Tangan kananku merupa kitiran
Riap jemari hujan memercik
Melingkar
Basah ditubuhku tak kurangi hangat jiwa
Tentang rupa-rupa rasa
Dari renggang tubuhmu
Atau sosokmu, sebaliknya, lekati erat
Setiap detik ruang sadarku
Tubuhku menari bersama hujan
Tapakku menghujam bumi
Ingin kutitipkan semua rasa kita
Meresap di pori-pori tanah
Kemudian menghijau ia
Di helai-helai rumput
Dan binar bahagia dari mimpi yang kurajut diam-diam
Pantulkan beningnya asa tanpa nama di titik embun
Mengayun pelan di ujung rerumputan
Tak sempat memuai
Hujan berikutnya alirkan embun
Inginku ia kembali terisap pori-pori tanah
Hangat jiwa di tubuhku tak terkurangi basah
Memutar
Percikan jemari hujan meriap
Kitiran mewujud di tangan kiriku
Dan putaran hujan
Mengalir
Memadu
Di dua bibir kita yang beku
Jadi, Arin
Aku telah melewatkan purnama biru
Tak mampu aku hidup seratus tahun ke depan
Dengan apa lagi aku putari, rinai hujan, tak lagi ada sepasang tangan milikku
*Meninting 2 Februari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H