Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lailatul Qadar di Kenangan Saya

2 Juni 2018   23:17 Diperbarui: 3 Juni 2018   13:10 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melaut. Ikhtiar peroleh rezeki. Dokpri

Usia hampir mendekati setengah abad, semakin banyak hal-hal yang lebih saya yakini sebagai fakta. Mitos mulai tertinggal di labirin-labirin kenangan. Namun, di keseharian, tentu tak mudah untuk benar-benar abaikan mitos yang masih juga dipegang. Bahkan, cenderung menjadi yang lebih diyakini. Landasan berpikir dan bertindak.

Mulai dari yang sederhana. Semacam mewajibkan berbagai model takjil yang serba manis, menjadi pembatal puasa. Faktanya, untuk seseorang dengan asma seperti saya, berbuka setiap malam dengan yang serba manis, beresiko batuk. Batuk memicu asma. Berulang. Tidak harus ke dokter, fakta dan 'modus' begini sudah 'terbukti' di empat sampai lima tahun terakhir.

Jadi, sekarang, saya cukup kesulitan mengulas mitos versus fakta. Utamanya yang berkaitan dengan Ramadhan.

Satu yang segera melintas, berulang pula setiap tahun, mitos versus fakta seputar malam seribu bulan. Dikenal juga sebagai Lailatul Qadr.

Saya tumbuh dengan pengalaman 'mengaji' di sana di sini. Mengapa memakai frase di sana di sini, karena memang hanya serba sebentar. 

Sekali waktu, naik di bak belakang, mobil pick up milik almarhum bude. Kalau tidak salah ingat, ke salah satu pesantren di Bodak, Lombok Tengah. Lain masa, saya juga sempat aktif mengaji bersama kelompok akhwat salafiyah. Setara SD, belajar sore di Ibtidaiyah, sampai pun dipercayai ustadz saya. Mampu menulis kaligrafi dari ayat-ayat pendek. Tiga pengalaman yang saat itu tak melibatkan dunia maya.

Jejak yang memberi sedikit garis merah, saya satu di antara jutaan muslim. Yang tetap mempercayai, pun berharap, saya beroleh rezeki. Berkah berlimpah di malam Lailatul Qadr.

Nah, mitos terkait inilah yang lekas teringat.

Tentang daun-daun yang 'mati'. Air di keran yang beku mendadak. Dingin seketika. Pun bumi yang tetiba sunyi. Empat di antara berbagai kalimat serta cerita serba fantastis. Pendek kata, ilustrasi yang gambarkan betapa 'heboh' dan gempitanya proses dari turunnya malam, ketika apapun ingin yang melintas, akan langsung terjawab.

Wallahu'alam.

Rasa percaya yang membuat saya kadang menjadi reaktif. Saat berwudhu sesaat setelah bangun dan mempersiapkan sahur, jadi berharap lebih ketika air keran terasa sangat dingin. 

Atau, ketika speaker-speaker masjid tetiba tak perdengarkan suara apapun, wah, bumi senyap amat. Jangan-jangan Lailatul Qadr sedang turun nih. Plus tebakan-tebakan harap-harap cemas berikutnya.

Lantas, setiap teringat ini, saya berusaha bersegera berhitung. Apa iya saya benar pantas beroleh berkah sebesar itu? Amalan apa yang telah saya lakukan, yang setidaknya setara pun boleh dapatkan 'hadiah' begitu keren.

Akhirnya, saya mulai back and down to earth. Bahasa Lomboknya. Kalau diartikan ke Bahasa Indonesia, kira-kira menjadi, mbok ya tau diri sedikitlah. Tanpa bermaksud low expectation, saya mulai pasrah dan ikhlas. Daripada sibuk menerka dan berhitung amalan, rasanya lebih baik tawakkal dulu. Allah SWT Maha Adil. Kebaikan sebesar zarah, insyaAllah berbalas berlipat ganda. Saya manusia yang lemah, hanya bisa tahu ketika segala balasan telah saya terima. Bukan di sebelumnya.

Jadi, mari tetap sibukkan diri, berniat dan lakukan segala yang serba baik. Allah SWT telah dan akan selalu Maha Benar atas segala kehendak-Nya. Demikian juga Lailatul Qadr. Ia akan menghampiri dan datang, pada hamba ikhsan yang memang pantas.

InsyaAllah, aamiin. Kembali dengan penutup, wallahu'alam bissowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun