Hidup sebagai travelers memang asik, tapi dari keasikan tersebut ada sisi buruk dari beberapa oknum yang biasa dilakukan, bahkan sampai melakukan perusakan. Apa saja dari kebiasan buruk travelers tersebut dan bagaimana menanggulanginya?
Era digital makin mengental di kehidupan keseharian. Nisbi batas, jarak dan waktu memungkinkan siapa pun memaksimalkan kehidupannya dengan dukungan teknologi digital. Terutama travelers. Para penikmat semua jenis wisata, baik wisata alam serba pemacu adrenalin pun wisata nyaman pemanja mata serta tubuh.
Saatnya pegang kendali bagi traveler di setiap momen perjalanan wisatanya. Kebutuhan utama traveler semakin dimudahkan. Adanya berbagai aplikasi penunjang yang kini bertebaran, pemesanan tiket pesawat, hotel pun spot-spot resto favorit bisa dilakukan jauh-jauh hari sebelum momen berlibur dilakukan. Kemudahan lainnya, aplikasi peta memungkinkan travelers melakukan perjalanan wisatanya, bahkan tanpa guide sekali pun. Lokasi hotel, resto dan spot wisata yang dituju bisa disimpan dari tempat asal.
Meski sesekali tetap dibantu ‘moda peta tradisional’ aka bertanya pada orang-orang setempat di lokasi yang dituju, aplikasi ini relatif bisa diandalkan.
Lantas, dengan kemudahan serba digital yang tergenggam di tangan ini, akan selalu mudah dan lancarkah momen traveling kita?
Seharusnya iya. Faktanya, kemudahan ini masih saja memberi celah bagi munculnya kebiasaan-kebiasaan buruk, terutama dari si traveler sendiri. Apa saja sih kebiasaan-kebiasaan buruk seorang traveler (sambil mulai ngaca :D)?
Mari mulai dari ujar-ujar umum yang sejatinya masih selalu dibaca, didengar atau setidaknya tercetus di obrolan sesama traveler dimana pun: Jangan mengambil apapun kecuali foto, Jangan membunuh apapun kecuali waktu dan Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak.
Dari tiga paham pakem traveler tersebut, beberapa kebiasaan buruk yang menjadi kontra aksi di antaranya:
- Seringkali tak tertahan untuk mengambil sesuatu dari destinasi-destinasi wisata yang dikunjungi. Tak perlu jauh-jauh dan sulit membuat contoh, dulu sekali saat saya begitu keranjingan mendaki Rinjani si 3726 mdpl, sesekali ketika tak bisa ikut mendaki, saya memesan kepada kawan yang sedang naik untuk bawakan oleh-oleh batu gunung. Demi apa? Hanya demi kepentingan saya sendiri, meski terkesan romantik klasik, membunuh rindu saya pada lekuk liku Rinjani serta wangi khasnya.
- Kebiasaan buruk berikutnya, yaitu ‘budaya’ meninggalkan sampah. Kembali bertolak dari pengalaman traveling saya pribadi, sekali waktu saya kunjungi satu spot pantai cantik di Lombok Timur dan niatkan kuat untuk benar-benar tak tinggalkan apa pun meski hanya satu bungkus permen atau satu puntung rokok. Sekian jam eksplorasi dan sekian kalimat mengingatkan rekan perjalanan saya, nyatanya satu plastik besar sampah berbagai kemasan tetap saja tertinggal. Entah menenangkan atau tidak, rekan saya meyakinkan bahwa ia telah membakar sampah tersebut sepantasnya dan di tempat semestinya. Dua frase terakhir, bagi saya, menegaskan bahwa di spot tersebut terdapat pojok-pojok tumpukan sampah yang terbakar maupun tidak, dari banyak pengunjung lainnya. Niat kuat saya gagal maksimal. Sigh..
- Beberapa kebiasaan buruk lainnya yang terkesan tidak di skup tiga batasan baik traveling di atas adalah: boros waktu dan shopping out of control. Kebiasaan tak tepat waktu, mengulur-ulur aktifitas, menggampangkan situasi dan kondisi atau menjadi si serba lelet plus si paling akhir. Kebiasaan-kebiasaan yang mungkin efeknya masih ‘yaaa, nggak apa-apalah’ ketika traveling sendirian, tapi akan sangat mengganggu jika berlibur bersama. Baik itu bersama keluarga sendiri, rombongan kantor atau sekadar rekan traveling yang baru saja bertemu via forum pun komunitas travel lintas batas daerah.
- Celah buruk yang juga terasa begitu sulit hilang di banyak destinasi wisata di Indonesia adalah vandalisme berupa grafiti tak ramah lingkungan. Sebenarnya ada beberapa cara untuk menanggulangi hal tersebut, seperti menerapkan pembelian tiket, membuatkan papan peringatan, memasang kamera-kamera pengawas atau kalau perlu melakukan sortir yang konsisten di setiap gerbang masuk destinasi wisata bagi alat-alat yang memungkinkan aksi vandalisme terjadi. Hal lain yang dapat dilakukan adalah memberikan tempat khusus untuk mengakomodir skill menggambar, menulis, mengukir hiasan, nama, quote-quote indah dari para pengunjung, sehingga dapat menjadi magnet baru dari suatu destinasi.
Sampai di sini, saya meyakini ulasan saya ini telah banyak tertuang di banyak tulisan lain. Tak selalu dari kalangan traveler sendiri atau para pemerhati lingkungan serta dinas terkait pemerintah yang bidang kerjanya memang berkaitan. Namun, keyakinan berikutnya, bahwa pengulangan-pengulangan seperti ini masih sungguh perlu.
Konsistensi pengingatan bersama, bahwa traveling bukan semata tentang perjalanan wisata nikmati yang serba indah. Bahwa selalu ada tanggung jawab, terutama traveler itu sendiri, untuk sama menjaga maksimal kelestarian dari setiap destinasi yang dikunjunginya.
Sudah saatnya para traveler pegang kendali, tidak hanya untuk memuaskan hasrat dengan melakukan perjalanan tetapi juga untuk tetap menjadi lingkungan.
Tips berikut bisa jadi cara untuk menangkis kebiasaan buruk mewarnai kisah traveling kita:
Pertama, mulailah melakukan semua kebiasaan baik di tiga pakem traveling di atas dari diri sendiri (ngaca, kemudian selfie *eh). Saya tak berani menjadikan pengalaman bepergian yang pernah saya lakukan sendiri sebagai contoh. Saya masih harus sama berjuang seperti banyak traveler kebanyakan. Belum pernah memanggul kantong sampah dari gunung mana pun, membawanya turun dan memastikannya sampai di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir).
Mungkin saya masih bisa sedikit yakin bahwa saya telah maksimal menghindari kebiasaan tak tepat waktu, menjadi si serba lelet yang membuat traveler lain menunggu, sebutan-sebutan yang hanya bisa saya yakini jika diulas oleh traveler selain saya. Mungkin rekan Couchsurfer saya, tamu private tour yang saya jalankan saat ini, atau Anda?
Khusus di kebiasaan boros dan belanja tak terkendali, gaya hidup cashless beriringan dengan kemudahan yang diberikan teknologi di jaman digital ini. Beberapa pembayaran yang bisa traveler hindari menggunakan dana tunai, diantaranya pembayaran tiket pesawat dan hotel, pembayaran momen-momen makan di resto-resto favorit, bahkan pembelian berbagai produk oleh-oleh. Saatnya pegang kendali, mengetahui secara pasti nominal pembayaran-pembayaran dari tiket pesawat, kamar hotel favorit, momen-momen santap bersama serta berbagai oleh-oleh terbaik.
Khawatir limit kartu tak mencukupi budget trip? Pembelian tiket pesawat dan hotel bisa dilakukan jauh-jauh hari dan stick to the traveling outline untuk batasan pembayaran saat makan serta belanja oleh-oleh.
Sssttt, bagi travelers lintas negara, saatnya pegang kendali untuk memilih dan memastikan destinasi wisata terbaik bagi keluarga serta menjadikan momen tersebut sebagai kenangan traveling paling mengesankan, dengan kartu kredit Bank Danamon. Ada juga produk bank Danamonyang meniadakan batasan limit kartu di muka – no pre-set spending limit, memastikan travelers tenang selama berwisata. Ditambah pula dengan berbagai penawaran istimewa selama bersantap, berbelanja serta menginap di mana pun di seluruh penjuru dunia. Di Indonesia? Akses airport lounge gratis di semua bandara besar di tanah air.
Kedua, disiplin segalanya. Waktu, barang bawaan yang sama banyak, jenis dan detailnya dari saat berangkat sampai saat kembali dari traveling (kecuali sampah-sampah plastik yang Anda yakin sudah buang di tempat sampah yang tersedia, bukan tempat sampah seperti yang saya gambarkan di salah satu kebiasaan buruk di atas), jadwal terbang serta kesepakatan waktu berangkat dari setiap itinerary traveling kita. Baik saat traveling sendirian, pun rombongan.
Ketiga, seperti halnya tulisan, menyusun satu outline disamping itinerary travelingbagi saya cukup membantu. Detail informasi destinasi wisata, estimasi jarak tempuh, estimasi on spot memastikan itinerary yang disusun bisa capai tujuan utama traveling itu sendiri. Koleksi foto cantik nan lengkap, kenyamanan berwisata plus momen yang berkesan. Tiga batasan umum yang ingin diraih kebanyakan traveler.
Sekadar tips rasanya masih kurang, semacam sayur sop tanpa garam. Bagaimana dengan satu saja contoh sederhana dari trip ke beberapa spot wisata menarik di Lombok.
Hasil intip kalender, weekend panjang terdekat ada di bulan Maret minggu ke-3. Tepatnya, Sabtu tanggal 25 sampai dengan Rabu 28 Maret 2017. Meski masih sebulan lebih, oret-oretan itinerary dan outline trip sudah boleh banget disusun dari sekarang. Ambil jadwal terbang dan kembali di tengah hari, effective day buat traveling seharian hanya ada 2 hari, yaitu Minggu 26 Maret dan Senin 27 Maret. Saya akan masukkan destinasi traveling paket komplit plus spesial, pantai cantik dan laut biru tosca, wisata budaya, kuliner serta tentu saja pemandangan gunung serba hijau berlatar Rinjani yang gagah.
• Day 1, meeting point Bandara International Lombok (BIL).
Sunset hunting di tiga pantai di Kuta Lombok. Pantai berpasir putih halus sampai bulat kasar seperti butiran merica. Makan malam, check in hotel dan istirahat malam pertama di hotel favorit.
• Day 2,all day 3 Gili’s trip, Trawangan, Meno dan Air.
Di Gili Trawangan, traveler dimanjakan dengan lingkungan tanpa mesin kendaraan sama sekali. Satu-satunya alat transportasi di gili cantik ini hanya Cidomo (sejenis andong) dan sepeda. Aktifitas snorkeling seru, Taman Burung di Gili Meno serta makan siang asyik di Gili Air yang tenang.
• Day 3, all day mountain and waterfalls visit ke Senaru, Air Terjun Sendang Gila dan Air Terjun Tiu Kelep.
Pemandangan lereng Rinjani dan puncaknya yang tampak bersih, lembah-lembah subur serta air terjun cantik Sendang Gila dan Tiu Kelep. Soft trekking menuju air terjun Tiu Kelep menjanjikan perjalanan menantang.
Foto trip di kompleks Islamic Center kota Mataram, pusat oleh-oleh serba lengkap di kawasan Senggigi serta tentu saja set mutiara air tawar dan laut cantik bekal buah tangan pribadi.
Contekan itinerary di atas bisa sekaligus menjadi momen traveling yang kedepankan sikap-sikap sesuai beberapa tips sederhana saya di atas. Siapkan kantung sampah terpisah di masing-masing trip dan pastikan kita membawa kembali sampah pribadi plus membuangnya ke tempat sampah yang umumnya tersedia di hotel. Tidak mengambil apa pun di masing-masing spot wisata. Tak tinggalkan apa pun kecuali jejak kita serta beragam foto cantik berbagai angle.
Semoga suatu hari ke depan, meningkat menjadi traveler yang jauh lebih peduli. Tak semata via tulisan, namun mampu menegur dengan sopan pada traveler yang kita temui di spot sama yang sedang kita kunjungi, jika ia membuang sampah sembarangan misalnya. Bagi saya sungguh tantangan tersendiri, mengingat saya pribadi juga masih berjuang konsisten lakukan hal sederhana tersebut. Semoga Anda, traveler yang telah komit, berani dan menjadi contoh hidup bagi banyak traveler lainnya.
Betapa pun, kisah-kisah traveling telah setua dunia yang kita ketahui bersama. Sungguh terasa wajar, jika berbagai keunggulan teknologi era digital bisa dimaksimalkan demi momen-momen traveling serba berkesan dengan semakin minimalkan kebiasaan-kebiasaan buruk.
Konsistensi yang semoga saja tak sebatas tertuang di banyak ragam tulisan fiksi pun non fiksi, ulasan traveling atau essai-essai foto, namun terbesar pada ejawantah laku. Sekian lapis generasi setelah kita sama berhaknya mendapatkan momen traveling terbaik versi mereka, kesadaran yang membuat komitmen yang kita lakukan sekarang sama berharganya.
Saatnya pegang kendali seperti yang kini tengah diusung Danamon, para Traveler tak hanya harus mampu menjauhi kebiasaan buruk, tapi juga berperan lebih aktif untuk menjaga tempat wisata yang dikunjungi. Jadi, sudah siap menjadi traveler minus kebiasaan buruk? Jangan lupa untuk selalu ajak saya di barisan terdepan bersama Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H