Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tabuhan Cinta Gendang Beleq #3

14 Juni 2016   09:27 Diperbarui: 28 Agustus 2016   09:47 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanak Beak Beach, Kuta Lombok. DokPri

Sisa hari cepat berkelebat. Seperti janjiku semalam, tepat pukul delapan semua dagangan sudah kumasukkan ke rumah. Malam ini tak ada termos air panas dan kaleng plastik berisi kopi pun gula. Beberapa kelompok remaja sering memaksa bergadang di depan kios, meminta dibuatkan bergelas-gelas kopi. Kadang semalam aku bisa dapatkan sampai seratus ribu. Tapi malam ini aku ingin menunggu telpon kak Amat. Aku butuh memimpikannya sekali saja. Aku rindu diimami berjemaah tarawih atau tahajud sebelum sahur. Aku rindu bertiga bertelanjang kaki jejaki pematang sepetak sawah kami selepas subuh, petiki kacang panjang atau sedikit cabai dan tomat. Memandang sosoknya di dalam mimpi atau syukur-syukur berbincang dengannya sambil berdampingan di atas pematang sawah di udara pagi yang basah, akan jadi bekalku yang teramat sangat cukup untuk menantinya pulang setahun lagi.

Tunaikan sholat isya, kenyangkan perut Awan agar semalaman ia tertidur lelap, pun tarawih yang tak genap dua puluh tiga rekaat. Aku memilih bersegera di atas kasur, pegangi erat HP dan berjanji akan menelpon lebih dulu jika selewat lima belas menit dari pukul sembilan kak Amat tak menghubungiku lebih dulu.

Jari penunjuk detik jam dinding kotak besar tepat di dinding depan kasur kutatapi lamat. Belum ada panggilan masuk. Riuh hatiku yang sibuk menimbang patuhi menunggu sampai lima belas menit lagi bertimpalan dengan deru motor serta lafadz jemaah tarawih di mesjid sudut pertigaan jalan, hanya 15 meter dari rumah kecil kami. Kak Amat mengambil kontrak kerja dua tahun saja. Setahun sebelumnya riuh hati dan jiwaku bergerak naik dan turun. Malam ini aku takkan kalah. Setahun jauh lebih lama dari lima belas menit. Masih ada setahun lagi untuk kumenangkan. Tepat saat jari jam menunjuk angka tiga, aku menekan satu angka dial cepat. Riuh tetabuh gendang beleq dari tembang Gelung Perade kini melengkapi riuh hatiku. Semakin rancak tetabuhannya, tak sadar, tetes air mataku juga menderas. Jam kotak mengabur. Ketika akhirnya isakku menggugu, ringtone yang kami sepakati berdua kini gagal menyemangatiku. Alih-alih bersemangat, jiwaku tembangkan lirisnya Angin Alus dan Buaq Ate. Seharusnya kak Amat bersabar dengan sedikit keuntungan harian yang bisa kami tabung. Seharusnya Awan bisa tumbuh besar didampingi ibu dan bapaknya. Seharusnya kak Amat tak perlu paksakan diri perluas petak sawah.

Awan menggeliat. Ujung kakiku tak sengaja menyepak kepalaku. Sesakku sudah lebih melapang. Mungkin kak Amat belum selesai bekerja. Mungkin kak Amat memilih lembur, agar transfer ke tabungan kami bisa lebih banyak lagi. Mungkin kak Amat selalu percayaiku tetap tabah. Ya, aku harus tabah. Aku harus sama percayanya dengan kak Amat. Setahun lagi, petak sawah kami yang tak seberapa bisa kami bangunkan rumah sederhana. Sisa tanah tetap bisa kami tanami kacang panjang, cabai dan tomat. Aku tetap bisa membuka warung kecil berjualan sayur mayur dan urap serta pelecing kangkung. Hidup kami akan jauh dari inaq Sri, keluar dari sepetak tanah yang ditinggali beramai-ramai dengan sepuluh keluarga kecil lainnya dari saudara kandung kak Amat. 

Selang sejam, satu sms masuk. Kak Amat meminta maaf tak bisa menelpon sesuai janjinya kemarin. Ia mengambil lembur semalam suntuk. Ia memintaku membaca surah Al Luqman untuknya. Nyatanya, aku sudah selesaikan surah favorit kami berdua dan baru sedang memulai ayat-ayat awal surah An Nisa. 

Kuatlah suamiku, tetabuh Gelang Perade iringi setiap dera di tubuhmu. Bekerja jauh ke negeri seberang demi masa depan terbaik aku dan Awan.

*Selong 14 Juni

Referensi:

Kearifan Nilai Budaya Pada Gendang Beleq.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun