asmaul Husna, sungguh penjamin, tiada yang luput dari pembalasan oleh Allah SWT. Insha Allah, aamiin.
Kembali ke saya, beginilah pula yang sedang saya perjuangkan. Tahun lalu, terjebak tak berkesudahan di masa-masa psikosomatis parah. Tahun ini, bersama dengan keteladanan Nabi Yusuf as. dan Nabi Yunus as., insha Allah berjuang menjadikan sholat dan sabar jadi sebaik-baik penolong. Tentu juga dibarengi ikhtiar nyata. Ketika saya sedang kesulitan uang untuk membeli lauk pauk makan misalnya, setidaknya saya akan mengabari ibu atau kakak saya yang tinggal serumah. Jika mereka pun sedang terbatas kondisinya, sebisa mungkin merasa cukup. Yang penting sudah ada beras dulu (dan wifi), inshaAllah pintu rezeki diberikan Allah SWT dari banyak sisi.
Yang penting, jangan dulu berhutang. Saya dan suami pekerja serabutan. Tak tahu kapan mendapat gaji, jadi tak tahu pula menjanjikan melunasi pinjaman pakai tanggal berapa di bulan apa.Â
Selamat datang, malam-malam Lailatul Qadr. Datanglah pada hamba Allah SWT yang tepat. Jadikan kami hamba yang selalu pandai bersyukur, juga pandai meneladani sikap-sikap terbaik para Nabi dan Rasul. Aamiin.
*Selong 3 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H