Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[100HariMenulisNovel] #38 ALUY

13 Mei 2016   13:46 Diperbarui: 13 Mei 2016   14:13 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana kunjungi Galih, adik sepupunya berantakan namun berakhir menyenangkan. Putri justru ternyata didatangi oleh keluarga kecil Galih.

(Epilog Aluy 37)

Setelah yakin wajahku yang semula basah telah cerah lagi, aku, mas Bagas dan anak-anak menunggu kedatangan ibu di teras depan. Tak berapa lama, mobil ibu datang. Rasanya sudah tak lagi akan terkejut, bertemu Galih kedua kalinya. Di hari ketika aku baru rencanakan akan berkunjung dan berkenalan.

Aku sepenuhnya sadar, aku dan ibu sama-sama menghindari tatapan mata langsung. Senyum lebar dan genggaman tangan hangat berpindah dari Galih, istrinya serta putri kecilnya yang cantik. Sekejap perkenalan singkat itu selesai, sosok ibu sudah menghilang di kamar. Mungkin berganti baju untuk kemudian temani kami semua di meja makan, berbuka bersama. Berikutnya, tak banyak juga yang kami perbincangkan di meja makan. Tak ada kalimat-kalimat langsung antara aku dan ibu. Selepas berbuka, prosesi sholat maghrib berjemaah, tadarus singkat sebelum kemudian berlanjut ke persiapan sholat sunnah Tarawih. Ibu memilih tetap berjemaah di satu mesjid besar di kota, sementara kami berjemaah di ruang tengah yang luas. Tidak aku, mas Bagas, pun Galih bisa menahan ibu. Tidak akan terjadi jika bapak masih bersama kami.

Selepas tarawih, aku berhasil memaksa Galih menginap. Alih-alih keluar, kami ke toko kelontong terdekat, belikan baju ganti buat putrinya. Keping puzzle ketak-tahuanku tentang Galih dan keluarganya puluhan tahun sebelumnya, akan terangkai satu per satu. Tak ada yang harus diburu. Meski di posisi berbeda, kepergian bapak yang tergantikan kemunculan Ranti dan Galih, kuyakin bisa menjadi perekat hubunganku selanjutnya dengan ibu.

***

Saat sahur, ibu tak terkejut dapati Galih dan keluarganya masih bersama kami. Anak-anakku bergiliran meminta perhatian neneknya, menjagaku dan ibu tak terlalu kentara masih enggan bertukar cerita panjang. Tak ada yang harus terburu-buru. Rumah besar ini masih selalu menjadi ruang besar yang memerangkap kami kapan pun. Abai bertukar sapa tak kan selamanya.

Memilih ingin langsung pulang selepas berjemaah sholat subuh, aku kembali memaksa akulah yang antarkan Galih. Aku yakinkan, selekas aku tahu sendiri rumahnya, aku bisa berkunjung kapan pun.

“Sepertinya benar budhe begitu menjaga jarak denganmu ya kak…”

Memaksa duduk sebentar di ruang tamunya, Galih yakin pertanyaannya tak menyakitiku sama sekali.

“Begitulah kami hidup bersama Ga. Aku terbiasa hanya menjawab apa pun yang diucapkan lebih dahulu oleh ibu. Jarang sekali berani memulai. Bagaimana lagi?” Angkat bahu, namun tawa ringan menutup kalimatku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun