"Lihat, ini cucu Bunda yang sulung. Ia kenakan gaun re-cycle dari plastik dan styrofoam bekas. Lebih rumit dan kompleks dari foto yang pernah Bunda unggah seperempat abad lalu.."
Kamu benarkan letak gagang kaca mata, mengawas-awaskan penglihatan.
"Cantik. Kamu baik sekali membidiknya sedekat ini."
Putri sulungmu tersenyum hangat. Memelukmu dan tepuk-tepuk punggung.
"Tak ada lagi karnaval di jalan raya yang panas. Stadion baru kota sanggup menampung hampir seperempat penduduk pulau. Seharusnya Bunda setujui ajakanku menonton.."
"Tak bisa! Meski alat bantu dengar ini aku lepas sekali pun, rasa-rasanya keramaian mampu rontokkan jantungku yang lemah ini," tegas dan cepat kamu menyela. Tiga kali operasi by pass jantung, membuatmu sungguh nyaman menua di gili tak berpenghuni ini.
"Baiklah. Tapi jika Bunda berubah pikiran, hubungi aku secepatnya. Nanti aku minta helitto kantor menjemput Bunda.."
"Ah, tanpa operasi jantung ini, aku lebih suka berjalan kaki. Teknologi transportasi terbaru negara ini sungguh memusingkan kepala. Terlalu cepat. Tak lagi bisa nikmati indahnya satu perjalanan."
"Jadi teringat. Dua pekan ke depan akan aku temani Bunda berjalan kaki di taman kota terbaru. Boulevardnya cantik. Meski imitasi, wangi melati dan berbagai varian mawar benar-benar asli."
"Sayangku, sudahlah. Jika memang harus keluar dari tempat ini, Bunda akan pastikan BB-8 mengabarimu."
"Ah, begitu pun bisa.."