Atau, ketika speaker-speaker masjid tetiba tak perdengarkan suara apapun, wah, bumi senyap amat. Jangan-jangan Lailatul Qadr sedang turun nih. Plus tebakan-tebakan harap-harap cemas berikutnya.
Lantas, setiap teringat ini, saya berusaha bersegera berhitung. Apa iya saya benar pantas beroleh berkah sebesar itu? Amalan apa yang telah saya lakukan, yang setidaknya setara pun boleh dapatkan 'hadiah' begitu keren.
Akhirnya, saya mulai back and down to earth. Bahasa Lomboknya. Kalau diartikan ke Bahasa Indonesia, kira-kira menjadi, mbok ya tau diri sedikitlah. Tanpa bermaksud low expectation, saya mulai pasrah dan ikhlas. Daripada sibuk menerka dan berhitung amalan, rasanya lebih baik tawakkal dulu. Allah SWT Maha Adil. Kebaikan sebesar zarah, insyaAllah berbalas berlipat ganda. Saya manusia yang lemah, hanya bisa tahu ketika segala balasan telah saya terima. Bukan di sebelumnya.
Jadi, mari tetap sibukkan diri, berniat dan lakukan segala yang serba baik. Allah SWT telah dan akan selalu Maha Benar atas segala kehendak-Nya. Demikian juga Lailatul Qadr. Ia akan menghampiri dan datang, pada hamba ikhsan yang memang pantas.
InsyaAllah, aamiin. Kembali dengan penutup, wallahu'alam bissowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H